membantu umat dalam menghadapi zaman dengan hati yang dikobarkan oleh peristiwa iman para leluhur.
237
MMM menjadi museum yang menekankan akan pentingnya menggali makna di dalam benda koleksinya. Hal ini menjadi
keistimewaan dari MMM sendiri yang tidak hanya mementingkan pada kegiatan pameran saja. MMM secara tidak langsung telah mempraktekkan teori yang
mengatakan bahwa museum memiliki peran strategis terhadap penguatan jati diri masyarakat dengan cara menggali makna yang ada pada koleksi dan disampaikan
kepada masyarakat yang berkunjung.
238
2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang Berkaitan dengan Pendidikan
Karakter
Ada tiga kegiatan yang dilaksanakan di MMM PAM. Kegiatan tersebut antara lain kegiatan di bidang koleksi, preparasi dan konservasi, dan edukasi.
Kegiatan di bidang koleksi berkaitan adalah mencari, mengumpulkan, menafsirkan nilai-nilai missioner peninggalan misi, serta menata dan menyajikan
koleksi.
239
Kegiatan di bidang koleksi ini tidak dilakukan dengan sembarangan. Hal ini sesuai dengan teori tentang penyajian koleksi. Penyajian koleksi tidak
hanya sekedar memperhatikan estetika atau keindahan tetapi juga informasi yang akan disampaikan kepada pengunjung.
240
Koleksi di MMM disajikan di dalam ruangan berdasarkan temanya. MMM tidak memajang koleksinya secara
kronologis melainkan tematis. Dilihat dari segi penyajian koleksinya yang tematik ini justru menjadi keistimewaan tersendiri bagi MMM sebab penyajian tematik
237
R. Sani Wibowo, SJ., op. cit, hlm. 5
238
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 88
239
R. Sani Wibowo, SJ op.cit, hlm. 5
240
Schouten, op. cit, hlm. 23
menjadi faktor eksternal dari permasalahan museum di Indonesia yang pada mulanya taksonomik dan kronologis.
241
Kegiatan berikutnya adalah kegiatan dalam bidang preparasi dan konservasi. Kegiatan ini berhubungan dengan mengelola dan memelihara gedung
museum serta mengusahakan pengembangan gedung dan sarana prasarana demi tercapai tujuan MMM PAM.
242
Misalnya memeriksa kondisi gedung museum dan merawat sarana prasarana yang ada. Kegiatan selanjutnya pada bidang edukasi.
Kegiatan ini berkaitan dengan membangkitkan semangat MMM PAM dengan merumuskan dan mengembangkan konsep misioner. Kegiatan bidang edukasi ini
secara konkret terwujud dalam pendampingan pengunjung.
243
Tim yang bertanggung jawab atas kegiatan bidang edukasi ini juga menerbitkan buku-buku
yang sesuai dengan konsep misioner MMM PAM.
244
Kegiatan di bidang edukasi yang diselenggarakan oleh MMM berkaitan erat dengan pembentukan karakter. Kegiatan edukasi di MMM dapat menjadi
sarana pendidikan karakter. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian
sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar, serta praktik emulasi usaha yang maksimal untuk mewujudkan makna dari apa-apa yang diamati dan
dipelajari.
245
Sesuai dengan teori di atas bahwa pendidikan karakter di MMM dapat dimaknai sebagai upaya yang dikembangkan melalui keteladanan para
tokoh misioner sebagai usaha untuk mewujudkan makna dari karakter tokoh
241
Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 55
242
R. Sani Wibowo, op.cit, hlm. 5
243
Ibid, hlm. 6
244
Ibid, hlm. 16
245
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 45
misioner yang dipelajari melalui kegiatan edukasi. Kegiatan edukasi yang sering diselenggarakan adalah pendampingan kepada masyarakat. Ada dua kategori
pendampingan yang dilakukan, yakni pendampingan singkat dan pendampingan panjang.
Pendampingan singkat adalah pendampingan yang dilakukan selama 30 menit sampai 3 jam. Pendampingan ini diselenggarakan dengan cara mengajak
pengunjung ke tempat presentasi film untuk diberi arahan, setelah itu diajak berkunjung sambil dijelaskan. Pendampingan singkat juga dilaksanakan untuk
pengunjung perorangan. Bagi tim edukasi MMM, walaupun hanya ada satu pengunjung tetap harus didampingi agar pengunjung tetap mendapatkan makna
dari kunjungannya tidak sebatas mengetahui yang tertera pada label. Untuk pendampingan panjang disebut dengan rekoleksi. Rekoleksi adalah
pendalaman yang bersifat rohani berkaitan dengan semangat hidup untuk umat Katolik. Pendampingan panjang dilakukan selama 4 jam hingga akhir pekan.
