Dimensikomponen Pembangunan Perikanan berkelanjutan

130 asli daerah. Berikut ini dijabarkan prioritas utama dalam pembangunan perikanan berkelanjutan dari masing-masing level:

A. Dimensikomponen Pembangunan Perikanan berkelanjutan

Pilihan prioritas utama dalam dimensi pembangunan perikanan berkelanjutan berurut-urut adalah dimensi ekonomi, ekologi, etik, sosial, dan teknologi lihat Gambar 5.32. Perekonomiam daerah kerja Muncar berbasis pada sektor perikanan yang utamanya ikan lemuru mampu menggerakkan roda perekonomian wilayah dan memiliki daya tarik investasi cukup tinggi.

0.23 0.33

0.18 0.07

0.19 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 Bobot Relatif Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Etik Dimens i Gambar 5.32. Prioritas utama dimensi pembangunan perikanan berkelanjutan level 2 Seperti yang telah diuraikan dalam analisis sebelumnya bahwa dimensi ekonomi dalam analisis Rapfish dan MCA menunjukkan konstribusi terhadap tingkat keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan relatif paling rendah dibandingkan dimensi lainnya. Maka para expert menilai perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk lebih mengupayakan pengembangan dimensi ekonomi yang berbasis kelestarian. Karena dalam kenyataanya sektor perikanan menjadi peran strategis dalam perekonomian wilayah yakni: 1. Sebagai penggerak aktivitas ekonomi wilayah yang meliputi seluruh aktivitas sistem bisnis perikanan yang terdiri 4 sub sistem yakni a upstream side industry fisheries industri hulu yakni industri yang memasok kebutuhan sarana produksi perikanan yang meliputi industri alat 131 tangkap, industri perahu, industri pakan, dan industri motor penggerak, industri pembenihan hatchery b onfarm side industry fisheries yakni industri yang bergerak dalam penangkapan dan budidaya perikanan, c downstream side industry fisheries industri hilir yakni industri lanjutan yang mengolah hasil perikanan yang meliputi industri pembekuan, pemindangan, penepungan, pengalengan, pengasinan, pengasapan, kerupuk, terasi dan lain-lain, d supporting side industry fisheries industri pendukung yakni industri yang mendukung aktivitas perikanan antara lain perbankan, asuransi, transportasi, bengkel perawatan mesin dan perahu, dan koperasi. Seluruh sub sistem tersebut bergerak dan bersinergi menghasilkan produk dan jasa yang mampu memberikan nilai tambah terhadap hasil perikanan. 2. Sebagai sektor penyedia lapangan kerja, dimana jumlah tenaga kerja yang bergerak di sektor perikanan sebanyak 26.345 orang atau 1,7 dari total penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan rincian sebagai berikut pembudidaya ikan sebanyak 23,3, nelayan 71,4 dan nelayan perairan umum 5,3. Beragamnya lapangan kerja yang ada di daerah kerja Muncar mulai dari ABK perahu purse seine, buruh bongkar muat, dan buruh pabrik sampai dengan pedagang antar kota. Upah buruh yang bergerak di industri pengolahan rata-rata melebihi UMR tahun 2007 yakni Rp 567.500 per bulan atau Rp 18.916,67 per hari 8 jam kerja, sedangkan upah yang diterima oleh buruh pabrik rata-rata Rp 25.000 per hari. Sistem kerja industri pengolahan kebanyakan sistem borongan. Dalam industri pemindangan bahkan ongkos borongan lebih tinggi dimana tenaga kerja laki-laki bisa mencapai Rp 75.000- 100.000 per hari 10-12 jam kerja yang jenis pekerjaannya mulai pengangkutan, perebusanpengukusan, sampai dengan produk naik ke kendaraan untuk dipasarkan. Sedangkan tenaga kerja wanita antara Rp 40.000-50.000 8-10 jam kerja yang jenis pekerjaan hanya menata ikan dalam keranjang. 3. Memberikan konstribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi ternyata cukup besar, dimana pada tahun 2004 mencapai Rp 185 milyar 3 pada harga konstan tahun 2000. 