Hasil Penelitian Terdahulu Penetapan harga pokok dan zona fleksibilitas harga produk olahan buah: kasus jus jambu merah "JJM" KWT Turi, Tanah Sareal dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini

20 pengemasan. Papaya Soft Candy yang telah kering dapat langsung dikemas menggunakan standing pouch yang terbuat dari alumunium.

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu mengenai jus jambu, pepaya, nanas, harga pokok produksi dan sensitivitas harga. Analisis Harga Komoditas Pisang, Pepaya dan Nanas di Indonesia Sundari 2006 menjelaskan bahwa perkembangan harga komoditas pisang, pepaya, dan nanas dalam kurun waktu 1999-2004 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Pasar di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen untuk komoditas pepaya dan nanas telah terintegrasi secara spasial di lima daerah produksi utamanya. Jika telah terkointegrasi secara spasial maka harga yang terjadi di masing daerah cenderung bergerak dalam satu arah yang sama, artinya perubahan harga di suatu daerah akan mempengaruhi harga di daerah yang lain. Pergerakan harga yang terjadi di masing- masing daerah yang terkointegrasi, akan menyebabkan dapat diketahuinya kecendrungan gerak harga yang akan terjadi. Strategi Pemasaran yang diteliti oleh Sari 2008 dengan judul Strategi Pemasaran Produk Jus Jambu Merah “JJM” Kelompok Wanita Tani Turi, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor menjelaskan bahwa analisis matriks IE KWT Turi berada pada kuadran V pertahankan dan pelihara dengan strategi yang diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Hasil analisis SWOT menghasilkan enam alternatif strategi yaitu : 1 pempertahankan kualitas dan keunggulan; 2 meningkatkan kegiatan promosi; 3 peningkatan kapasitas produksi; 4 mempertahankan hubungan kerjasama dan pelayanan; 5 melakukan diversifikasi produk; 6 melakukan perencanaan pemasaran serta pengelolaan manajemen usaha yang profesional sedangkan hasil analisis matriks QSPM menunjukkan bahwa strate gi terbaik yang harus dilakukan adalah mempertahankan kualitas dan keunggulan produk untuk menarik pelanggan. Penelitian mengenai olahan nanas oleh Tari 2007 yang berjudul Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Buah Nanas Ananas Comosus L.Merr di Daerah Palangkaraya menjelaskan bahwas pengolaha n buah nanas 21 memberikan keuntungan diantaranya waktu simpan menjadi lebih lama, bobot produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian menjadi lebih mudah, produk keripik lebih praktis dikonsumsi dan memberi nilai tambah secara ekonomi. Tari 2007, juga menjelaskan mengenai penetapan harga pokok produksi untuk keripik nanas paon kebun adalah Rp 66.200,00 per kg sedangkan harga pokok produksi keripik nanas madu adalah Rp 50.200,00 per kg. BEP keripik nanas paon kebun adalah 72,2 kg dengan perkiraan har ga jual Rp 74.900,00 per kg, sedangkan BEP untuk keripik nanas madu adalah 75 kg dengan perkiraan harga jual Rp 58.250,00 per kg. Penelitian mengenai analisis penetapan harga pokok produksi dilakukan oleh Haposan 2006 dan Yulianti 2007. Haposan 2006 dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya Carica papaya Dengan Metode Activity Based Costing Pada PT. Cipta Daya Agri Jaya Di Bogor, Jawa Barat menjelaskan bahwa semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan budidaya pepaya eksotik membuat setiap perusahaan harus menetapkan harga jual yang tepat untuk menghindari kerugian dan sekaligus mengukur sampai dimana perusahaan dapat berkembang. Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi melalui pendekatan activity based costing ABC, perusahaan mampu mengidentifikasi biaya dasar konsumsi aktivitas pembuatan produk yang sesungguhnya sehingga menghasilkan perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi perusahaan dengan perhitungan harga pokok produksi metode ABC, diketahui bahwa metode ABC menghasilkan perhitungan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi metode ABC mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada setiap proses produksi. Dari analisis mengenai harga pokok produksi menggunakan metode ABC, jika perusahaan tetap menginginkan laba, maka upaya yang dapat dilakukan perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan harga jual secara kontinu untuk semua jenis pepaya disertai dengan promosi dan pemberian label perusahaan pada produk. Sedangkan untuk peningkatan volume produksi, perusahaan dapat melakukan peningkatan hasil panen, pemeliharaan dan pengawasan dalam 22 pemupukan, pemberantasan hama penyakit tanaman, serta dapat memenuhi jumlah pesanan yang cukup besar untuk menurunkan biaya produksi. