Depresiasi sumberdaya perikanan Estimasi Discount Rate

118 Namun keeratan hubungan antara effort dengan koefisien degradasi cukup lemah yakni 0,38. Hal ini nampak bahwa naik turunnya trip tidak berhubungan nyata dengan tingkat degradasi karena pada kenyataanya pada saat effort meningkat tidak mutlak diikuti meningkatnya hasil tangkapan. Apabila kenaikan effort yang tidak diikuti kenaikan Y-aktual secara proporsional, maka ada kecenderungan tingkat efisien teknis usaha penangkapan tersebut semakin kecil. Sehingga perlu ada prediksi dan regulasi secara formal dan informal dalam pengaturan jumlah trip yang optimal.

5.5.6 Depresiasi sumberdaya perikanan

Pengukuran depresiasi sumberdaya perikanan dilakukan dengan pendekatan perhitungan perubahan rente ekonomi dalam periode pengamatan. Berdasarkan hasil perhitungan Gompertz dikombinasikan dengan parameter ekonomi dapat ditentukan rente lestari RL yang merupakan selisih dari penerimaan lestari sustainable revenue dengan total biaya total cost. Present Value rente lestari PV-RL merupakan nilai sekarang tahun 2004 RL dari masing-masing tahun pengamatan. Dimana nilai tersebut merupakan future value rente lestari dengan menggunakan discount rate market 15 dan discont rate Gambar 5.26 Perbandingan koefisien degradasi lestari dengan effort 5 10 15 20 25 30 35 19 85 19 86 19 87 19 88 19 89 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 Eff o rt 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40 0,45 0,50 K o ef is ie n D er g ad as i L es ta ri Effort Koefisien Degradasi Lestari 119 Kulla 5,72. Nilai depresiasi merupakan jumlah perubahan nilai PV yang negatif yang menunjukkan jumlah penurunan nilai sekarang dari rente lestari. Data perubahan rente ekonomi sumberdaya perikanan seperti yang disajikan dalam Tabel 5.11. Tabel 5.11 Perubahan rente ekonomi sumberdaya perikanan Tahun RL Rp PV-RL 15 Rp ΔPV-RL 15 Rp PV-RL 5,72 Rp ΔPV-RL 5,72 Rp 1985 7,18E+08 1,02E+10 2,07E+09 1986 7,27E+08 8,99E+09 -1,22E+09 1,98E+09 -8,71E+07 1987 1,29E+09 1,39E+10 4,86E+09 3,31E+09 1,34E+09 1988 7,74E+08 7,24E+09 -6,61E+09 1,88E+09 -1,43E+09 1989 1,10E+09 8,91E+09 1,67E+09 2,52E+09 6,38E+08 1990 1,49E+09 1,05E+10 1,63E+09 3,24E+09 7,22E+08 1991 1,25E+09 7,66E+09 -2,88E+09 2,57E+09 -6,79E+08 1992 1,58E+09 8,47E+09 8,13E+08 3,09E+09 5,21E+08 1993 1,68E+09 7,81E+09 -6,66E+08 3,09E+09 7,00E+06 1994 1,67E+09 6,74E+09 -1,07E+09 2,91E+09 -1,88E+08 1995 2,10E+09 7,37E+09 6,31E+08 3,46E+09 5,51E+08 1996 2,05E+09 6,28E+09 -1,09E+09 3,20E+09 -2,54E+08 1997 1,21E+09 3,23E+09 -3,06E+09 1,79E+09 -1,41E+09 1998 4,35E+09 1,01E+10 6,83E+09 6,07E+09 4,28E+09 1999 8,33E+09 1,68E+10 6,69E+09 1,10E+10 4,93E+09 2000 1,14E+10 1,99E+10 3,15E+09 1,42E+10 3,21E+09 2001 8,16E+09 1,24E+10 -7,48E+09 9,65E+09 -4,57E+09 2002 5,23E+09 6,92E+09 -5,50E+09 5,84E+09 -3,80E+09 2003 4,19E+09 4,82E+09 -2,10E+09 4,43E+09 -1,42E+09 2004 2,26E+10 2,26E+10 1,78E+10 2,26E+10 1,82E+10 2,01E+11 -2,99E+10 1,09E+11 -1,30E+10 Sumber: Data sekunder diolah 2007 Jumlah total PV-RL mulai tahun 1985-2004 sebesar Rp 201 milyar δ=15 dan Rp 109 milyar δ=5,72 atau rata-rata per tahun masing-masing Rp 10 milyar dan Rp 5,45 milyar yang merupakan jumlah keuntungan rata-rata per tahun yang dimanfaatkan oleh pengusaha perikanan tangkap ikan lemuru di daerah Muncar dan Pengambengan. Jumlah depresiasi total dalam kurun waktu 20 tahun sebesar Rp 29,95 milyar δ=15 atau rata-rata Rp 1,50 milyar