Pendidikan Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia

88 Sumber: BPS diolah Gambar 5.1 Angka partisipasi murni APM sekolah tingkat SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 dan 2010 Selain itu jika dilihat dari persentase angka putus sekolah tingkat sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama di masing-masing provinsi di wilayah ini, ternyata secara umum memiliki angka putus sekolah yang berada di atas angka putus sekolah Indonesia. Hal ini mengindikasikan angka putus sekolah di wilayah perbatasan darat ini cukup tinggi dan perlu mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat agar tidak semakin berkelanjutan. Tabel 5.3 Angka putus sekolah tingkat SD dan SMP di wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007 – 2010 Provinsi SD SMP 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 NTT 2.01 3.53 3.10 2.81 5.24 8.24 6.61 0.84 Kalimantan Barat 3.10 2.90 2.54 2.56 4.64 7.47 5.87 0.99 Kalimantan Timur 4.85 3.21 3.08 3.28 3.10 4.43 2.22 1.48 Papua 4.04 3.35 3.1 2.81 3.55 3.53 4.23 2.73 Indonesia 2.37 1.81 1.64 1.65 2.88 3.94 2.49 2.06 Sumber: Kemendiknas, 2010. Pengaruh pengeluran pemerintah terhadap IPM dari hasil pengolahan data adalah berpengaruh positif dan signifikan dengan besarnya nilai koefisien sebesar 0,148092 dan p-value 0,0709. Artinya jika pengeluaran pemerintah bidang pendidikan bertambah sebesar 1 persen maka indeks pembangunan manusia akan mengalam peningkatan sebesar 14, 80 persen. Hal tersebut sejalan dengan beberapa penelitian mengenai pengeluaran pemerintah public expenditure yang sudah banyak dilakukan oleh para ahli. 65.32 10 20 30 40 50 60 70 2007 2008 2009 2010 Ind-10 89 Diantaranya penelitian Martin dan Lemis 1956, Goffman dan Mahar 1968, Ahmed-Javed-Lodh 2001 dan Sylvester 2002, dimana dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa negara yang memberikan perhatian lebih terhadap pendidikan sebagai anggaran dari pengolahan GDP akan mempunyai tingkat ketimpangan yang lebih rendah antara pengeluaran pemerintah dan anggaran pendidikannya. Hal tersebut didasarkan pada teori human capital, bahwa anggaran pendidikan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Pengeluaran pemerintah yang ditujukan sebagai perbaikan modal manusia pada dasarnya merupakan investasi, sehingga anggaran yang dibuat untuk bidang pendidikan diharapkan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dijadikan sebagai investasi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, Dengan kualitas pendidikan yang lebih baik maka akan mendukung pencapaian IPM yang tinggi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Jadi dapat dikatakan bahwa besarnya anggaran yang telah disusun dapat mempengaruhi pencapaian pembangunan manusia yang tinggi. Selain itu realisasi dari anggaran juga menjadi salah satu penilaian bagi suatu wilayah dalam peningkatan kualitas SDM khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan. Namun demikian investasi pendidikan berupa kemudahan akses pendidikan ini harus juga diikuti dengan mendorong partisipasi masyarakat terhadappendidikan. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat tentunya diperlukan perhatian dari pemerintah kembali sebagai pengambil kebijakan agar biaya murah terhadap pendidikan dapat dilakukan dan dilaksanakan sehingga semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan secara baik dan merata. Dengan meningkatnya partisipasi masyarakat pada pendidikan maka akan menjadi investasi tak hanya bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakatumum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Meningkatnya produktifitas akan meningkatkan penghasilan, kemampuan daya beli, kemampuan untuk memilih, daya saing dan sebagainya yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. 90 Pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan peningkatan terhadap besarnya belanja bidang pendidikan yaitu yang semuala pada tahun 1967-1997 anggaran pendidikan hanya sebesar 2-3 persen menjadi sebesar 10 persen dari keseluruhan APBN setelah era reformasi tahun 1998 dan yang terakhir melalui Undang-undang nomor 20 tahun 200, tentang Sistem Pendidikan Nasional, alokasi pengeluaran pendidikan menjadi sebesar 20 persen, dimana alokasi terebut digunakan untuk mendukung operasional penyelengaraan pendidikan, seperti penyediaan sarana danprasaran, termasuk pembangunan fisik gedung dan ruang belajar. Dengan kata lain alokasi dana 20 persen itu tidak termasuk gaji ataupun tunjangan tenaga pendidik dan kependidikan. Namun demikian dalam Human Development Report 2007, dari proporsi GDP pada tahun 2005, pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan Indonesia masih termasuk rendah, karena rata-rata negara di dunia persentase angarannya sebesar 4,6 persen sedangkan Indonesia hanya sebesar 0,9 persen dari PDB. Hal tersebut menunjukkan perhatian pemerintah untuk bidang pendidikan masih kurang, sehingga perlu ditingkatkan lagi, terutama realisasi dalam peningkatan kualitas pendidikan baik dari segi pelayanan maupun penyediaan fasilatas yang lebih lengkap dan memadai serta merata agar dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu juga diperlukan dalam hal memberikan akses yang lebih mudah bagi masyarakat ketika memperoleh pendidikan, memperbanyak beasiswa pendidikan, serta peningkatan BOS Bantuan Operasional Sekolah dengan pengawasan yang lebih baik dan merata di seluruh daerahwilayah. Dengan demikian berarti pemerintah telah berperan dalam peningkatan kualitas SDM.