Selain rekoleksi, pendampingan ini bisa diselenggarakan dengan outbound ataupun permainan tertentu tergantung dengan jenis karakter yang akan
dikembangkan. Pendampingan panjang ini diharapkan bisa membuat masyarakat merasakan sungguh makna dari koleksi MMM untuk dirinya dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu cara yang dilakukan oleh tim edukasi MMM ketika
pendampingan berlangsung misalnya dengan menunjukkan koleksi gambar dari tokoh misioner Mgr. Soegijapranata. Pada saat pendampingan tim edukasi tidak
hanya menjelaskan pengetahuan umum. Tim juga menyampaikan nilai-nilai yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ada dari Mgr. Soegijapranata melalui semboyan 100 Katolik 100 Indonesia. Setelah itu pengunjung didorong dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif agar
pemahamannya dan nilai-nilai yang disampaikan semakin mendalam. Selain itu, kegiatan edukasi yang berkaitan dengan pendidikan karakter
adalah Novena Misioner Selasa Kliwonan yang sebelumnya bernama Novena Jumat Kliwonan. Novena Misioner Selasa Kliwonan yaitu pertemuan yang
diselenggarakan 35 hari sekali dengan menggunakan musik tradisional, shalawatan, pertunjukkan seni, khotbah, dan lain-lain. Kegiatan ini adalah hasil
kerja sama antara MMM PAM dengan pengelola Kerkoff. Walaupun kegiatan ini tidak berkaitan langsung dengan benda koleksi di MMM tetapi kegiatan ini
berkaitan dengan semangat yang diwarisi oleh para tokoh pendahulu. Hal ini terkait dengan tujuan yang dikehendaki oleh MMM untuk membawa umat sampai
pada anamnesis, yaitu penghadiran kembali karya misi dari masa silam ke masa kini yang digunakan untuk membantu umat dengan mengobarkan peristiwa iman
para leluhur.
246
Kegiatan edukasi lain yang masih berkaitan dengan pendidikan karakter adalah orientasi sekolah yang dilakukan atas kerja sama antara sekolah yang ada
di sekitar museum dengan MMM. Misalnya SMA Pangudi Luhur van Lith yang mengajak siswanya berkunjung ke museum untuk mengenal tokoh-tokoh terutama
Romo van Lith. Melihat kegiatan edukasi yang beragam tersebut tentu saja MMM tidak bekerja sendiri. MMM PAM melakukan kerja sama dengan jaringan kerja,
misalnya: kelompok Paroki Santo Antonius Muntilan, sekolah di sekitar museum
246
Sani Wibowo, SJ., op. cit, hlm. 5
seperti SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith, kerkoff, dan juga masyarakat sekitar.
Dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi MMM mengalami berbagai kendala. Pertama adalah kendala dalam inovasi penyelenggaraan. Inovasi
penyelenggaraan di sini berkaitan dengan cara menyampaikan sejarah dan semangat misi itu baik kepada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Untuk
mengatasi kendala tersebut tim edukasi MMM berusaha mengikuti pembelajaran secara rutin.
Kendala berikutnya adalah ketidakcukupan ruang. Semakin banyak orang yang mengenal museum, semakin banyak pula yang ingin menyumbangkan
koleksi. Sementara, koleksi yang ada sudah banyak. Kendala tersebut diatasi dengan mengajak pihak lain yang masih berkaitan untuk menyediakan ruangan
khusus sebagai tempat menyimpan sendiri koleksinya kemudian museum membantu dengan memberikan edukasi. Misal ketika ada yang ingin mempelajari
tentang Romo van Lith yang berpusat di Muntilan, tim edukasi MMM bisa bekerja sama dengan Gereja dan Susteran Fransiskan di Gedangan maupun gereja
tua di Ambarawa. Nantinya tim edukasi MMM yang akan bertugas merangkaikannya dalam bentuk katekese edukasi. Kendala lain adalah ketika
ada kunjungan yang mendadak sementara MMM sudah memiliki program lain. Ini menjadi kendala dalam pengaturan waktu karena tenaga dari MMM ini terbatas
sehingga belum bisa melayani pengunjung dengan jumlah yang sangat besar. Berdasarkan paparan di atas kegiatan edukasi di MMM yang berkaitan
dengan pendidikan karakter antara lain pendampingan kepada masyarakat, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Novena Misioner Selasa Kliwonan, dan pendampingan kepada siswa SMA Pangudi Luhur pada masa orientasi sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki
banyak nilai karakter yang dapat digali, tetapi karakter utama yang ditonjolkan adalah karakter misioner. Walaupun dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi
mengalami berbagai kendala, pengelola MMM selalu berusaha untuk mengatasi kendala tersebut.
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan