Novena Misioner Selasa Kliwonan, dan pendampingan kepada siswa SMA Pangudi Luhur pada masa orientasi sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki
banyak nilai karakter yang dapat digali, tetapi karakter utama yang ditonjolkan adalah karakter misioner. Walaupun dalam menyelenggarakan kegiatan edukasi
mengalami berbagai kendala, pengelola MMM selalu berusaha untuk mengatasi kendala tersebut.
3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Museum Misi Muntilan
Sebagai Sarana Pendidikan Karakter
Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan dan dipengaruhi oleh stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan,
diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang ada diinderanya.
247
Dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat terdiri dari pengelola Museum Misi Muntilan selanjutnya disingkat MMM
248
, pengunjung, dan guru di sekolah sekitar MMM.
Mayoritas pengunjung yang datang adalah umat Katolik. Umat Katolik pun masih terbagi ke dalam beberapa kategori. Misalnya kategori anak dan remaja
seperti komunitas sekolah, kelompok missdinar, kelompok sekolah minggu, dan kelompok komuni pertama. Kategori orang muda sebagai contoh adalah Panitia
Asian Youth Day AYD 2017. Untuk kategori dewasa, contohnya adalah keluarga, lingkungan, paroki, romo, uskup, dan lain sebagainya. Seiring dengan
perkembangannya MMM mulai dikenal oleh masyarakat luas. MMM mulai berani
247
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 53
248
Pengelola MMM antara lain: Romo Bambang Sutrisno, Pr. ketua tim pelaksana pembangunan MMM, Romo Nugroho, Pr. direktur MMM periode 2014 sampai 2018, Bapak Seno anggota tim
edukasi MMM, dan Bapak Muji guru agama Katolik dan salah satu anggota tim edukasi MMM.
membuka diri dengan membentuk jaringan dengan kelompok lintas iman, sebagai contoh kelompok NU. Tidak hanya itu saja pengunjung MMM juga ada yang
datang dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Negeri Yogyakarta. Mereka datang untuk mempelajari hal-hal berkaitan dengan sejarah
gereja. Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, peneliti membagi pengunjung ke dalam tiga kategori sesuai dengan teori, yaitu: pengunjung pelaku
studi, pengunjung bertujuan tertentu, dan pengunjung pelaku rekreasi.
249
Pengunjung pelaku studi ialah mereka yang menguasai bidang studi tertentu berkaitan
dengan koleksi
museum untuk
menambah pemahamannya,
melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu dan sebagainya.
250
Pengunjung bertujuan tertentu adalah pengunjung yang datang ke museum karena bertepatan
dengan acara pameran yang diselenggarakan oleh pihak museum. Pengunjung pelaku rekreasi ialah pengunjung yang datang ke museum untuk berekreasi tanpa
ada maksud tertentu atau memberikan perhatian khusus terhadap koleksi atau cerita yang ada.
251
Persepsi masyarakat terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter dari segi pengelola adalah positif. Pengelola MMM setuju jika MMM menjadi
sarana pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah sarana pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan
249
Schouten, op. cit, hlm. 10
250
Pengunjung dengan kategori pelaku studi di dalam penelitian ini adalah Tia mahasiswi Universitas Surabaya, Angel dan Sari Siswa SMA Pangudi Luhur van Lith, dan Ryan Saputra
Mahasiswa jurusan museologi UGM.
251
Pengunjung pelaku rekreasi di dalam penelitian ini adalah Bu Harjono, Pak Jimmy, Brurry Nugroho dan Pak Paulus Sulistyo
internalisasi nilai.
252
Hal ini sejalan dengan tujuan awal didirikannya museum dan berbagai kegiatan edukasi yang diselenggarakan oleh MMM. Tujuan awal
didirikan museum adalah untuk pendidikan karakter misioner. Karakter misioner adalah karakter orang yang berani menjadi saksi kegembiraan Injil. MMM juga
menjadi sarana tugas perutusan karya misi di mana tugas karya misi saat ini adalah pembentukan karakter. Walaupun karakter itu berasal dari internal
seseorang namun dapat dibentuk karena karakter itu sendiri dipengaruhi oleh keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan pergaulan dan lain-lain, misalnya saja
pembentukan karakter melalui kegiatan edukasi MMM.
253
Pembentukan karakter melalui edukasi di MMM ini salah satunya dengan pendampingan kepada
masyarakat. Pengelola MMM menyatakan bahwa pendampingan di MMM bertujuan
agar masyarakat mampu memahami diri sendiri dan menghargai sesamanya dan menjadi terbuka. Seseorang yang sudah pernah mengikuti pendampingan di
MMM diharapkan dapat memiliki karakter yang berani berpendapat, berprinsip, dan terbuka serta kritis seperti Romo van Lith.
254
Beliau adalah tokoh yang menjadi ikon di MMM. Romo van Lith menjadi ikon karena beliau adalah perintis
lahirnya jemaat Katolik di pulau Jawa dengan pembaptisan di Sendang Sono dan ia mengembangkan atau mewartakan Injil lewat karya pendidikan.
255
Romo van Lith membuka gagasan bahwa pola bermisi di Jawa tidak hanya dengan membaptis orang Jawa menjadi Katolik. Hal ini terkait teori perlunya misi
252
Doni Koesoema A, op. cit, Jakarta: Gramedia, 2010 hlm. 104-112
253
Sutarjo Adisusilo, op. cit, hlm. 76-77
254
Hasil wawancara dengan Romo Bambang Sutrisno pada tanggal 17 Mei 2017
255
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 12
sebagai motivasi eklesiologis yang mengatakan bahwa hubungan yang terjalin antara iman Gereja kepada Kristus ditandai dengan pembaptisan dan keanggotaan
di dalam tubuh. Iman, pembaptisan dan keanggotaan dalam Gereja menjadi persyaratan dalam menuju keselamatan. Namun, bukan sekedar soal menambah
jumlah penganut agama Kristen tetapi Iman akan Yesus Kristus menjadi usaha yang pertama.
256
Bagi Romo van Lith bermisi di Jawa adalah bentuk perjuangan kasih Allah untuk mengangkat martabat orang Jawa agar setara dengan orang
Eropa.
257
Romo van Lith sebagai ikon dari MMM tentunya adalah seorang misionaris dengan karakter yang kuat. Karakter yang dimaksud di sini adalah cara
berpikir dan berperilaku yang khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
258
Jika dikaitkan dengan teori tersebut maka karakter Romo van Lith antara lain beriman, berguna
bagi orang lain man for the others, dan menghargai budaya. Melalui karakter yang dimilikinya Romo van Lith berhasil menemukan cara mengatasi
permasalahan yang ada di Jawa yakni dengan pendidikan. Pendidikan diartikan sebagai proses perubahan pikiran dan perasaan, perilaku secara keseluruhan baik
terhadap individu maupun kelompok dengan melibatkan lingkungan sosial, struktur sosial, institusi sosial yang bertujuan mewujudkan masyarakat damai dan
sejahtera.
259
Teori tersebut sejalan dengan pendidikan yang dikembangkan oleh Romo van Lith. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Romo van Lith mampu
256
Edmund Woga, op. cit, hlm. 211-214
257
Tim Edukasi MMM PAM, Pendidikan Model van Lith, Muntilan: MMM, 2008, hlm. 29
258
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 43
259
Nyoman Kutha Ratna, op. cit, hlm. 74
mewujudkan masyarakat Jawa yang lebih sejahtera dan melahirkan orang-orang yang nantinya menjadi tokoh yang berguna bagi bangsa. Tokoh-tokoh tersebut
antara lain: Mgr. Soegijapranata, I.J. Kasimo, C. Simajuntak, dan Yos Sudarso. Dalam mendidik anak, remaja, dan kaum muda Romo van Lith tidak memandang
golongan kaya maupun miskin. Bagi Romo van Lith pendidikan tidak sekedar mencetak calon pegawai tetapi sebagai sarana untuk perwujudan iman.
