102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM
berawal dari peringatan Keuskupan Agung Semarang ke-50. Dalam peringatan tersebut membahas beberapa program yang salah satunya
adalah pembangunan museum. Museum yang diprogramkan tersebut diharapkan dapat menjadi museum yang hidup. Maksud dari museum yang
hidup adalah museum yang dapat menjadi sarana edukasi bagi setiap orang yang berkunjung sehingga museum bukan menjadi gudang mahal untuk
menyimpan benda-benda peninggalan sejarah. Museum yang hidup tersebut dibangun di Muntilan. Alasannya adalah pertimbangan historis
bahwa Muntilan adalah tempat Romo van Lith sebagai peletak dasar awal berkembangnya jemaat Katolik di Jawa memulai misinya sehingga disebut
Betlehem van Java. Karya misi yang ada di Muntilan memiliiki pengaruh yang kuat terhadap Keuskupan Agung Semarang. Pada saat itu Mgr.
Ignatius Suharyo menunjuk Romo Bambang Sutrisno sebagai ketua tim pelaksana
pembangunan museum
yang bernama
Pelayanan Pendampingan Penggembala Jemaat Keuskupan Agung Semarang. Dalam
pembangunan museum muncul berbagai kendala, yakni kepemilikan tanah, pendanaan, pembangunan gedung, dan pemahaman tentang
museum. Akan tetapi kendala tersebut dapat di atasi dengan cara musyawarah.
2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang berkaitan dengan pendidikan
karakter adalah kegiatan di bidang edukasi. Kegiatan edukasi yang diselenggarakan Museum Misi Muntilan yakni, pendampingan yang dibagi
menjadi dua yakni pendampingan panjang dan pendampingan singkat, Novena Misioner Selasa Kliwonan, dan kegiatan orientasi siswa baru
sekitar Muntilan. Kegiatan yang paling menonjol adalah pendampingan. Pendampingan ini dilakukan oleh tim edukasi kepada masyarakat.
Pendampingan bisa dilakukan di museum maupun di luar museum karena yang terpenting adalah semangat pengembangan karakternya. Hal ini
terkait dengan tujuan awal Museum Misi Muntilan didirikan sebagai museum yang hidup. Adanya kegiatan-kegiatan tersebut pengunjung yang
datang diharapkan dapat mengambil makna dari kunjungan yang dilakukan.Kegiatan edukasi di atas disebut berkaitan dengan pendidikan
karakter karena dalam penyelenggaraannya berkaitan erat dengan proses internalisasi atau penanaman nilai karakter dari tokoh-tokoh teladan ada di
Museum Misi Muntilan. 3.
Persepsi masyarakat terhadap keberadaan MMM sebagai sarana pendidikan karakter dari segi pengelola adalah positif. Hal ini didukung
oleh faktor internal dimana pengelola begitu memahami essensi dari berbagai kegiatan edukasi yang diselenggarakan. Selain itu, pengelola juga
sangat paham akan tokoh-tokoh misioner yang berkarakter. Untuk persepsi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat dari segi pengunjung dalam penelitian ini sebagian besar positif. Mereka yang memiliki persepsi positif berarti merasakan manfaat
dan makna dari kegiatan edukasi terutama pendampingan. Sebagian kecil yang memiliki persepsi negatif disebabkan belum merasakan manfaat dan
belum begitu paham dengan kegiatan yang dilaksanakan karena pendampingan hanya dilakukan satu kali. Persepsi masyarakat dari segi
guru terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter positif. Persepsi guru yang positif ini dipengaruhi oleh guru yang merasakan manfaat akan
pendampingan dan MMM tersebut sebagai sarana pembelajaran dan penyampaian nilai karakter yang dimiliki oleh tokoh teladan yang
ditampilkan di MMM.
B. Saran