per tahun dan Rp 13 milyar δ=5,72 atau rata-rata Rp 0,65 milyar per tahun. Nilai depresiasi tersebut masing-masing setara dengan 77.669 ton ikan lemuru 15 120 atau rata rata 3.883,50 ton per tahun dan 33.796 ton δ=5,72 atau 1.689,80 ton per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut ternyata dengan menggunakan discount rate Kulla 5,72 dimana nilai PV-RL sumberdaya perikanan yang menjadi lebih kecil dibandingkan dengan discount rate market 15. Berarti discount rate Kulla sangat penting dan dapat dipergunakan untuk memprediksi nilai depresiasi sumberdaya perikanan. Disamping itu juga dapat merefleksikan pertumbuhan ekonomi di wilayah pengamatan. Maka konstribusi PDRB sektor perikanan memberikan konstribusi yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. pengamatan. Dengan demikian discount rate Kulla dapat dijadikan indikator perubahan nilai rente sumberdaya dan depresiasi berdasarkan stock assessment. 5.5.7 Pengelolaan Sumberdaya Yang Optimal Dalam optimalisasi pengelolaan sumberdaya ikan sebagai aset kapital dibutuhkan pendekatan kapital. Pada pendekatan ini, discount rate dalam teori kapital sangat penting karena akan berpengaruh pada pembentukan akumulasi kapital, baik man-made capital maupun natural capital. Pada pendekatan kapital, biaya korbanan opportunity cost untuk mengeksploitasi sumberdaya pada saat ini diperhitungkan melalui perhitungan rente ekonomi optimal yang seharusnya didapat dari sumberdaya perikanan, jika sumbedaya tersebut dikelola secara optimal. Dalam analisis optimal ini dengan menggunakan discount rate market 15 dan Kulla 5,72 sepanjang tahun pengamatan dengan bantuan software Maple 9.5 dapat dilihat dalam Lampiran 13. Nilai rata-rata optimal biomassa, hasil tangkapan dan effort input usaha penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali untuk discount rate market 15 masing-masing 8.944,72 ton, 22.296,49 ton, dan 4.542 trip. Sedangkan untuk discount rate Kulla 5,72 masing-masing 9.303,73 ton, 22.331,31 ton, dan 4.373 trip. Ternyata dengan menggunakan discount rate yang lebih kecil 5,72 diperoleh nilai optimal relatif lebih tinggi untuk biomass dan produksi yield, namun input yang digunakan effort lebih kecil daripada perhitungan dengan menggunakan 121 discount rate market 15. Tabel 5.12 menunjukkan hasil perhitungan nilai optimal biomassa, hasil tangkapan dan effort input dengan bantuan software Maple 9.5. Tabel 5.12 Nilai optimal biomassa, hasil tangkapan, dan effort dengan menggunakan menggunakan discount rate market 15 dan Kulla 5,72 Tahun Discount Rate Market 15 Discount Rate Kulla 5,72 Biomassa opt ton Produksi opt ton Input opt trip Biomassa opt ton Produksi opt ton Input opt trip 1985 8.939,74 22.295,78 4.544 9.298,83 22.331,05 4.376 1986 8.939,86 22.295,79 4.544 9.298,95 22.331,06 4.376 1987 8.939,74 22.295,78 4.544 9.298,83 22.331,05 4.375 1988 8.939,74 22.295,78 4.544 9.298,83 22.331,05 4.375 1989 8.939,74 22.295,78 4.544 9.298,83 22.331,05 4.375 1990 8.944,45 22.296,46 4.542 9.303,46 22.331,05 4.373 1991 8.941,93 22.296,09 4.543 9.300,49 22.331,17 4.375 1992 8.941,93 22.296,09 4.543 9.300,49 22.331,17 4.375 1993 8.941,93 22.296,09 4.543 9.300,49 22.331,17 4.375 1994 8.941,93 22.296,09 4.543 9.300,49 22.331,17 4.375 1995 8.944,93 22.296,41 4.542 9.303,14 22.331,28 4.374 1996 8.944,12 22.296,41 4.542 9.303,14 22.331,28 4.374 1997 8.944,12 22.296,41 4.542 9.303,14 22.331,28 4.374 1998 8.944,12 