Kendala Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM

b. Kendala

Beberapa kendala yang dihadapi ketika mendirikan museum adalah masalah kepemilikan tanah, pendanaan dan pemahaman tentang museum. Masalah kepemilikan tanah bermula karena tanah yang akan digunakan sebagai museum adalah tanah milik kongregasi Serikat Jesuit SJ. Sementara itu, orang umum melihat bahwa program tersebut adalah bagian dari program KAS yang identik dengan Imam Praja. Banyak pihak yang belum mengetahui jika pembangunan museum adalah program antara KAS, Serikat Jesuit, bruder FIC, dan Suster Fransiskan karena terkait dengan kawasan situs misi di Muntilan CL 13. 152 Berdasarkan buku Pedoman MMM untuk mengatasi kendala tersebut diterbitkan Surat Keputusan Bersama SKB antara Uskup Agung Semarang, Romo Provinsial S.J., dan Bruder Provinsial FIC yang menjelaskan bahwa Kongregasi Serikat Jesuit Provinsi Indonesia menjadikan aset tanah bagi pembangunan MMM, Kongregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah dipakai oleh Romo Sanjaya, Pr dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak KAS menjadi pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya. Kendala berikutnya yaitu mengenai pendanaan untuk pembangunan museum. Dalam hal pendanaan untuk pembangunan museum itu tidak mudah. Pembangunan museum tidak serta merta didukung berbeda dengan kegiatan 152 Romo Bambang, Pr. loc. cit gereja lainnya seperti ekaristi. Selain itu hasilnya tidak instan sebab museum ini adalah investasi jangka panjang CL 3. 153 Kendala lain dalam mendirikan museum adalah pemahaman tentang permuseuman. Ada yang memahami museum itu hanya pada sisi sejarah saja bahkan museum dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda kuno seperti gudang. Akan tetapi, ada juga yang memahami bahwa museum itu adalah sesuatu yang dinamis dan boleh berkembang CL 3 dan CL 4. 154 Dalam penyelenggaraannya juga muncul kendala. Kendalanya adalah MMM bukan hanya sebagai museum saja melainkan sebagai rumah bagi Komisi Karya Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS. Maka sebetulnya penyelenggaraan museum menjadi tidak fokus. Artinya terkadang yang berperan adalah Komisi Karya Misioner tetapi terkadang juga Karya Kepausan Indonesia. MMM pernah hanya dipahami sebagai sarana atau alat saja untuk menyelenggarakan karya-karya CL 4. 155

c. Proses Pengumpulan Benda Koleksi