Kemiskinan Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia

86 rumah tangga yang lebih tinggi, Sehingga dengan kata lain dapat dikatakan bahwa berkurangnya tingkat kemiskinan akan dapa meningkatkan IPM. Menurut penelitian Gevisioner 2007 bahwa jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pembangunan manusia. Sehingga kemiskinan tetap menjadi agenda dan tantangan uatama dalam pembangunan baik secara nasional maupun masing-masing daerah. Selain itu pengurangan dan peningkatan kualitas SDM harus terus di intepretsikan di setiap agenda pembangunan dan senantiasa diarahkan agar dapat memberikan dampak positif yang nyata terhadap peningkatan pendapatan dan penghapusan hambatan-hambatan sosial yang dihadapi oleh penduduk miskin. Kemiskinan terkait erat dengan variabel ekonomi makro lainnya baiksecara langsung maupun tidak antara lain tingkat upah tenaga kerja, tingkat pengangguran, produktifitas tenaga kerja, kesempatan kerja, geraksektor riil, distribusi pendapatan, tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi dan kualitas sumber daya alam. Sedangkan dalam aspek sosial, kemiskinan sangat terkait dengan tingkat dan jenis pendidikan, kesehatan, kondisi fisik dan alam suatu wilayah, etos dan motivasi kerja, kultur atau budaya, hingga keamanan dan politik serta bencana alam Yudhoyono dan Harniati, 2004. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat lepas dari penciptaan stabilitas ekonomi sebagai landasan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat Bappenas. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hambatan dalam meningkatkan IPM, hal ini dikarenakan kemiskinan membuat akses terhadap pendidikan dan kesehatan sebagai tolak ukur peningkatan IPM terganggu. Hal ini sesuai dengan definisi yang diberikan oleh BPS mengenai kemiskinan yaitu kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimalyang layak bagi kehidupannya. Ketidakmampuan ini akan mengganggu kebutuhan terhadap pendidikan dan kesehatan yang pada akhirnya akan membuat indeks pembangunan manusia menjadi rendah. Wilayah Perbatasan darat Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan, dimana persentase angka kemiskinan di wilayah tersebut secara umum lebih tinggi dari rata-rata nasional meskipun angka persentase kemiskinan mengalami penurunan setiap tahunnya, 87 antara lain ditandai oleh masih tingginya proporsi penduduk miskin, terutama di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Boven Digoel yang berda di Provinsi Papua dan NTT yang memiliki angka kemiskinan sebesar 40,11 persen dan 25,81 persen pada tahun 2010. Hal ini tentunya mempengaruhi kemampuan daya beli masyarakat di wilayah tersebut.

5.2.3 Pendidikan

Aspek pendidikan tidak hanya berkaitan dengan sarana pendidikan, tetapi terdapat aspek-aspek lain yang lebih menyentuh terhadap kualitas pendidikan tersebut. Dengan demikian dalam penelitian ini dimasukkan rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia sekolah SD dan SMP. Rasio jumlah guru terhadap jumlah penduduk usia SD dan SMP mempunyai pengaruh nyata terhadap indeks pembangunan manusia. Hal ini terlihat dari probabilitasnya yang sebesar 0,010. Nilai koefisien rasio jumlah guru-murid adalah -0,10218 untuk SD dan 0,008780 untuk tingkat SMP, yang berarti kenaikan 1 persen beban guru terhadap penambahan jumlah penduduk usia sekolah akan menurunkan indeks pembangunan manusia sebesar -0,14856. Berdasarkan uraian sebelumnya, diketahui bahwa pemenuhan ketersedian terhadap sumber daya pendidikan di wilayah perbatasan darat Indonesia telah tercukupi bahkan lebih baik dari standar yang ditetapkan. Selain itu juga diketahui bahwa indeks pendidikan di wilayah ini juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi ternyata hal ini tidak cukup untuk dapat membuat wilayah ini berada pada posisi nyang lebih baik dari sebelumnya. Jika ditelusuri lebih lanjut ternyata salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya Angka Partisipasi Murni APM penduduk untuk bersekolah terutama untuk jenjang pendidikan tingkat SMP dibandingkan angka partisipasi murni nasional. 88 Sumber: BPS diolah Gambar 5.1 Angka partisipasi murni APM sekolah tingkat SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010 Selain itu jika dilihat dari persentase angka putus sekolah tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama di masing-masing provinsi di wilayah ini, ternyata secara umum memiliki angka putus sekolah yang berada di atas angka putus sekolah Indonesia. Hal ini mengindikasikan angka putus sekolah di wilayah perbatasan darat ini cukup tinggi dan perlu mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat agar tidak semakin berkelanjutan. Tabel 5.3 Angka putus sekolah tingkat SD dan SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 – 2010 Provinsi SD SMP 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 NTT 2.01 3.53 3.10 2.81 5.24 8.24 6.61 0.84 Kalimantan Barat 3.10 2.90 2.54 2.56 4.64 7.47 5.87 0.99 Kalimantan Timur 4.85 3.21 3.08 3.28 3.10 4.43 2.22 1.48 Papua 4.04 3.35 3.1 2.81 3.55 3.53 4.23 2.73 Indonesia 2.37 1.81 1.64 1.65 2.88 3.94 2.49 2.06 Sumber: Kemendiknas, 2010. Pengaruh pengeluran pemerintah terhadap IPM dari hasil pengolahan data adalah berpengaruh positif dan signifikan dengan besarnya nilai koefisien sebesar 0,148092 dan p-value 0,0709. Artinya jika pengeluaran pemerintah bidang pendidikan bertambah sebesar 1 persen maka indeks pembangunan manusia akan mengalam peningkatan sebesar 14, 80 persen. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian mengenai pengeluaran pemerintah public expenditure yang sudah banyak dilakukan oleh para ahli. 65.32 10 20 30 40 50 60 70 2007 2008 2009 2010 Ind-10