22.296,41 4.542 9.303,14 22.331,28 4.374 1999 8.944,12 22.296,41 4.542 9.303,14 22.331,28 4.374 2000 8.944,12 22.296,41 4.542 9.303,15 22.331,28 4.374 2001 8.946,32 22.295,72 4.541 9.305,30 22.331,39 4.374 2002 8.946,32 22.295,72 4.541 9.305,30 22.331,39 4.374 2003 8.946,32 22.295,72 4.541 9.305,30 22.331,39 4.373 2004 8.946,32 22.295,72 4.541 9.305,30 22.331,39 4.373 Rataan 8.944,72 22.296,49 4.542 9.303,73 22.331,31 4.373 Sumber: Data sekunder diolah 2007 Produksi hasil tangkapan ikan lemuru lebih tinggi dari stok biomassa karena ikan lemuru memiliki laju pertumbuhan yang cukup besar yakni r= 2,35. Berdasarkan rasio antara kemampuan tangkap terhadap stok biomassa hampir sama dengan laju pertumbuhannya yakni sekitar 2,4. 122 Nilai discount rate yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan laju optimal dari eksploitasi pada sumberdaya ikan lemuru, maka kemungkinan terjadinya kepunahan akan semakin besar. Penurunan level biomassa pada discount rate yang lebih tinggi, hal ini dapat dipahami karena dalam parameter biaya menggunakan real cost, berarti yang lebih berpengaruh dalam hal ini adalah fungsi produksi itu sendiri. Gambar 5.27 menunjukkan perbandingan tingkat produksi optimal, tingkat produksi aktual dan lestari. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa tingkat produksi lestari berada di bawah titik produksi optimal δ=15 dan 5,72, hanya pada tahun tertentu saja yang mendekati titik produksi yang sama yakni pada tahun 1992 dan 1998. Jadi batas optimal merupakan titik rambu-rambu terakhirtertinggi tingkat eksploitasi sumberdaya ikan lemuru agar mampu pulih dengan baik. Lain halnya dengan tingkat eksploitasi aktual yang jauh melampaui titik optimal yakni pada tahun 1991, 1998, dan 2003 telah mencapai hasil tangkapan ikan lemuru 2,4-3,6 kali di atas batas titik tangkap optimal. Pada rentang waktu 2-3 tahun sebelum dan sesudah titik puncak tersebut terjadi eksploitasi SDI yang berlebihan dari carrying capacity sehingga dapat dinyatakan bahwa di periran Selat Bali sudah mengalami overfishing ikan lemuru. Gambar 5.27 Perbandingan produksi aktual, lestari dan optimal δ=15 dan 5,72 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 19 85 19 86 19 87 19 88 19 89 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 Tahun P ro du k s i ton Prod.Akt Prod-Lest Prod-Opt 15 Prod-Opt 5,72 123 Dilihat dari input yang digunakan yakni jumlah trip selama tahun pengamatan menunjukkan bahwa effort aktual jauh melampaui effort optimal seperti yang disajikan dalam Gambar 5.28. Berarti di perairan Selat Bali terjadi over input yang berakibat makin lama makin tidak efisien secara ekonomis dan teknik. Hal ini didukung perkembangan perahu purse seine yang beroperasi baik jumlah riil dan maupun yang mendapatkan ijin SIUP terus bertambah sesuai dengan kesepakatan antar Gubernur Jawa Timur dan Bali lihat Lampiran 6. Selanjutnya dapat dilakukan analisis prediksi kelebihan armada perahu purse seine slerek yang beroperasi di Selat Bali. Selisih antara effort aktual dengan optimal dibagi dengan rata-rata geometrik effort per perahu per tahun maka diperoleh jumlah kelebihan perahu setiap tahun. Kelebihan terkecil pada tahun 1986 yakni hanya 32 unit, sedangkan yang terbesar bahkan melebih plafon pada tahun 2004 yakni 586 unit. Tabel 5.13 menyajikan prediksi kelebihan jumlah perahu yang beroperasi di Selat Bali. Gambar 5.28 Perbandingan effort aktual dan