132 Dengan demikian posisi sektor perikanan dalam perekonomian wilayah sangat strategis untuk dikembangkan. Sehingga sejak tahun 1985-an sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini dilihat dari perkembangan jumlah armada dan industri pengolahan yang sebagian besar berbasis di daerah kerja Muncar. Namun demikian, dampaknya juga timbul permasalahan-permasalahan yang cukup krusial antara lain: 1. Eksplotasi dan eksplorasi sumberdaya ikan selama ini hanya berada di perairan Selat Bali saja. Berdasarkan perhitungan optimalisasi di depan bahwa eksploitasi sumberdaya ikan sudah melampaui carrying capacity atau terjadi over exploitation. Hal ini terjadi karena sudah menjadi budaya dan kebiasaan masyarakat nelayan Muncar hanya one day trip. Nelayan Muncar dan Pengambengan hanya bisa dan mampu berlayar dalam jarak tempuh penangkapan kurang dari 12 mil atau hanya ada di sekitar Selat Bali saja. Perburuan ikan tangkap paling jauh hanya sampai ke perairan Bukit-Bali atau daerah Uluwatu. Salah satu persepsi nelayan yang kurang ramah lingkungan yakni selama ikan masih banyak ditemukan di laut maka akan menangkap sebanyak-banyaknya karena khawatir besok hari tidak dijumpai lagi, sehingga tidak jarang nelayan dalam satu hari bisa 2-3 trip penangkapan. 2. Ekploitasi sumberdaya perikanan yang merusak lingkungan dengan penggunaan bahan-bahan terlarang yakni: penggunaan Potassium dan bahan peledak. Sampai saat ini, cara tersebut masih marak di tengah laut walaupun sudah sering dilakukan penindakan dan penyuluhan yang diberikan oleh dinas dan lembaga terkait. Biasanya nelayan pengebom beroperasi di Senggrong, Tanjung Angguk dan Karang Ente. Yang dieksploitasi biasanya ikan hias, ikan karang dan pengambilan batu karang untuk bahan bangunan. Sebenarnya tahun 2001 telah dilakukan kesepakatan-kesepakatan antara nelayan sero, nelayan purse seine, nelayan payangijo-ijo, nelayan bagan, nelayan Gillnet, nelayan pengebom, yang menghasilkan salah satu item yang secara tegas menolak ”operasional penggunaaan Potassium dan bahan peledak”. Pernyataan tersebut didasarkan pada kenyataan yang dialami nelayan dimana hasil tangkapan 133 khususnya lemuru mengalami penurunan yang drastis, hal ini diduga disebabkan semakin maraknya operasional penangkapan yang tidak ramah lingkungan. 3. Terjadinya konflik sosial antara nelayan andon dengan nelayan setempat. Kegiatan penangkapan nelayan andon sebenarnya sudah diatur dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 9 Tahun 1983 mekanisme operasional nelayan andon. Nelayan andon adalah nelayan yang berpindah tempat baik dalam kegiatan operasi penangkapan maupun pemasaran hasil tangkapan pada wilayah serta waktu-waktu tertentu. Dalam pasal 4 ayat 3 bahwa nelayan andon dilarang menggunakan alat tangkap purse seine untuk mengadakan penangkapan ikan di perairan Selat Bali. Konflik yang sering terjadi antara nelayan andon dengan nelayan lokal disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a. Dianggap telah melanggar Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 9 Tahun 1983 yang melarang masuknya nelayan andon ke perairan Selat Bali b. Nelayan lokal yang menggunakan teknologi two-boat system kalah bersaing dengan nelayan andontubanan yang menggunakan one-boat system . Disamping itu, nelayan andon telah menerapkan teknologi alat tangkap yang lebih unggul misalnya menggunakan lampu perangkap kapasitas tinggi, sementara nelayan lokal hanya menggunakan petromak. Sehingga kemampuan perahu yang dimiliki nelayan setempat jauh tertinggal dibandingkan dengan nelayan andon. Sementara sumberdaya ikan yang menjadi rebutan perburuan, ketersediaannya dari waktu ke waktu cenderung mengalami deplesi.

B. Sub komponen Pembangunan Perikanan berkelanjutan