Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM

dari pengunjung terlihat dari kesan yang mereka dapatkan setelah berkunjung. Mereka terinsipirasi dengan tokoh-tokoh yang ditampilkan dan di museum. Demikian juga dengan para guru yang merasa terbantu dengan adanya kegiatan pendampingan untuk siswanya. Hal ini memunculkan persepsi positif terhadap MMM. Persepsi negatif juga muncul dalam penelitian ini namun hanya sebagian kecil saja karena belum merasakan manfaatnya.

C. Pembahasan

1. Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM

Sejarah Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner selanjutnya disingkat MMM PAM bermula dari peringatan 50 tahun Gereja Keuskupan Agung Semarang KAS tanggal 25 Juni 1990. Pada peringatan tersebut Gereja KAS menyusun beberapa program. Beberapa program yang disusun tersebut diarahkan untuk umat. Beberapa program tersebut antara lain: pendataan, musyawarah pastoral, penulisan sejarah dan pendirian museum. 224 Gagasan tentang program pendirian museum itu muncul karena keuskupan mulai menyadari pentingnya sejarah keuskupan agar tidak dilupakan oleh umat. Maka, diperlukan sebuah lembaga atau tempat yang dapat membantu memunculkan kesadaran sejarah keuskupan bagi umat yakni museum. Museum memang bisa diselenggarakan oleh pemerintah maupun yayasan. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan museum dapat diselenggarakan oleh badan pemerintah dan 224 Tim MMM, op. cit, hlm. I dapat pula merupakan badan swasta, dalam bentuk perkumpulan atau yayasan yang di atur kedudukan, tugas dan kewajibannya oleh undang-undang. 225 Pada tahun 1992 sebenarnya sudah dirintis sebuah museum Gereja KAS yang berada di Wisma Uskup KAS, Jalan Pandanaran 13, Semarang. Museum tersebut berisi benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan sejarah Gereja KAS seperti peninggalan dari para missionaris, para pendiri kongregasi dan dokumen-dokumen penting yang berkaitan. Koleksinya pun cukup banyak. Namun, museum tersebut kurang memadai dan belum mendapatkan perhatian. Museum tersebut terlihat seperti gudang untuk menyimpan barang-barang kuno. 226 Sementara yang dimaksud dengan museum itu bukan hanya tempat untuk menyimpan benda-benda kuno saja tetapi sebagai tempat terbuka untuk umum yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan benda peninggalan sejarah, untuk tujuan penelitian, pendidikan maupun hiburan. 227 Melalui rapat Dewan Konsultator KAS yang dilaksanakan tanggal 3 Februari, 6 April, dan 1 Juni 1998 memutuskan untuk memindah museum KAS dari Semarang ke Muntilan. 228 Alasan Muntilan dipilih sebagai tempat untuk museum yang baru karena ada pertimbangan historis. Muntilan adalah tempat dimana Romo van Lith menjalankan karya misinya. 229 Romo van Lith memperoleh izin pemerintah untuk membuka sebuah pos misi di Muntilan, stasi 225 Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 24 226 Hasil wawancara dengan Romo Bambang, Pr. pada tanggal 17 Mei 2017 dan Bapak Muji pada tanggal 27 April 2017 227 Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 6 228 Tim MMM, op. cit, hlm. i 229 Ibid, hlm. 221 misi permanen pertama tanggal 21 Oktober 1897. 230 Hasil karya misi Romo van Lith masih dapat dilihat sampai sekarang ini seperti adanya sekolah-sekolah, Gereja Santo Antonius, pasturan, dan rumah sakit. Muntilan merupakan tempat munculnya tokoh-tokoh yang berpengaruh bagi perkembangan gereja maupun bangsa Indonesia. Bahkan, Muntilan juga disebut sebagai Betlehem van Java karena Muntilan adalah tempat dimulainya misi gereja Katolik dan tempat awal berkembangnya jemaat Katolik di Jawa. Muntilan telah menjadi pusat kaderisasi dan penggemblengan bagi Gereja Kristus. Muntilan dengan karya misinya tidak hanya dikenal dan berguna bagi gereja tetapi juga bagi bangsa Indonesia. 231 Setelah Muntilan ditetapkan sebagai tempat dibangunnya museum yang baru, kemudian tempat yang akan digunakan sebagai museum mulai dipertimbangkan. Tempat tersebut adalah pastoran Muntilan. Pastoran dipilih dengan alasan usia bangunan yang sudah tua dan letaknya dekat dengan gereja sehingga dinilai ideal untiuk dijadikan museum. Namun, gedung Pastoran Muntilan masih digunakan sehingga dibangunlah tempat baru sebagai pengganti. Tahap selanjutnya adalah penyusunan panitia. Panitia ini dinamakan Panitia Persiapan Museum Misi Muntilan Sejarah Gereja Keuskupan Agung Semarang dan Romo Bambang Sutrisno, Pr. dipilih sebagai ketua tim pelaksana dalam pembuatan museum oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Museum tersebut diharapkan dapat menjadi museum yang hidup. Museum yang hidup adalah museum yang dapat digunakan sebagai sarana edukasi dan tidak hanya sebagai sarana untuk memajang benda-benda sejarah. Hal ini sesuai dengan teori bahwa 230 Karel Steenbrink, op. cit,hlm. 375 231 J. Soenarjo, op. cit, hlm 14 museum adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, merawat dan memamerkan benda-benda bukti material manusia dan lingkungannya untuk tujuan penelitian, pendidikan dan hiburan. 232 Pada saat itu Romo Bambang, Pr. memiliki sebuah tim bernama P3J KAS Pelayanan Pendampingan Penggembala Jemaat Keuskupan Agung Semarang. Tim tersebut memiliki tanggung jawab dalam mengolah benda peninggalan sejarah agar lebih bermakna bagi kehidupan di masa kini. Hal ini memang menjadi tujuan dari MMM sebagai museum yang hidup. Artinya museum berguna sebagai sarana pembelajaran bagi umat khususnya mengenai dinamika hidup Gereja agar iman mereka semakin kuat. Pendirian MMM tidak terlepas dari berbagai kendala. Kendala dalam pendirian MMM antara lain masalah kepemilikan tanah, pendanaan selama pembangunan, pembangunan gedung pastoran yang baru dan pemahaman tentang museum. Kendala kepemilikan tanah tersebut bermula dari tanah yang akan digunakan sebagai museum adalah tanah milik kongregasi Serikat Jesuit SJ. Sementara, orang umum melihat bahwa program tersebut adalah bagian dari program KAS yang identik dengan Imam Praja. Padahal program pembangunan museum ini terkait dengan kawasan situs misi sehingga melibatkan banyak pihak. Pihak yang terlibat yaitu KAS, Serikat Jesuit, Bruder Frates Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis FIC, dan Suster Fransiskan. 232 Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 6 Kendala tersebut segera diatasi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama SKB antara Uskup Agung Semarang, Romo Provinsial SJ., dan Bruder Provinsial FIC No. 752AVII1999 Perihal Museum Misi Muntilan meneguhkan kesepakatan tidak tertulis yang telah berjalan. Kongregasi Serikat Jesuit Provinsi Indonesia menjadikan aset tanah bagi pembangunan MMM, Kongregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah dipakai oleh Romo Sanjaya, Pr. dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak KAS menjadi pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya. Pemakaian aset tanah Serikat Jesuit di kompleks misi Muntilan untuk karya permuseuman mendapatkan persetujuan Pater Jendral Serikat Jesuit lewat surat No. IDO 0113 tertanggal 10 Mei 2001. 233 Jadi, dengan adanya SKB tersebut menjadi jelas bahwa MMM bukan hanya program dari satu pihak melainkan banyak pihak. Kendala berikutnya adalah pendanaan selama pembangunan museum. Selama pembangunan museum memang dibutuhkan banyak dana. Hal ini diperkuat dengan teori yang mengatakan bahwa pembangunan suatu museum diperlukan banyak biaya mengingat fungsi museum bukan hanya sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno maupun tempat pameran dan dasar pengelolaan museum itu bersifat ilmiah untuk tujuan edukatif dan kultural. 