140 sebagai pengambil keputusan utama. Peranan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan tergantung pada kemampuan hal negosiasi, pengetahuan, pengalaman, dan legitimasi dari masyarakat yang
mendukungnya, serta komitmennya selaku individu untuk mengutamakan kepentingan bersama. Disamping itu juga sangat tergantung dari kehendak
pemerintah secara politis political will dalam menyelamatkan sumberdaya perikanan bersama-sama dengan masyarakat. Melihat kondisi riil
pembangunan perikanan di Selat Bali, maka untuk ke depan, posisi pemerintah yang kuat masih sangat diperlukan tetapi ada kebijakan untuk menyerahkan
sebagian urusan pengelolaan sumberdaya perikanan sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat nelayan Muncar. Dalam pelaksanaan rezim ini tentunya
harus mampu melibatkan stakeholders lainnya bukan hanya nelayan tetapi juga bagaimana membagi tanggung jawab dan peran pengusaha perikanan,
Perguruan Tinggi, LSM. Nikijuluw 2002 memamparkan beberapa model ko- manajemen yang telah dikembangkan di beberapa negara antara lain: ko-
manajemen instruktif di Bangladesh perairan umum dan Zambia Danau Kariba, ko-manajemen konsultatif di Malawi Danau Malombe dan Philipina
Teluk San-Miquel, ko-manajemen kooperatif di Philipina Kawasan Lindung Laut, Pulau San-Salvador dan Amerika Serikat Dewan Pengelolaan
Perikanan Pasifik, ko-manajemen advokatif di Denmark Regulasi Waktu Penangkapan dan Sri Langka Perikanan Pukat Pantai, dan ko-manajemen
informatif di Belanda Organisasi Produsen Ikan Sebelah dan Muzambik Perikanan Pukat Pantai.
D. Alternatif Strategi Pembangunan Perikanan Berkelanjutan
Level ke lima yakni penentuan prioritas alternatif strategi pembangunan perikanan berkelanjutan berturut-urut adalah peningkatan kesejahteraan
nelayan pekesnel, pelestarian sumberdaya pelsum, penegakan hukum penhuk, menjamin kebutuhan rakyat dan industri kebrakin, peningkatan
kemampuan armada dan alat tangkap pekearaltang, dan peningkatan PAD lihat Gambar 5.35. Keseluruhan program pembangunan yang dilakukan
141 pemerintah bersama-sama stakeholders lainnya adalah bagaimana
meningkatkan kesejahteraan nelayan.
0.29 0.32
0.09 0.12
0.13 0.05
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35
Bobot Relatif
Pelsum Pekesnel
Pekearaltang Kebrakin
Penhuk PAD
St rat
egi
Gambar 5.35 Prioritas utama strategi pembangunan perikanan berkelanjutan level 5
Pembangunan fisik dari sarana perikanan, industri perikanan, dan lembaga perikanan lainnya, tingkat keberhasilan kesemuanya bermuara pada upaya
peningkatan kesejahteraan nelayan. Kalau hanya fisik semata tentu tidak cukup dikatakan bahwa pembangunan perikanan berhasil, tetapi bagaimana
perkembangan kesejahteraan masyarakat nelayan ikut bergerak dan meningkat sejalan dengan perkembangan roda perekonomian wilayah. Parameter
peningkatan kesejahteraan nelayan antara lain: 1 peningkatan pendapatan keluarga, 2 pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, 3 peningkatan
pendidikan anggota keluarga, dan 4 peningkatan status kesehatan. Berdasarkan kajian-kajian Rapfish, CCRF, MCA, Optimalisasi Bio-ekonomi
sumberdaya perikanan di perairan Selat Bali yang telah diuraikan dalam sub- bab sebelumnya bahwa isu utama yakni terjadinya “overfishing”. Sehingga
upaya peningkatan kesejahteraan nelayan harus mampu bersinergi dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan yang didesain dalam
beberapa bentuk strategi pengelolaannya antara lain: 1.
