Medan Wacana Analisis Pemberitaan tanggal 3 Februari 2016 “Gafatar difatwa Sesat,

Discourse Sarana Wacana Mode of Discourse “... diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar .” Majas Epitet

a. Medan Wacana

Medan wacana yang dibahas dalam berita edisi ini adalah mengenai pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang berisi himbauan terhadap pemerintah dan masyarakat untuk tetap melindungi para eks Gafatar setelah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI terhadap Gafatar. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan berikut: REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara Gafatar sesat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, meski organisasinya telah dinyatakan sesat, pengikut Gafatar harus dilindungi dari kemungkinan adanya tindakan main hakim sendiri dari masyarakat. 28 Pengikut-pengikut Gafatar tetap harus kita ayomi, kita bina dan lindungi hak-haknya, kata Menag di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu 32. 29 Dalam kutipan tersebut, Menag menghimbau agar para pengikut Gafatar dilindungi dari tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Kekhawatiran Menag terhadap tindakan main hakim sendiri masyarakat kepada anggota Gafatar dilatar belakangi oleh berbagai kerusuhan dan 28 “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 1. 29 Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi”, Republika Online 3 Februari 2016, Paragraf 2. pembakaran pemukiman seperti yang dialami para eks Gafatar di daerah Mempawah, Kalimantan Barat oleh masyarakat setempat. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut kata pemerintah, namun jelas pernyataan yang disampaikan Menag itu tertuju kepada pemerintah sebagai pemberi perlindungan kepada masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan tugas pokok Kementerian Agama yakni membantu presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Terkait hal tersebut, sebagai media massa, Republika Online berupaya menyampaikan sikap-sikap dari pihak-pihak yang berwenang kepada masyarakat. Ini senada dengan apa yang disampaikan pihak Republika Online mengenai sikapnya dalam memandang berbahaya atau tidaknya keberadaan Gafatar lewat kutipan hasil wawancara berikut: “Kami tidak pernah tahu berbahaya atau tidak karena yang memastikan berbahaya atau tidak adalah pihak-pihak yang mempunyai wewenang, Majelis Ulama Indonesia atau Kementrian Agama, gitu. Republika tidak pernah menyatakan itu berbahaya tapi kami hanya menyebarkan bagaimana pandangan dan sikap dari Kementrian Agama, MUI segala macem dan juga sikap-sikap dari pengadilan-pengadilan dan polisi yang selama ini mengurusi masalah Gafatar itu.” 30 Selanjutnya, Menag juga berharap tidak ada lagi masyarakat yang terpengaruh oleh ajaran sesat seperti Gafatar ini. Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI seharusnya diharapkan mampu menjadi pedoman untuk masyarakat agar tidak terpengaruh oleh aliran sesat sejenis Gafatar. Hal tersebut tertuang dalam kutipan berikut: 30 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Subarkah. Jakarta 13 Juni 2016. Dia sendiri merespons positif fatwa yang telah dikeluarkan MUI tentang Gafatar. Fatwa tersebut dapat menjadi pegangan bagi masyarakat dan diharapkan tidak ada lagi yang terpengaruh dengan ajaran sesat ala Gafatar. 31 Di sisi lain, sambung Menag, dikeluarkanya fatwa tentang Gafatar ini juga diharapkan menimbulkan inisiatif di kalangan tokoh-tokoh agama untuk merangkul kembali pengikut-pengikut Gafatar. 32 Pada alinea terakhir berita edisi ini, Menag menyampaikan kritiknya kepada tokoh-tokoh agama agar dapat merangkul kembali pengikut-pengikut Gafatar agar dapat kembali kepada ajaran Islam yang benar. Kutipan tidak langsung ini juga mempertegas pandangan Republika Online bahwa persoalan Gafatar ini selain tanggung jawab pemerintah, juga merupakan persoalan ulama dan tokoh-tokoh agama, karena berkaitan dengan umat Islam.

b. Pelibat Wacana