234 Selain itu, pembangunan museum adalah sebuah gagasan yang baru ketika menggalang dana di gereja sehingga tidak serta merta mendapat dukungan. Gagasan ini berbeda dengan kegiatan gereja lainnya seperti ekaristi yang lebih mudah mendapatkan dana. 233 Ibid, hlm. iv 234 Amir Sutaarga, op. cit, hlm. 24 Kendala selanjutnya terjadi pada pembangunan gedung pastoran yang baru. Ketika itu pembangunan gedung baru tersebut sudah selesai tetapi muncul pihak yang merasa jika gedung tersebut kurang ideal digunakan sebagai pastoran. Untuk mengatasi kendala tersebut Mgr. Ignatius Suharyo kemudian memutuskan untuk menggunakan gedung baru tersebut sebagai museum. Maka, sampai hari ini masih bisa dilihat bahwa bangunan museum memiliki banyak kamar. Sebenarnya hal ini berkaitan dengan tujuan awal sebagai pastoran dan tempat untuk pertemuan OMK, PIA, dan seterusnya. Kendala lainnya yaitu tentang pemahaman terhadap museum. Ada yang memahami museum hanya pada sisi sejarah saja tetapi ada juga yang memahami sisi sifatnya yang dinamis sehingga bisa berkembang. Kendala seperti itu menjadi faktor internal permasalahan museum yang kerap terjadi di Indonesia yang terkait pemahaman dari tenaga museum itu sendiri. 235 Tenaga MMM tidak memiliki latar belakang yang cukup memadai untuk penyelenggaraan museum. Dalam penyelenggaraannya museum ini menjadi lembaga museum dan tempat berkarya bagi Komisi Karya Misioner KAS dan Karya Kepausan Indonesia KAS. Hal ini membuat penyelenggaraan museum menjadi tidak fokus sehingga MMM pernah hanya dipahami sebagai sarana atau alat saja untuk menyelenggarakan karya- karya. Pada akhirnya museum ini mulai difungsikan pada awal Januari 2002 dan berkantor di Jalan Kartini 3 Muntilan. Koleksi museum ini awalnya berasal dari benda-benda peninggalan dari Wisma KAS. Koleksi mulai bertambah ketika 235 Tjahjopurnomo, op. cit, hlm. 54 informasi tentang keberadaan museum disebarluaskan. Sejak saat itu koleksi MMM tidak hanya dari Wisma KAS tetapi dari berbagai tempat. Koleksi yang dimiliki pun bermacam-macam bentuknya seperti jubah, patung, gambar, lukisan, foto, naskah, panji-panji, souvenir dan sebagainya. Dalam perkembangannya, MMM disebut sebagai museum kaya karena koleksi yang dimiliki adalah benda asli bukan replika. Koleksi yang dimiliki museum pada umumnya berasal dari hibah. Hanya satu koleksi saja yang bukan dari hibah, yaitu Lonceng Prenthaler dari Boro. Pihak MMM harus mengganti lonceng tersebut dengan lonceng yang baru. Proses pengumpulan benda koleksi di MMM menggunakan kriteria tertentu walaupun belum ada rumusan definitif. Kriteria tersebut di antaranya adalah benda yang menjadi koleksi harus berkaitan dan memiliki nilai karya misi gereja KAS dan memiliki nilai bukan hanya lokal tetapi juga KAS. Benda-benda tersebut juga memiliki relevansi dengan tokoh-tokoh tertentu seperti biara, biarawati, uskup, dan awam dalam proses perkembangan gereja dari awal sampai perkembangannya. Akhirnya, pada tanggal 12 Desember 2004, museum diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Ignatius Suharyo. Beliau menetapkan nama museum menjadi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM. 236 MMM PAM adalah museum yang merawat dan mempresentasikan aneka koleksi peninggalan misi dengan sungguh-sunguh. MMM PAM berharap aneka koleksi bisa membawa umat sampai pada anamnesis, yaitu penghadiran kembali karya misi dari masa silam ke masa kini yang digunakan untuk 236 Tim MMM, op. cit, hlm. vii membantu umat dalam menghadapi zaman dengan hati yang dikobarkan oleh peristiwa iman para leluhur. 237 MMM menjadi museum yang menekankan akan pentingnya menggali makna di dalam benda koleksinya. Hal ini menjadi keistimewaan dari MMM sendiri yang tidak hanya mementingkan pada kegiatan pameran saja. MMM secara tidak langsung telah mempraktekkan teori yang mengatakan bahwa museum memiliki peran strategis terhadap penguatan jati diri masyarakat dengan cara menggali makna yang ada pada koleksi dan disampaikan kepada masyarakat yang berkunjung. 238

2. Kegiatan Museum Misi Muntilan yang Berkaitan dengan Pendidikan