D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning
Menurut  Makrifah    Nuryono  2014:1,  bimbingan  klasikal merupakan  suatu  layanan  bimbingan  dan  konseling  yang  diberikan
kepada  peserta  didik  oleh  guru  bimbingan  dan  konseling  Guru  BK atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang
dilaksanakan  di  dalam  kelas.  Kemudian  guru  BK  atau  konselor berkolaborasi  dengan  guru  mata  pelajaran  atau  wali  kelas,  dalam
rangka  memperoleh  informasi  tentang  peserta  didik  terkait  prestasi belajar,  kehadiran,  maupun  perkembangan  pribadi-sosialnya,
membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek  bimbingan  yang  dapat  dilakukan  oleh  guru  mata
pelajaran.  Sebuah  program  bimbingan  dapat  berjalan  secara  efektif apabila  didukung  oleh  semua  pihak,  dalam  hal  ini  khususnya  para
guru  mata  pelajaran  dan  wali  kelas adaptasi  dari  Depdiknas 2008:25.
Kolb  dalam  Sinaga,  2013  memaparkan  bahwa, experiential learning merupakan  tindakan  untuk  mencapai  sesuatu  berdasarkan
pengalaman  yang  secar  terus  menerus  mengalami  perubahan  guna meningkatkan  keefektivan  dari  hasil  belajar.  Pendekatan experiential
learning bertujuan  untuk  mempengaruhi  peserta  didik  melalui  tiga cara,  yaitu  1  mengubah  struktur  kognisi  peserta  didik,  2
mengubah  sikap  peserta  didik,  dan  3  memperluas  keterampilan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterampilan  peserta  didik  yang  telah  ada.  Ketiga  elemen  tersebut saling  berhubungan  dan  mempengaruhi  secara  keseluruhan,  tidak
terpisah-pisah  karena  apabila  satu  elemen  tidak  ada,  maka  kedua elemen lainnya tidak akan efektif.
Berdasarkan uraian di  atas  mengenai bimbingan  klasikal  dan pendekatan experiential  learning,  maka  peneliti  mendefinisikan
layanan bimbingan
klasikal kolaboratif
dengan pendekatan
experiential  learning sebagai  berikut.  Bimbingan  klasikal  kolaboratif dengan  pendekatan experiential  learning merupakan model layanan
bimbingan  konseling  yang  diselenggarakan  oleh  konselor bekerja sama  dengan guru  mata  pelajaran sebagai  mitra  kolaboratif, untuk
membantu  mengoptimalkan  proses  belajar  peserta  didik  dari  segu pribadi,  sosial,  belajar,  dan  kariernya.
Model  bimbingan  ini diselenggarakan dalam  bentuk  tatap  muka  dan  setting  kelas  jumlah
peserta  didik  rata-rata  30  orang,  yang  membahas  materitopik layanan  sesuai  kebutuhan  peserta  didik,  yang  mana  dalam
penyelenggaraannya  peserta  didik  dibimbing untuk  menggunakan kemampuan dasar pembelajaran experiential learning, yaitu
:
a. Concrete  experience mengutamakan  kemampuan  mengolah perasaan,
maksudnya peserta
didik melibatkan
diri sepenuhnya dalam pengalaman baru.
b. Reflection observation
mengutamakan kemampuan
mengamati,  maksudnya  peserta  didik  mengobservasi  dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merefleksi  atau  memikirkan  pengalamannya  dari  berbagai sudut pandang.
c. Abstract conceptualization
mengutamakan kemampuan
berpikir,  maksudnya  peserta  didik  menciptakan  konsep- konsep  yang mengintegrasikan  observasinya  menjadi  teori
yang sehat. d. Active  experimentation mengutamakan  kemampuan  berbuat
sesuatu,  maksudnya  peserta  didik  menggunakan  teori  atau konsep  itu  untuk  memecahkan  masalah-masalah  tertentu  dan
mengambil keputusan. Proses penyelenggaraan  layanan  bimbingan  klasikal  kolaboratif
dengan pendekatan experiential learning secara detail divisualisasikan pada  gambar  2.1.  Gambar  2.1.  menjelaskan  bahwa  implementasi
pendidikan  karakter  berbasis  layanan  bimbingan  klasikal  kolaboratif dengan  pendekatan experiential  learning terdiri  dari dua rangkaian
proses  yang  saling  terkait  satu  sama  lain. Dua  rangkaian  proses tersebut  yakni, 1 proses  pembelajaran  dengan layanan  bimbingan
klasikal  dengan pendekatan experiential  learning dan 2 proses kolaborasi  antara  guru  BK  fasilitator  dengan  guru  mata  pelajaran
mitra  kolaboratif. Pada  proses nomor  1, subjek  diajak  untuk berdinamika  kelompok  dan mengalami empat  tahapan  belajar
concrete experience, reflection observation, abstract conceptualization, dan active experimentation. Pada proses nomor 2, terjadi kerja sama
antara  fasilitator  dengan  mitra  kolaboratif dalam  penyelenggaraan layanan  bimbingan  klasikal  kolaboratif.  Pada  penelitian  ini  proses
nomor  2,  peran  fasilitator  diemban  oleh  peneliti  dan  peran  mitra kolaboratif  sebagai  observer  diemban  oleh  guru  BK  dan  guru  mata
pelajaran Kewarganegaraan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Siswa mendengarkan instruksi dinamika kelompok
b. Siswa membentuk kelompok c.
Siswa melakukan dinamika kelompok sesuai instruksi Guru  BK  dan  Guru  MaPel  terlibat  dalam  dinamika
kelompok sebagai observerfasilitator a.
Siswa merefleksikan dinamika kelompok b. Siswa
membagikan hasil
refleksi dinamika
kelompok Guru  BK dan  Guru  MaPel  terlibat  dalam  dinamika
kelompok sebagai observerfasilitator
a. Siswa  menyebutkan  nilai-nilai  yang  didapatkan
melalui dinamika kelompok b. Siswa memaknai nilai-nilai yang didapatkannya itu
Guru  BK  dan  Guru  MaPel  terlibat  dalam  dinamika kelompok sebagai observerfasilitator
a. Siswa  membuat  niatan-niatan  diri  berdasarkan  nilai-
nilai yang dimaknai setelah berdinamika kelompok b. Siswa  menerapkan  niatan-niatan  diri  itu  dalam
kehidupannya sehari-hari Guru  BK  dan  Guru  MaPel
bekerjasama  dalam mengamati  dan  memberikan  umpan  balik  terhadap
perilaku siswa
Experiential Learning
Concrete Experience 1
Reflective Observation 2
Abstract Conzeptualization 3
Active Experimentation 4
Gambar 2.1. Proses Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning
E. Hakikat Karakter kepemimpinan Demokratis