72
jalan yang mempunyai peranan penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat setempat masih sangat memprihatinkan.
Tabel 4.1 Persentase infrastruktur jalan baik terhadap luas kabupatenkota wilayah perbatasan darat Indonesia tahun 2007
– 2010 KabupatenKota
2007 2008
2009 2010
Sambas 0.0008
0.0015 0.0010
0.0993 Bengkayang
0.0669 0.1079
0.1181 0.1320
Sanggau 0.0515
0.0396 0.0396
0.0386 Sintang
0.0281 0.0163
0.0178 0.0213
Kapuas Hulu 0.0134
0.0109 0.0108
0.0145 Kutai Barat
0.0074 0.0154
0.0154 0.0311
Malinau 0.0098
0.0130 0.0132
0.0136 Nunukan
0.1850 0.2813
0.2813 0.4370
Belu 0.1223
0.1534 0.1573
0.1881 TTU
0.4130 0.2955
0.2984 0.2984
Kupang 0.1570
0.1066 0.1207
0.0617 Merauke
0.0002 0.0009
0.0009 0.0005
Boven Digoel 0.0077
0.0002 0.0002
0.0220 Peg. Bintang
0.0013 0.0024
0.0024 0.0016
Keerom 0.0418
0.0418 0.0552
0.0172 Jayapura
0.2993 0.2993
0.2993 0.4455
Sumber: BPS kabupatenkotadiolah Rendahnya kualitas jalan yang ada di wilayah perbatasan ini tentu sangat
perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi dari pemerintah. Karena jalan memiliki fungsi yang sangat luas bagi masyarakat maupun suatu wilayah, maka
diperlukan suatu strategi tersendiri agar pembangunan infrastruktur jalan ini dapat memberikan hasil ataupun manfaat yang lebih luas. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono bahwa kunci bagi pembangunan infrastruktur yang inklusif dan berkelanjutan adalah konektivitas.
Infrastruktur yang inklusif dan berkelanjutan harus menghubungkan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungannya, pulau dengan pulau, kota
dengan kota, desa dengan desa. Selain itu juga pembangunan infrastruktur jalan harus dapat menciptakan konektivitas fisik, konektivitas institusional, dan
konektivitas antar masyarakat.
4.1.7 Pengangguran
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang akan memengaruhi manusia secara langsung Mankiw, 2007. Pengangguran yang berkepanjangan
73
secara pribadi akan menimbulkan efek psikologis dan secara nasional jika terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap kestabilan politik, sosial dan keamanan.
Variabel tingkat pengangguran terbuka di wilayah perbatasan darat Indonesia secara umum memiliki nilai persentase yang tidak jauh berbeda, yaitu berada pada
interval 2,25 persen hingga 0,365 persen pada tahun 2010.
4.2 Dinamika Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia IPM merupakan indikator yang mengukur pencapaian keseluruhan suatu wilayah, dimana IPM mengartikan kesejahteraan
secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto PDB, yang direpresentasikan oleh 3 dimensi,, yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan dan
Indeks Daya Beli. Sesuai dengan fungsinya sebagai suatu indikator, IPM dihitung untuk melihat keterbandingan antar wilayah atau daerah. Hal ini dimaksudkan
untuk melihat posisi relatif pembangunan manusia di suatu wilayah di banding wilayah lainnya. Sehingga diperoleh gambaran mengenai pembangunan manusia
pada wilayah tersebut. Indeks pembangunan manusia wilayah Perbatasan Darat Indonesia dari
tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Dengan melihat secara rinci pada gambar 4.7 terlihat bahwa terdapat tren positif pada besaran IPM
masing-masing kabupatenkota di wilayah perbatasan, dimana terdapat peningkatan nilai IPM pada setiap tahunnya, yang dapat diartikan bahwa secara
umum terdapat peningkatan pada bidang pendidikan, kesehatan dan pendapatan.Tetapi jika dibandingkan dengan rata-rata IPM kabupatenkota di
Indonesia, IPM wilayah perbatasan ini hampir seuruhnya berada dibawah rata-rata kecuali kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Nunukan dan Kota Jayapura.
Kenyataan ini mengindikasikan masih jauhnya ketertinggalan wilayah perbatasan dibanding dengan wilayah kabupatenkota lain, yang apabila hal ini dibiarkan,
maka akan semakin memperlebar kesenjangan antar wilayah. UNDP membedakan tingkat IPM berdasarkan klasifikasi yaitu: low IPM
kurang dari 50, lower-medium IPM antara 50 dan 65,99, upper-medium IPM antara 66 dan 79,99 dan high IPM di atas 80. Secara umum, daerah yang
mempunyai capaian IPM yang tinggi mempunyai tingkat kesejahteraan yang