Untuk peningkatan produksiekspansi, maka perlu mengembangkan wilayah tangkap fishing ground nelayan supaya melakukan penangkapan
142 di wilayah ZEE yang berada di sebelah Selatan paparan Jawa dan Bali. Hal
ini mengingat nelayan Muncar dan Pengambengan selama ini hanya beroperasi di Selat Bali saja sehingga harus berpindah area
penangkapannya. Namun demikian perlu dilakukan kajian kelayakan teknis dan ekonomis agar introduksi inovasi ini mudah dan cepat diadopsi
oleh nelayan. Tentunya akan merubah budayakebiasaan nelayan, keterampilan, dan teknologi yang digunakan antara lain: 1 meningkatkan
atau merubah kemampuan armada tangkap dari two-boat system menjadi one boat system,
2 merubah kebiasaan one day trip menjadi lebih 2 hari trip, 2 merubah sistem alat tangkap yang sesuai untuk perairan ZEE, 3
adanya variasikeragaman tangkapan yang bukan hanya dominansi ikan lemuru, sehingga perlu pengetahuan teknologi penanganan pasca panen
sistem rantai dingin cold chain system, dan 4 perlu membangun jaringan pasar baru hasil tangkapan. Sementara peran pemerintah ke depan
yakni mengembangkan fasilitas dan prasarana perikanan yang merupakan hasil keputusan bersama dengan masyarakat setempat. Fasilitas utama
yang perlu dikembangkan dan dioptimalkan dari Pelabuhan Perikanan Pantai PPP ke Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN dengan
menerapkan sistem standar operasional yang dipersyaratkan antara lain: 1 daerah penangkapan ikan yakni perairan teritorial dan ZEE, 2 tipe
armada =30 GT, 3 panjang dermaga 150 meter, 4 kedalaman pelabuhan 3 meter, 5 volume ikan yang didaratkan 30 ton per hari,
6 frekuensi kunjungan kapal =75 kali per hari atau 2250 GT per hari, 7 luas lahan =15 hektar, 8 adanya zone industri pengolahan hasil
perikanan, 9 adanya aktivitas ekspor, dan 10 adanya pengontrolan mutu hasil tangkapan didaratkan Lubis 2005. Sistem lelang hasil tangkapan
perlu disosialisasikan dan dioperasionalkan guna membangun sistem transaksi jual beli yang lebih kondusif dan transparan serta mampu
menerapkan tertib administrasi pencatatan yang lebih baik. 2.
Pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Bali yang berbasis pada peningkatan kesejahteraan nelayan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengaturan dan pengurangan jumlah armada tangkap purse seine.
143 b.
Pengaturan jadwal tangkapmengurangi terutama musim ikan masih fase pertumbuhan dengan tujuan untuk memberi kesempatan ikan
tumbuh berukuran lebih besar dan berbiak terutama pada bulan Agustus-Desember.
c. Pelarangan dan pemberian sanksi secara tegas sesuai dengan Hukum
yang berlaku bagi pengguna racun dan bahan peledak yang merusak sumberdaya.
d. Pengaturan jumlah upaya tangkap trip untuk memperkecil tekanan
terhadap sumberdaya ikan sesuaikan dengan rezim pengelolan lihat tabel 5.15.
e. Penetapan ukuran ikan yang boleh ditangkap atau minimal diterapkan
larangan penangkapan ikan lemuru sempenit 11 cm. Hal ini kaitannya dengan ukuran mata jaring yang digunakan nelayan supaya
merubah dari 0,5 inch menjadi 1 inch. f.
Melakukan perbaikan dan perlindungan daerah asuhan ikan yakni dengan melakukan reboisasi mangrove dan pengembangan fish
santuary marine protected area.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1.
S
tatus keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali dikategorikan
cukupsedang. Status keberlanjutan berdasarkan dimensi yang tertinggi dicapai dimensi etik, kemudian diikuti dimensi sosial, teknologi, etik, dan
ekonomi. 2.
Penilaian implementasi CCRF menunjukkan bahwa pembangunan
perikanan di Selat Bali dikategorikan cukupsedang.
3. Dimensi teknologi dan etik mendapat perhatian paling tinggi untuk
mencapai sustainable state. 4.
Nilai sustainability indicator criteria SIC tertinggi dicapai dimensi etik, kemudian diikuti dimensi teknologi, ekologi, sosial, dan ekonomi.
5. Atribut yang memiliki domain tertinggi yakni tingkat eksploitasi, gejala
penurunan jumlah ikan, dan tingkat pendapatan nelayan. Ketiga atribut tersebut disebut tactically significant.
6. Jumlah total PV-RL tahun 1985-2004 sebesar Rp 200,8 milyar
δ=15 dan Rp 108,9 milyar
δ=5,72. 7.
Jumlah depresiasi total sebesar Rp 29,95 milyar δ=15 setara dengan
77.669 ton ikan lemuru dan Rp 13 milyar setara dengan 33.796 ton ikan lemuru
δ=5,72. 8.
Nilai rata-rata optimal biomassa, hasil tangkapan dan effort input usaha penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali Untuk discount rate
market 15 masing-masing 8.944,72 ton, 22.296,49 ton, dan 4542 trip.
Sedangkan untuk discount rate Kula 5,72 masing-masing 9.303,73 ton, 22.331,31 ton, dan 4373 trip.
9. Untuk mencapai efisiensi kinerja penangkapan ikan lemuru perlu
dilakukan pengurangan purse seine dari 273 unit menjadi 112 unit yang dibagi untuk wilayah Muncar sebanyak 78 unit 70 dan
Pengambengan 34 unit 30. Disamping itu perlu pengaturan pola jadwal penangkapan dan relokasi fishing ground ke arah ZEE.