Perwujudan iman berarti tekanan pada pengalaman atau tindakan hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani.
260
Usaha penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh Romo van Lith membuahkan hasil. Hasilnya adalah sekolah pendidikan guru yang didirikan di
Muntilan pada tahun 1904.
261
Pada tahun 1907 sekolah desa yang menjadi sebuah permulaan adanya pendidikan massal bercorak Barat dibuka di seluruh wilayah
Hindia Belanda. Para alumni dari sekolah Muntilan memiliki peluang kerja yang amat besar.
262
Pada tahun 1912, Pastor van Lith membentuk yayasan yang bernama Xaverius College dibantu oleh para Bruder FIC.
263
Sekolah ini mendapat sambutan baik dari masyarakat sehingga dalam perjalanannya sekolah yang
didirikan oleh Pastor van Lith semakin berkembang.
264
Melihat hasil karya dalam pendidikan tersebut terlihat kegigihan Romo van Lith dalam melakukan karya
misi di Jawa. Karya misi Romo van Lith tidak hanya berguna bagi gereja tetapi juga bagi bangsa Indonesia.
265
260
Tim Edukasi MMM, op. cit, hlm. 35-36
261
Kareel Steenbrink, op. cit, hlm. 384
262
Kareel Steenbrink, loc. cit
263
J. Soenarjo, Muntilan, op. cit, hlm. 14
264
J. Soenarjo, op. cit, hlm. 14
265
J. Soenarjo, loc. cit
Persepsi masyarakat berikutnya dilihat dari segi pengunjung. Masih berkaitan dengan teori persepsi yakni proses stimulus diterima oleh alat indera,
kemudian melalui proses persepsi sesuatu yang diindera tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterpretasikan, stimulus dapat datang
dari luar maupun dari dalam individu.
266
Stimulus yang dimaksud di sini adalah benda-benda koleksi MMM yang ditangkap oleh pengunjung melalui
penginderaan dengan indera penglihatan dan pendengaran. Pada umumnya sebelum masuk ke dalam MMM pengunjung merasa penasaran terhadap
koleksinya. Pendapat pengunjung tentang koleksi di MMM ada yang mengatakan
bahwa koleksi di museum lengkap dan menarik di mana setiap koleksi memiliki ceritanya masing-masing dan bermakna, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
koleksi MMM masih minim dan perlu ditambah lagi caranya melakukan kerja sama dengan paroki-paroki yang memiliki koleksi berkaitan dengan sejarah gereja
KAS. Setiap pengunjung memiliki pendapat masing-masing mengenai koleksi yang ada. Hal ini disebabkan oleh faktor internal berkaitan dengan kondisi
jasmani dan fisik seseorang dan faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap persepsi mereka dengan benda yang dilihat.
Faktor internal menjadi faktor yang paling berpengaruh, misalnya adanya pengalaman atau motivasi tertentu.
267
Pengunjung yang mengatakan koleksi di MMM tidak lengkap bisa saja karena dia memiliki ekspektasi yang tinggi
266
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 53-54
267
Ibid, hlm. 55
terhadap koleksi di MMM sebelum berkunjung atau dia sudah memiliki pemahaman tertentu tentang koleksi sebuah benda di museum.
Setelah masuk ke museum melihat koleksi dan mendapatkan pendampingan, kesan terhadap MMM pun muncul. Kesan pengunjung yang
muncul tersebut bermacam-macam dan hampir semua memiliki kesan positif. Kesan positif yang muncul seperti pengunjung merasa mendapatkan manfaat dari
mengunjungi museum. Pengunjung merasa mendapatkan inspirasi baru dan wawasan tentang sejarah gereja semakin bertambah. Pengunjung juga merasa
imannya semakin dikuatkan serta terdorong untuk memperbaiki diri dan melayani sesame serta merasa semakin bersyukur kepada Tuhan.