5.2.4 Kesehatan

Pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap pembangunan dari hasil estimas adalah memiliki pengaruh negatif. Sehingga jika pengeluaran pemerintah bidang kesehatan mengalami penurunan maka indeks pembangunan manusia akan meningkat, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan UNICEF dan UNDP HDR, 2000 menemukan bahwa pada negara-negara berkembang pada umumnya terjadi diskriminasi yang serius pada pengeluaran publik untuk kesehatan antara 91 penduduk yang lebih kaya, dimana mereka mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang miskin. Sehingga terdapat bias yang sangat jauh untuk subsidi dalam bidang kesehatan. Berdasarkan uraian pada bab empat diketauhi bahwa pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berfluktuasi, dimana anggaran tahun 2008 cenderung lebih besar dibandingkan tahun berikutnya, yaitu 2009 dan 2010. Sementara itu jumlah penduduk di wilayah perbatasan secara umum semakin meningkat setiap tahunnya, ini mengindikasikan semakin kecilnya alokasi pengeluaran pemerintah per penduduk pada tahun 2009 dan 2010. Tabel: 5.4 Jumlah penduduk di wilayah perbatasan darat Indonesia 2007- 2010 KabupatenKota 2007 2008 2009 2010 Sambas 485,446 491,077 496,464 496,120 Bengkayang 201,600 205,675 209,927 215,277 Sanggau 382,594 388,909 395,061 408,468 Sintang 357,479 365,058 373,380 364,759 Kapuas Hulu 213,760 218,804 222,893 222,160 Kutai Barat 157,847 159,852 161,778 165,091 Malinau 56,107 59,200 62,423 62,580 Nunukan 125,421 132,886 140,707 140,841 Belu 418,004 441,451 465,933 352,297 TTU 211,350 213,153 214,842 229,803 Kupang 373,663 383,896 394,173 304,548 Merauke 168,513 172,478 176,466 195,716 Boven Digoel 33,995 34,786 35,581 55,784 Peg. Bintang 94,780 96,511 98,234 65,434 Keerom 42,582 44,402 46,282 48,536 Jayapura 215,609 243,930 224,615 256,705 Sumber: BPS diolah Penurunan alokasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan di wilayah kabupatenkota perbatsanan selama 2008 sampai 2010 ternyata tidak membuat indeks kesehatan di wilayah ini menurun. Hal ini salah satunya dikarenakan meningkatnya persentase rumah sehat di wilayah tersebut gambar 5.2 selama periode penelitian. Selain itu berdasarkan data profil kesehatan Indonesia 2010 juga diketahui adanya penurunan persentase jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi, terutama untuk wilayah di provinsi Nusa Tenggara Timur yang pada