optimal δ=15 dan 5,27 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 198 5 198 6 198 7 198 8 198 9 199 199 1 199 2 199 3 199 4 199 5 199 6 199 7 199 8 199 9 200 200 1 200 2 200 3 200 4 Tahun E ffo rt tr ip Effort Akt Effort 15 Effort 5,72 124 Tabel 5.13 Analisis kelebihan perahu purse seine di Selat Bali Tahun E akt E 15 Purse seine Riil E akt -E 15 Effort perahu tahun Prediksi Kelebihan Perahu 1985 6.751,00 4.544,00 280,00 2.207,00 24,11 48,38 1986 6.005,00 4.544,00 271,00 1.461,00 22,16 32,03 1987 9.909,00 4.544,00 269,00 5.365,00 36,84 117,61 1988 10.075,00 4.544,00 266,00 5.531,00 37,88 121,25 1989 12.302,00 4.544,00 258,00 7.758,00 47,68 170,06 1990 17.964,00 4.542,00 286,00 13.422,00 62,81 294,22 1991 19.034,00 4.543,00 425,00 14.491,00 44,79 317,66 1992 25.620,00 4.543,00 263,00 21.077,00 97,41 462,03 1993 16.381,00 4.543,00 263,00 11.838,00 62,29 259,50 1994 12.258,00 4.543,00 262,00 7.715,00 46,79 169,12 1995 9.030,00 4.542,00 265,00 4.488,00 34,08 98,38 1996 9.954,00 4.542,00 456,00 5.412,00 21,83 118,64 1997 13.443,00 4.542,00 266,00 8.901,00 50,54 195,12 1998 23.813,00 4.542,00 269,00 19.271,00 88,52 422,44 1999 10.055,00 4.542,00 264,00 5.513,00 38,09 120,85 2000 9.200,00 4.542,00 264,00 4.658,00 34,85 102,11 2001 10.298,00 4.541,00 264,00 5.757,00 39,01 126,20 2002 10.830,00 4.541,00 264,00 6.289,00 41,02 137,86 2003 12.230,00 4.541,00 264,00 7.689,00 46,33 168,55 2004 31.307,27 4.541,00 191,00 26.766,27 163,91 586,74 Rataan Geometrik 7.366.73 45,62 161.49 Sumber: Data sekunder diolah 2007 Rata-rata kelebihan perahu purse seine yang beroperasi di Selat Bali sebesar 161 unit, maka untuk mencapai efisiensi kinerja penangkapan ikan lemuru perlu dilakukan pengurangan dari 273 unit sesuai dengan SKB Gubernur Propinsi Jawa Timur dan Bali Nomor 238 tahun 1992SKB 673 tahun 1992 lebih detai lihat Lampiran 6 menjadi 112 unit. Sesuai dengan persentase pembagian jumlah purse seine untuk masing-masing wilayah dalam SKB tersebut, maka untuk wilayah Muncar sebanyak 78 unit 70 dan Pengambengan 34 unit 30. Jumlah tersebut berada di antara dua SKB sebelumnya yakni Surat Keputusan Bersama SKB Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur dan Gubernur KDH I Tingkat I Bali Nomor HK.13977EKle5277 tanggal 20 Mei 1977 yang merekomendasikan jumlah purse seine sebanyak 100 unit dan revisi SKB tahun 1978 yang merekomendasikan 133 unit yang boleh beroperasi di Selat Bali. 125 Pengurangan pengoperasian purse seine merupakan langkah strategis dengan tujuan : a. Mengurangi tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya perikanan khususnya ikan lemuru sehingga dalam jangka panjang diharapkan sustainable. b. Meningkatkan efisiensi penangkapan, sehingga akan meningkatakan CPUE. c. Memperkecil konflik sosial akibat perebutan daerah tangkapan. d. Meningkatkan effort per perahu per tahun. e. Memotivasi para juragan pemilik kapal untuk berpikir lebih realistis dan modern yang berbasis pada pelestarian SDI. Hasil analisis present value rent optimal yang disajikan dalam Tabel 5.14 menunjukkan bahwa semakin besar discount rate maka makin besar present value suatu nilai karena rate yang digunakan lebih besar. Nilai total PV-RO δ=15 sebesar Rp 357 milyar dan PV-RO δ=5,72 sebesar Rp 183 milyar. Tabel 5.14 Analisis present value rent optimal Discount rate market 15 Discount rate Kulla 5,72 Tahun RO Rp PV-RO Rp RO Rp PV-RO Rp 1985 1,96E+09 2,78E+10 1,96E+09 5,64E+09 