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises Cokelat di PT G Bandung, Jawa Barat dilakukan oleh Yulianti pada tahun 2007 dengan latar belakang masalah bahwa perusahaan pada akhir tahun 2007 berencana menaikkan harga jual produk untuk meningkatkan keuntungan, tetapi selama ini perusahaa n menentukan harga jual dengan menetapkan margin laba dari empat sampai sepuluh persen dari harga pokok. Untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi meises cokelat alat analisis yang digunakan melalui pendekatan full costing sebagai cara untuk mengidentifikasi OP min. Alat analisis yang kedua menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi CP max. Dari kedua analisis tersebut diperoleh zona fleksibiitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen. Harga pokok meises dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi daripada harga pokok produk dengan metode PT G disebabkan karena metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Zona fleksibilitas harga ideal untuk seluruh pelanggan meises 818 Biru di Bandung adalah Rp 84.000,00 karena pada tingkat harga tersebut PT G mendapatkan tambahan keuntungan sebesar 2,5 persen dari harga awal dan pelanggan merasa puas karena membayar kurang dari tingkat harga maksimum. Analisis sensitivitas harga dilakukan oleh Sahertian 2006, Sinaga 2006, dan Samsurrijal 2009. Penelitian yang dilakukan oleh Sahertian 2006 mengenai “Analisis Sikap dan Rentang Harga pada Proses Keputusan Pembelian Beras Organik Amani Kasus Pada PT Amani Mastra-Bekasi menggunakan analisis dekriftif, analisis fishbein, serta analisis sensitivitas harga. Berdasarkan hasil sensitivitas harga tingkat terendah MCP untuk beras organik amani sebesar Rp 7.889,00 tingkat harga murah IPP sebesar Rp 8.525,00 tingkat harga optimum OPP sebesar Rp 9.124,00 dan tingkat harga tertinggi MEP sebesar Rp 9.850,00. Sehingga rentang harga yang wajar atau relevan bagi konsumen dalam membeli beras organik amani yaitu antara harga Rp 8.525,00 hingga Rp 9.124,00. 23 Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak di Restoran MP Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ayam panggang sirloi steak dan tenderloin steak saat ini berada pada rentang optimum yang dapat diterima yaitu antara harga minimum dan optimum Sinaga 2006. Pada rentang ini responden membeli ayam panggang tanpa meragukan kualitasnya. Berdasarkan analisis regresi logistik, variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap penilaian konsumen pada mahal atau tidaknya harga ayam panggang di restoran ini adalah status pernikahan, pekerjaan serta pendapatan. Untuk sirloin steak adalah pekerjaan dan pendapatan, sedangkan untuk tenderloin steak adalah variabel pendapatan serta pendidikan. Sensitivitas dan Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pembelian Jus Belimbing Picco Kasus: PT. Tonsu Wahana Tirta, Kota Depok, Jawa Barat yang dilakukan oleh Samsurrijal 2009 menjelaskan bahwa karakteristik demografi jus belimbing Picco tergolong dalam segmentasi pasar kalangan muda dan sangat terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada produk. Faktor yang berpengaruh positif terhadap tingkat loyalitas konsumen untuk tetap membeli bila terjadi kenaikan harga 5 persen adalah usia konsumen dan tingkat pendapatan per bulan. Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap tingkat loyalitas pembelian sehingga konsumen tidak akan lagi membeli produk jus belimbing Picco adalah lama mengkonsumsi dan jumlah anggota keluarga. Kenaikan harga jual produk jus jambu belimbing Picco sebesar 5 persen dari harga awal Rp 2.500,00 menjadi Rp 2.625,00 per botol dapat dipublikasikan oleh perusahaan karena pada tingkat harga Rp 2.625,00 per botol, konsumen masih mau membeli dengan menganggap bahwa kisaran harga tersebut tidak terlalu mahal. Penelitian yang akan dilakukan mempunyai persamaan mengenai zona fleksibilitas harga dengan menggabungkan harga pokok produksi full costing dan sensitivitas harga, serta objek penelitian yaitu Jus Jamb u Merah JJM, tetapi penelitian ini juga mempunyai perbedaan dari segi komoditas yang dijadikan topik penelitian yaitu produk Fruit Talk Soft Candy pepaya dan nanas. 24 Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji rentang harga baik dari sisi produsen maupun konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT Bogor dan KWT Turi dalam hal pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam penentuan harga jual baru produk Fruit Talk Soft Candy dan JJM. III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pe mikiran Teoritis