Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan protap yang
telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat
dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung. Dalam kegawatdaruratan diperlukan 3 kesiapan, yakni :
1. Siap mental, dalam arti bahwa ”emergency can not wait”. Setiap unsur yang
terkait termasuk perawat harus menghayati bahwa aritmia dapat membawa kematian dalam 1-2 menit. Apnea atau penyumbatan jalan napas dapat
mematikan dalam 3 menit. 2.
Siap pengetahuan dan keterampilan. Perawat harus mempunyai bekal pengetahuan teoritis dan patofisiologi berbagai penyakit organ tubuh penting.
Selain itu juga keterampilan manual untuk pertolongan pertama. 3.
Siap alat dan obat. Pertolongan pasien gawat darurat tidak dapat dipisahkan dari penyediaanlogistik peralatan dan obat-obatan darurat.
2.18. Kegawatdaruratan
2.18.1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu SPGDT
Suatu sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra – rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan pelayanan antar
pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respons cepat yang menekankan pada “Time Saving Is Life And Limb Saving”, yang melibatkan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, paramedis, ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi Kemenkes, R.I, 2011.
2.18.2. Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas pemadam kebakaran, polisi, tenaga dari unit khusus, tim medis gawat darurat dan tenaga
perawat gawat darurat terlatih. Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut:
1. Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan.
2. Tempat Penampungan Sementara
3. Pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan.
4. Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
Pertolongan pertama yang diberikan kepada korban dapat berupa kontrol jalan nafas, fungsi pernafasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol
pendarahan, imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat bahwa, bila korban masih berada dilokasi
yang paling penting adalah memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan
pertama utama, seperti mempertahankan jalan nafas, dan kontrol pendarahan. Resusitasi kardiopulmoner tidak boleh dilakukan dilokasi kecelakaan pada bencana
missal karena membutuhkan waktu dan tenaga.
2.18.3. Teknik Pengkajian Fisik yang Dibutuhkan pada Keperawatan Bencana
Universitas Sumatera Utara
Menentukan pasien dapat berjalan atau tidak, dapat dilakukan dengan melihatnya saja. Pada kondisi normal, untuk mengamati pernafasan, sirkulasi darah,
dan kesadaran digunakan kriteria yang banyak. Sebagai contoh: saat mengamati pernafasan, harus di cek jumlah, dalamnya pernafasan, pola, dan kesimetrisan
gerakan dada. Lebih lanjut lagi dapat dilakukan pengamatan secara detail dengan menggunakan alat-alat monitor. Tetapi pada saat harus mengamati kondisi pernafasan
terhadap banyaknya pasien dalam waktu 30 detik triase, maka tetapkan terlebih dahulu apakah pasien tersebut bernafas atau tidak. Pengkajian fisik sangat
memerlukan penggunaan kelima panca indera secara optimal Zailani dkk, 2009.
1. Pengamatan pada Pernafasan
Saat menemukan seseorang yang terluka, hal pertama yang harus diamati adalah apakah korban bernafas atau tidak. Untuk melakukan hal ini, dekatkan diri anda
ke wajah pasien, lihat pergerakan dadanya, dengarkan suara nafasnya di pipi anda secara bersamaan. Jika pasien tidak bernafas, maka bebaskan jalan nafas
dengan metode “chin lift, head tilt”, kemudian lakukan cek ulang. Jika pasien tetap tidak bernafas setelah dibebaskan jalan nafasnya, maka berikan kartu hitam
padanya. Sebaliknya, jika korban terlihat bernafas berikan kartu merah padanya. Jika pasien bernafas tanpa harus dibebaskan jalan nafasnya, lakukan cek berikut.
Apabila mereka bernafas lebih dari 30 kali per menit, maka berilah kartu merah. Jika mereka bernafas antara 15 – 30 kali per menit, maka lakukanlah pengecekan
pada sirkulasi darahnya.
2. Pengamatan pada Sirkulasi Darah
Universitas Sumatera Utara
Lakukan cek urat nadi bersamaan dengan “Tes Blanch”. Tes Blanch adalah tes yang dilakukan untuk mengamati sirkulasi darah dibagian kuku. Jika ujung kuku
pasien yang berwarna merah muda ditekan selama 5 detik, maka dasar kuku akan berubah warna menjadi putih. Ketika tekanan tersebut dilepaskan dan dalam
waktu 2 detik dasar kuku nya berubah kembali menjadi merah muda, maka pasien tersebut masih baik sirkulasinya. Tetapi dalam kondisi udara yang dingin,
bisa saja perubahan warna dasar kuku ini memakan waktu lebih dari 2 detik. Jika hasil tes blanch lebih dari 2 detik dan nadinya pun tidak teraba, maka berikan
kartu merah pada pasien tersebut. Jika urat nadi dapat teraba dan warna dasar kuku berubah kembali dalam waktu 2 detik maka lakukan pengamatan kesadaran
pada pasien.
3. Pengamatan Kesadaran
Cek apakah pasien dapat melakukan perintah sederhana seperti “coba tangannya menggenggam” atau “coba matanya dibuka”, dan lain-lain. Jika pasien dapat
merespon perintah tersebut, maka berikan kartu kuning. Dan jika tidak dapat merespon berikan kartu merah. Namun ada kalanya beberapa pasien tidak
mampu mengikuti perintah sederhana karena syok psikologis sesaat setelah bencana, maka perhatikanlah dengan teliti kondisi pasien tersebut. Jika tersedia
manset tensimeter sebagai peralatan medis paling minimum yang harus ada, maka dapat dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Tetapi lebih baik diingat
bahwa dengan mendeteksi nadi di beberapa bagian, maka akan diketahui indikator tekanan darah sistolik dengan perkiraan kasar. Apabila nadi radial
Universitas Sumatera Utara
terdeteksi maka tekanan sistoliknya berkisar antara 80 mmHg atau lebih; jika nadi femoralis yang terdeteksi maka tekanan adarah sistolik berkisar antara 70
mmHg atau lebih; dan kalau yang terdeteksi adalah nadi karotis maka tekanan sistolik berkisar antara 60 mmHg atau lebih.
Pada Fase Akut Bencana yang memakan banyak korban, terdapat elemen- elemen tentang keperawatan Gawat Darurat. Tetapi karakteristik Keperawatan
Bencana adalah “memberikan pelayanan medis yang terbaik kepada sebanyak mungkin korban dalam kondisi terbatasnya sumber”. Oleh karena itu, dituntut adanya
kemampuan untuk membuat keputusan dalam memberikan prioritas pelayanan medis dengan menggunakan sistem triase, dimana cara ini berbeda dengan apa yang sering
mereka lakukan dalam kondisi biasanormal. Teknik pengkajian fisik yang digunakan dalam triase Bencana, secara prinsip menuntut perawat untuk menggunakan kelima
panca inderanya dan untuk mengoptimalkannya maka perawat harus terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya dalam kondisi normal Zailani
dkk, 2009.
2.19. Perawat