1986 2,19E+09 2,71E+10 2,19E+09 5,97E+09 1987 2,57E+09 2,77E+10 2,58E+09 6,64E+09 1988 1,53E+09 1,43E+10 1,53E+09 3,73E+09 1989 1,87E+09 1,52E+10 1,87E+09 4,30E+09 1990 1,98E+09 1,40E+10 1,99E+09 4,33E+09 1991 1,60E+09 9,87E+09 1,61E+09 3,31E+09 1992 1,77E+09 9,46E+09 1,77E+09 3,45E+09 1993 2,36E+09 1,10E+10 2,36E+09 4,36E+09 1994 2,85E+09 1,15E+10 2,85E+09 4,97E+09 1995 4,51E+09 1,58E+10 4,51E+09 7,44E+09 1996 4,09E+09 1,25E+10 4,10E+09 6,39E+09 1997 1,94E+09 5,16E+09 1,94E+09 2,87E+09 1998 5,01E+09 1,16E+10 5,02E+09 7,00E+09 1999 1,65E+10 3,31E+10 1,65E+10 2,18E+10 2000 2,41E+10 4,21E+10 2,41E+10 3,02E+10 2001 1,58E+10 2,41E+10 1,59E+10 1,88E+10 2002 9,77E+09 1,29E+10 9,79E+09 1,09E+10 2003 7,16E+09 8,24E+09 7,17E+09 7,58E+09 2004 2,36E+10 2,36E+10 2,36E+10 2,36E+10 Jumlah 3,57E+11 1,83E+11 Sumber: Data sekunder diolah 2007 126 Perbandingan antara PV-RA, PV-RL, dan PV-RO pada δ=15 dan 5,72 yang disajikan dalam Gambar 5.29 dan 5.30 dan data detail pada Lampiran 14 ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Walaupun jumlah PV-RA δ=15 mencapai Rp 380 milyar dan Rp 214 milyar δ=5,72 yang menggunakan input dan produksi yang jauh lebih besar dibandingkan PV-RL dan PV-RO ternyata rente yang dihasilkan tidak terlalu besar, bahkan pada tahun- tahun tertentu PV-RA lebih rendah dari PV-RO dan PV-RL yakni pada tahun 1985-1987, 1994-1997, dan 1999-2001. Sementara untuk PV-RL relatif lebih stabil dari tahun ke tahun walaupun nilai total hanya Rp 200,8 milyar δ=15 dan Rp 108,9 milyar δ=5,72, untuk PV-RO Rp 357,2 milyar dan Rp 183,2 milyar. Sedangkan jumlah nilai PV-RA mencapai nilai tertinggi dan sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun yang masing-masing Rp 380,8 milyar dan Rp 214,1 milyar. Untuk δ=15 mencapai nilai tertinggi pada tahun 1998 sebesar Rp 41,6 milyar sedangkan terendah pada tahun 1985 sebesar Rp Rp 3,7 milyar. 0,0E+00 5,0E+09 1,0E+10 1,5E+10 2,0E+10 2,5E+10 3,0E+10 3,5E+10 4,0E+10 4,5E+10 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun Rent e R p PVR O-15 PV-R L 15 PV-R A 15 Gambar 5.29 Perbandingan PV-RO,PV-RL dan PV-RA pada δ=15 127 5.5.8 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perbandingan rezim pengelolaan sumberdaya ikan lemuru dengan pendekatan maximum economic yield MEY, maximum sustainable yield MSY, dan open access OA menggunakan fungsi produksi Logistik. Dengan bantuan Maple 9.5 dapat menghitung nilai biomassa, produksi, effort, nilai rente dari ketiga rezim tersebut lihat lampiran 14. Tabel 5.15 menunjukkan perbandingan ketiga rezim dilihat dari biomassa, produksi, effort dan rente ekonomi sumberdaya ikan lemuru. Tabel 5.15 Perbandingan rezim pengelolaan MSY, MEY, dan open access ikan lemuru Parameter Rezim Pengelolaan MEY MSY Open Access Biomassa ton 12.927,98665 12.922,85233 10.268,63689 Produksi ton 15.179,22518 15.179,22758 24.113,54594 Effort trip 2.139 2.140 4.279 Nilai Rente Rp 10.376.829.850 10.376.828.210 0,0E+00 5,0E+09 1,0E+10 1,5E+10 2,0E+10 2,5E+10 3,0E+10 3,5E+10 19 85 19 86 19 87 19 88 19 89 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 Tahun R en te R p PVRO-5.72 PVRL-5.72 PVRA-5.72 Gambar 5.30 Perbandingan PV-RO,PV-RLdan PV-RA pada δ=5.72 128 Seperti yang diuraikan dalam subbab sebelumnya bahwa selama tahun pengamatan di Selat Bali sudah terjadi over exploitation dan over fishing dimana produk aktual jauh melampaui 2-3 kali lipat di atas produk lestari dan produk optimal. Produksi lestari yang dikelola dengan 3 alternatif pola rezim seperti yang disajikan dalam Tabel 5.15, ternyata rezim MEY dengan effort paling kecil ternyata diperoleh rente paling besar, hasil tangkapan paling kecil, dan stok biomassa paling besar. Berarti MEY lebih konservatif dibandingkan dengan rezim MSY dan open access. Sehingga pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali sebaiknya menggunakan rezim MEY. 5.6 Strategi Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Selat Bali Dalam menganalisis strategi keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Selat Bali menggunakan pendekatan analisis hirarki proses. Seluruh data skor yang diperoleh dari masing-masing partisipanexpert disajikan dalam Lampiran 16. Dengan teknik komparasi berpasangan pairwise comparison, data- data dalam lampiran tersebut merupakan data yang telah melalui tahap analisis consistency rasio CR yang merupakan rasio dari consistency index terhadap index angka teracak. Apabila CR 1 maka skor yang diberikan oleh partisipan dapat dinyatakan nilai dapat dipakai dalam penelitian ini atau dapat dinyatakan konsisten. Selama proses brainstorming dengan partisipan agar efektif maka secara langsung serta memberikan arahan apabila partisipan memberikan skor yang tidak konsisten, hal ini diatasi dengan bantuan desain logika berbasis microsoft excel . Dalam penelitian ini diperoleh 2 struktur hirarki yang berasal dari perhitungan ranking berdasarkan geomean prioritas RGBP dan ranking berdasarkan geomean masing-masing skor RBGS seperti yang disajikan dalam Lampiran 17. Pengembangan teknik perhitungan ini hanya ada perbedaan sedikit pada penentuan ranking prioritas pada ranking 3-5 sedangkan ranking 1-2 hampir sama antara dua teknik perhitungan tersebut. Namun dalam penelitian ini, yang banyak digunakan pada teknik kedua yakni RBGS seperti dalam yang disajikan dalam Gambar 5.31. 129 Pada level dua yakni komponendimensi yang diprioritaskan berturut- turut: ekonomi, ekologi, etik, sosial dan teknologi. Level tiga yakni sub komponen yang diprioritaskan berturut-turut pengembangan ekonomi rakyat, penataan sosial dan kelembagaan, dan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya. Level empat yakni stakeholders yang diprioritaskan berturut-turut pemerintah, masyarakat nelayan, swasta, perguruan tinggi, dan LSM. Level lima yakni alternatif strategi yang diprioritaskan berturut-turut: peningkatan kesejahteraan nelayan, pelestarian sumberdaya, penegakan hukum, menjamin kebutuhan rakyat dan industri, peningkatan kemampuan armada dan alat tangkap, dan peningkatan pendapatan Pembangunan Perikanan Berkelanjutan 1,00 Ekologi 0,23 2 Ekonomi 0,33 1 Sosial 0,18 4 Teknologi 0,07 5 Etik 0,19 3 Pengembangan Ekonomi Rakyat 0,36 1 Eksplorasidan Eksploitasi Sumberdaya 0,30 3 Penataan Sosial dan Kelembagaan 0,34 2 Pemerintah 0,41 1 Swasta 0,12 3 Masyarakat Nelayan 0,24 2 LSM 0,11 5 Perguruan Tinggi 0,12 4 Pelestarian Sumberdaya 0,29 2 Peningkatan PAD 0,05 6 Peningkatan Kesejahteraan Nelayan 0,32 1 Peningkatan Kemampuan Armada dan Alat Tangkap 0,09 5 Menjamin Kebutuhan Rakyat dan Industri 0,12 4 Penegakan Hukum 0,13 3 Gambar 5.31 Diagram hirarki, nilai bobot prioritas dan ranking berdasarkan geomean skor RBGS 130 asli daerah. Berikut ini dijabarkan prioritas utama dalam pembangunan perikanan berkelanjutan dari masing-masing level:

A. Dimensikomponen Pembangunan Perikanan berkelanjutan