menyampaikan pendapat
terhadap kebijakan
pemerintah, tidak
mendapatkan izin terbit.
3
Dari berbagai perkembangan pers tersebut, pada mulanya pers terbit sebagai bagian usaha orang Belanda dan kemudian menjadi
pembawa kepentinganperusahaan perkebunan dan industri minyak. Isinya belum mencermninkan persoalan-persoalan politik pada masa itu, karena
memang sejak awal pemerintah Hindia Belanda mengatur berita-berita yang tidak berbahaya bagi pemerintah sendiri.
4
Selain koran dengan nama Indonesia, banyak bermunculan koran- koran dengan nama Cina pada saat itu, seperti Keng Po di Batavia, Lin Po
di Sukabumi, dan Sin Po di Bandung. Para pejuang di Indonesia seperti R.M Soewardi Soerjaningrat Ki Hajar Dewantara mendirikan Indonische
Persbureau pada tahun 1913 di Den Haag, Belanda. Lalu, L.N Palar di
Belanda juga mendirikan Persbureau Indonesia pada tahun 1928. R.M Tirto Adhisoerja mendirikan Bintang Betawi pada tahun 1894-1906 di
Batavia yang kemudian berganti nama menjadi Medan Prijaji pada tahun 1906-1912, dan masih banyak media lainnya.
5
2. Masa Penjajahan Jepang
Pemerintahan penjajahan Jepang melarang pers berbahasa Belanda dan Cina. Koran berbahasa Indonesia mendapat sensor ketat dari Jepang
3
Penerbit Buku Kompas, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia Jakarta: Kompas Media Nusantara, h.25.
4
Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, h.30.
5
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.30-31.
dan jumlahnya hanya beberapa saja yang tersisa, antara lain Asia raja Jakarta, Sinar Baroe Semarang, Sinar Matahari Jogjakarta, Soeara
Asia Surabaya, Kita Sumatera Shinbun Tapanuli, Shinbun Tarutung,
Atjeh Shinbun Kutaraja, Kantor berita Antara diganti namanya menjadi
Domei berbahasa Indonesia dan Yashima Berbahasa Jepang.
6
Semasa di Indonesia, Jepang membawa serta aturan sensor pracetaknya untuk diberlakukan di Indonesia. Jepang pula yang
memberikan kesempatan para pekerja industri pers dalam mengasah dan melatih keterampilan dengan menyediakan aneka program pelatihan bagi
para jurnalis.
7
3. Masa Orde Lama
Pada masa awal Indonesia merdeka, beberapa surat kabar terbit di berbagai daerah, antara lain Koran Merdeka, Pedoman, dan Berita
Indonesia di Jakarta, Waspada di Medan, Mimbar Oemoem di Tebing
Tinggi, Adil di Solo, Kedaulatan Rakjat dan Kantor Berita Antara di Jogjakarta. Sedangkan secara nasional, pada saat itu diperkirakan terdapat
sekitar 75 Surat Kabar dan Majalah, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Belanda dan Cina.
8
Era tahun 1950-1959 pers nasional berada pada masa pers liberal, sesuai dengan kondisi pemerintahan yang menggunakan sistem liberal
6
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31.
7
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru. Penerjemah. Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, h. 22.
8
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31.
pada saat itu. Waktu itu, beberapa surat kabar muncul, seperti Soerabaja Post
dan Jawa Pos di Surabaya, Kedaulatan Rakjat dan Minggoean Pagi di Jogjakarta, serta Pemandangan di Jakarta, dan masih banyak lagi di
daerah lainnya di Indonesia. Periode ini tercatat ada sekitar 104 surat kabar dan 226 majalah yang terbit dan bahasa yang digunakan juga beragam;
Indonesia, Inggris, Belanda dan Cina. Setelah tahun 1954, di seluruh Indonesia tercatat ada sekitar 286 Surat kabar yang terbit.