Kesan pengunjung terhadap MMM tergantung dari seberapa besar pemahaman maupun pengalaman dan minat yang dimiliki oleh pengunjung.
Kesan pengunjung ini bisa disebut persepsi. Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan.
268
Kesan tersebut adalah hasil dari suatu proses yang didahului oleh penginderaan terhadap koleksi yang ada di MMM, misalnya
dengan melihat koleksi dan mendengarkan cerita mengenai tokoh tertentu dibalik koleksi, kemudian hal tersebut disimpan dan diinterpretasikan oleh masing-
masing individu. Dalam hal ini menurut aplikasi dari teori persepsi dalam kehidupan disebut dengan impression formation. Impression formation, adalah
suatu proses dimana informasi tentang orang lain diubah menjadi pengetahuan atau pemikiran yang relatif menetap tentang orang tersebut.
269
Impression
268
Bimo Walgito, op. cit hlm. 53
269
Irbandi Rukminto Adi, op.cit, hlm. 114
formation tersebut berkaitan dengan bagaimana pengunjung melihat tokoh yang ada di museum sebagai inspirasi mereka.
Sejumlah pengunjung mengatakan tokoh yang menginspirasi adalah Romo van Lith. Pengunjung mengatakan walaupun Romo van Lith bukan orang
Indonesia, beliau sangat menghargai budaya dan gigih memperjuangkan martabat masyarakat Jawa melalui pendidikan. Menurut beberapa pengunjung karakter
yang ada pada diri Romo van Lith ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari bisa dengan menghargai budaya sekitar, peduli dengan sesama dengan tidak
membedakan orang lain, dan gigih dalam melakukan pekerjaannya. Masih berkaitan dengan tokoh yang menginspirasi ada juga pengunjung
yang terinspirasi dengan Mgr. Ignatius Suharyo. Alasannya karena memiliki latar belakang profesi yang sama sebagai anggota TNI. Karakter yang digali dari Mgr.
Ignatius Suharyo yaitu melakukan pelayanan dengan murah hati. Karakter tersebut bisa menjadi keteladanan bagi siapa saja bahwa melakukan pelayanan itu
harus secara murah hati. Cara memaknai nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang utama adalah berusaha menjadi orang yang sabar, penuh cinta
kasih dan juga rendah hati terhadap sesama. Tokoh lain yang menginspirasi pengunjung adalah Barnabas Sarikrama.
Barnabas Sarikrama merupakan orang yang pertama kali dibaptis oleh Romo van Lith. Barnabas Sarikrama mampu memberikan inspirasi karena perjuangannya.
Ketika itu kakinya sedang sakit, ia mau menempuh jarak jauh untuk bertemu dengan Romo van Lith dan dari situ ia mulai belajar agama Katolik. Ketika
kakinya mulai sembuh, sebagai ucapan terima kasihnya ia mengajak warga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
setempat untuk belajar agama Katolik bersama Romo van Lith. Karakter yang dapat digali dari Barnabas Sarikrama adalah rasa syukurnya dan kegigihannya.
Cara memaknai karakter Barnabas Sarikrama adalah dengan selalu bersyukur agar mendapatkan kebahagiaan dan gigih dalam memperjuangkan hal yang diinginkan
Tokoh-tokoh di atas hanyalah sebagian kecil dari tokoh yang ditampilkan di MMM. Setiap tokoh memiliki karakter khas yang dapat diteladani hingga
sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan teori berikut bahwa karakter secara universal dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar:
kedamaian peace, menghargai respect, kerjasama cooperation, kebebasan freedom, kebahagiaan happiness, kejujuran honesty, kerendahan hati
humility, kasih sayang love, tanggungjawab responsibility, kesederhanaan simplicity, toleransi tolerance, dan persatuan unity.