9
Perkembangan partai politik pada masa itu ikut memengaruhi media massa dengan munculnya surat kabar yang dibina partai politik saat
itu, seperti Soeloeh Indonesia PNI, Harian Rakjat PKI, Doeta Masjarakat
NU, Abadi Masyumi, dan Pedoman PSI. Sesudah dekrit presiden, Indonesia memasuki sistem demokrasi terpimpin termasuk surat
kabar dan majalah yang diseluruh Indonesia berjumlah sekitar 187 buah. Pada masa itu cirinya, informasi media massa tidak boleh bertentangan
dangan presiden. Justru yang beroplah besar adalah media yang dikelola partai politik, seperti Soeloeh Indonesia PNI, Harian Rakjat PKI,
Warta Bhakti Baperki, Doeta Masjarakat NU, dan Pedoman PSI.
Surat Kabar umum yang terbit di masa itu, antara lain Merdeka 1961, Sinar Harapan
1961 dan Kompas 1965.
10
Pada masa itu, pemerintah kemudian punya maksud unrtuk memobilisasi media massa. Ini dimaksudkan untuk membangun Indonesia
9
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, h.31-32.
10
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik , h.32.
menjadi sebuah bangsa yang kuat dan bersatu. Melalui Dekrit Presiden tahun 1962, kantor berita Antara LKBN Antara diposisikan tepat
dibawah presiden sebagai kantor berita nasional “semi pemerintahan”. Sekalipun operasional sehari-hari LKBN Antara berlangsung otonom,
namun kontrol pemerintah sangat terasa. Di kurun 1960an, LKBN Antara punya andil dalam revolusi sosial buatan Presiden Soekarno. LKBN
Antara pun ikut mendukung tumbuhnya Partai Komunis Indonesia PKI. Dalam pemberitaannya, LKBN Antara jadi sasaran kecaman dari sederetan
media lain yang lebih konservatif.
11
Pada bulan Maret 1957, pemerintah memberlakukan Undang- Undang Darurat dikenal sebagai Keadaan Bahaya dan Darurat Militer.
Aturan ini terbukti efektif membendung arus industri pers. Di tahun itu pemerintah menerapkan tindakan-tindakan keras terhadap pers seperti
menginterogasi, menahan, dan memenjarakan para jurnalis, melarang penerbitan pers dan sebagainya. Tindakan keras yang terjadi pada tahun
tersebut lebih banyak ketimbang masa antara Mei 1952 sampai Oktober 1965.
12
Pada kurun waktu tersebut Soekarno betekad memberangus koran- koran yang berbeda sikap dengan dirinya. Tanpa peduli pada dunia
internasional yang mengecam dirinya lantaran menekan pers, Soekarno
11
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 25-26.
12
David T. Hill, Pers di Masa Orde Baru, h. 27.
bersikukuh. Di rinya berkata, “tidak mengizinkan kritik destruktif terhadap
kepemimpinan saya.
13
Selama pemberlakuan Undang-Undang Darurat tersebut, koran- koran dilarang terbit dengan aneka alasan „politis‟, misalnya dinilai
mendukung aspirasi daerah ketimbang pemerintah pusat atau dipandang menghina presiden, politisi senior dan tokoh militer. Hal ini terjadi pada
Masyumi dan PSI yang mendapatkan tekanan keras oleh pemerintah. Abadi
akhirnya terpaksa tutup di penghujung tahun 1960. Awal tahun 1961 giliran Pedoman yang kena pasung. Sebaliknya, sirkulasi Harian
Rakyat meningkat secara pasti hingga mencapai angka 70.000 pada tahun 1964. Tahun 1965, Harian rakyat sempat mencatatkan angka 85.000
eksemplar sebelum akhirnya dilarang terbit bersama dengn penerbitan- penerbitan „kiri‟ lainnya pasca kup militer 1 Oktober pada tahun tersebut.
14
4. Masa Orde Baru