270
Nilai karakter universal pada teori di atas dimiliki oleh tokoh-tokoh yang ditampilkan di MMM.
Berkaitan dengan MMM sebagai sarana pendidikan karakter pengunjung dalam penelitian ini menyatakan setuju. Pengunjung berpendapat bahwa banyak
hal yang bisa dipelajari dari setiap tokoh yang telah dijelaskan oleh tim edukasi museum ketika pendampingan berlangsung. Banyak tokoh yang selama ini jarang
diangkat tetapi memiliki karya luar biasa dan bisa menjadi teladan termasuk kisah-kisah dari orang awam. Pengunjung juga mengaku senang dengan adanya
pendampingan sehingga mereka bisa mengetahui lebih tentang tokoh yang ditampilkan di sana. Seorang pengunjung memberi saran agar museum
disosialisasikan kepada OMK Orang Muda Katolik di paroki-paroki dengan
270
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 43
harapan agar ada yang terketuk hatinya dan muncul calon-calon pastor. Sementara itu, seorang pengunjung pelaku studi memiliki persepsi bahwa MMM sebagai
sarana pendidikan karakter adalah hal unik. Selama ini walaupun museum selalu dikatakan sebagai tempat edukasi, tetapi pada umumnya museum hanya fokus
pada kegiatan pameran saja. Hal ini berbeda dengan MMM. MMM justru memiliki sistem edukasi yang bagus diwujudkan dengan berbagai kegiatan
edukasi. Kegiatan edukasi MMM pun tidak hanya diselenggarakan di dalam museum saja tetapi juga di luar museum. Selain itu, tim edukasi MMM berlatar
belakang pendidikan agama sehingga bisa membentuk karakter. Persepsi masyarakat dari segi guru juga positif. Melihat koleksi dan
kegiatan yang ada di MMM para guru SMP Kanisius Muntilan dan SMA Pangudi Luhur van Lith setuju dengan MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Sesuai
dengan definisi dari pendidikan karakter yaitu sebagai upaya sadar dan sungguh- sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya.
271
Artinya para guru dan tim edukasi MMM sudah berusaha mengajarkan nilai-nilai melalui kegiatan edukasi. Guru SMA Pangudi Luhur van Lith merasakan bahwa
karakter yang ditanamkan pada siswa itu bisa dikembangkan sampai siswa lulus dari sekolah. Hal ini terbukti pada alumni-alumni yang memiliki nilai lebih ketika
dibandingkan dengan alumni SMA lain. Melalui pendampingan dan kegiatan yang didampingi oleh Romo
Nugroho, Pr. nilai-nilai karakter itu sejalan dengan yang ada di MMM. Mengenai MMM sebagai sarana pendidikan karakter guru SMP Kanisius mengatakan bahwa
271
Muchlas Samani dan Hariyanto, loc.it.
nilai karakter dapat dilihat dari keteladanan tokoh-tokoh yang ditampilkan di museum. Cara yang dilakukan untuk menyampaikan nilai karakter kepada siswa
adalah dengan memperlihatkan dan memahami benda-benda peninggalan para misionaris. Misalnya melalui pendampingan dijelaskan kepada siswa tentang
kedatangan para misionaris dengan karakternya yang sopan, ramah dan bisa menghargai budaya setempat.
Para guru ini memiliki persepsi positif karena mereka marasakan manfaat dari MMM. Para guru tersebut memanfaatkan MMM sebagai sarana pembelajaran
untuk menambah pengetahuan umum siswa khususnya yang beragama Katolik atau Kristen dan tidak menutup kemungkinan yang beragama lain. Para guru juga
merasakan manfaat dari kegiatan edukasi seperti pendampingan. Siswa diajak untuk melihat, memahami, dan meneladani tokoh-tokoh berkarakter yang
ditampilkan di museum. Ini mecerminkan bahwa pendidikan yang dilakukan di sekolah tersebut tidak hanya mementingkan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek
sosial dengan memanfaatkan pendampingan yang ada di MMM. Hal ini diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan bukanlah tempat membentuk
manusia yang hanya mementingkan aspek kecerdasan kognitif, melainkan upaya mencapai kemerdekaan, pembebasan, dan kesetaraan bagi setiap individu maupun
kelompok yang terlibat dalam pendidikan, terutama bagi peserta didik.
272
Mengenai MMM sebagai sarana pendidikan karakter ada juga sebagian kecil yang berpersepsi negatif. Persepsi negatif ini muncul dari pengunjung yang
terdiri dari siswa dan umum. Siswa yang diwawancarai oleh peneliti berpendapat
272
Mukhrizal Arif, dkk, op. cit, hlm. 247
bahwa pendidikan karakter di museum itu belum terlihat. Hal ini disebabkan karena mereka belum mendalami apa yang ada di museum dan berkunjung hanya
satu kali ketika masa orientasi saja. Salah satu pengunjung memiliki pendapat bahwa MMM sebagai sarana pendidikan karakter itu belum terlihat karena orang
yang datang kesana juga hanya sekedar berkunjung. Menurutnya agar pendidikan karakter itu terlihat harus ada proses di sana misalnya pendampingan secara intens
anak kecil setiap Minggu sehingga perubahan karakter pada anak dapat terlihat. Adanya perbedaan pendapat tentang MMM sebagai sarana pendidikan
karakter ini dikarenakan adanya faktor yang berpengaruh pada persepsi, terutama faktor internal yakni faktor dari dalam individu. Misalnya pemahaman atau
pengetahuan yang berbeda-beda mengenai museum. Persepsi bersifat individual karena berkaitan dengan perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman setiap
individu yang tidak sama sehingga dalam mempersepsi stimulus hasilnya berbeda.
273
Berdasarkan penelitian di atas sejumlah pengunjung memiliki persepsi yang positif terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Pendidikan
karakter adalah sarana pengembangan kemampuan yang berkesinambungan dalam diri manusia untuk mengadakan internalisasi nilai.
274
Ini diperkuat dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh MMM yang selalu berkaitan dengan
pengembangan nilai-nilai kehidupan.Walaupun ada yang berpendapat bahwa pendidikan karakter di MMM itu belum terlihat. Sebenarnya hal itu terjadi karena
273
Bimo Walgito, op.cit, hlm. 100
274
Doni Koesoema A, op.cit, hlm. 104-112
pemahaman mereka tentang kegiatan edukasi di MMM masih kurang dan merasa tidak mendapat manfaat dari kunjungan yang dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas masyarakat dalam penelitian ini memiliki persepsi positif terhadap MMM sebagai sarana pendidikan karakter. Hal ini
terlihat dimana masyarakat yang terdiri dari pengelola MMM, sejumlah pengunjung dan guru menyatakan setuju jika MMM digunakan sebagai sarana
pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki banyak fungsi seperti: 1 mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik; 2 membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan 3 meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
275
Fungsi pendidikan karakter pada teori di atas terwujud dalam kegiatan edukasi yang ada di MMM.
Melalui pendampingan masyarakat diajak untuk mengembangkan karakter sehingga bisa selalu berperilaku baik, dan membangun perilaku bangsa yang
multikultur dengan mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahkan dari luar negeri dan mengenalkan berbagai budaya melalui
acara Novena Misioner Malam Selasa Kliwon. Tujuan utama pendidikan karakter adalah menumbuhkan seorang individu menjadi pribadi yang memiliki integritas
moral dan mampu mengusahakan sebuah ruang lingkup kehidupan yang menghayati integritas moralnya dalam tatanan kehidupan masyarakat. Ruang
lingkup pendidikan karakter tidak hanya individual tetapi juga melibatkan lingkungan sosial seperti halnya di Museum Misi Muntilan.
276
275
Muchlas Samani dan Hariyanto, op. cit, hlm. 52
276
Loc. cit
102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan