berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat Danandjaja, 1984:2. Menurut Kamus
Istilah Sastra 2007, folklor merupakan semua tradisi rakyat, seperti kepercayaan, warisan kebudayaan, dan adat-istiadat yang tradisional; biasanya hanya mencakup
bahan-bahan yang disebarkan secara lisan, tetapi sekarang meliputi sumber tertulis tentang tradisi, pandangan hidup, kebiasaan rakyat, balada rakyat,
dongeng, mitos, peribahasa, pepatah. Kusumo
Priyono 2006:9
mengelompokan dongeng
dari keberagamannya, yaitu dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat legenda, dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang fabel, dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara, dongeng yang berkaitan
dengan kepercayaan nenek moyang mite, dan dongeng yang berkaitan dengan cerita rakyat.
Menurut Amir dalam buku Sastra Lisan Indonesia, berbicara tentang sastra lisan bukanlah sesuatu yang baru hal ini sudah lama ada, walaupun dengan
istilah yang berbeda. Buku-buku lama tentang sastra di Indonesia menyebutnya dengan beberapa istilah seperti sastra lama Sutan Takdir Alisjahbana, Zuber
Usman, Simorangkir Simanjuntak ataupun sastra tradisional dan sastra klasik Winstedt, Liauw Yock Fang. Ada juga yang menyebut sastra rakyat Ismail
Husein. Sastra lama ataupun sastra tradisional ini dipertentangkan dengan sastra baru atau sastra modern 2013:2.
Penulis memilih dongeng OAK sebagai topik dalam penelitian ini dengan alasan sebagai berikut. Pertama, dongeng ini belum pernah didokumentasikan dan
diteliti. Kedua, dongeng ini memiliki ajaran moral yang penting bagi sarana pendidikan karakter.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana varian teks-teks dan perbandingan teks dongeng Orong Agu
Kode? 1.2.2
Bagaimana struktur morfologi dan identifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode?
1.2.3 Apa makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat
Manggarai Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1.3.1
Menerbitkan, mendokumentasikan, dan menganalisis perbandingan teks dongeng Orong Agu Kode. Hal ini akan dibahas dalam Bab III. Sebelum
secara khusus menerbitkan teks dongeng OAK, akan dijelaskan terlebih dahulu konteks sosial-budaya masyarakat Mabar. Hal ini akan dijelaskan
dalam Bab II. 1.3.2
Menganalisis struktur morfologi dan mengidentifikasi pelaku dongeng Orong Agu Kode. Hal ini akan dibahas dalam Bab IV
1.3.3 Menjelaskan makna dan fungsi dongeng Orong Agu Kode bagi masyarakat
Manggarai Barat. Hal ini akan dibahas dalam Bab V.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi atas teoritis dan praktis, yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Objek penelitian ini adalah sastra lisan dongeng Orong Agu Kode. Hasil penelitian dongeng Orong Agu Kode akan bermanfaat untuk memberikan
penjelasan bagaimana proses analisis struktur morfologi cerita rakyat Orong Agu Kode ke dalam empat lingkaran satuan naratif menurut teori Vladimir Propp.
Kemudian menganalisis tokoh-tokoh dongeng Orong Agu Kode yang diidentifikasi ke tujuh jenis pelaku yang terdapat dalam cerita rakyat. Selain
menganalisis morfologi cerita rakyat, akan dijelaskan juga fungsi dan makna dongeng Orong Agu Kode.
1.4.2 Manfaat Praktis
Selain bermanfaat secara teoritis, mengkaji dongeng Orong Agu Kode ini dapat melestarikan atau mengungkap kembali dongeng-dongeng yang ada di
daerah Manggarai Barat yang mulai punah atau tidak pernah diceritakan lagi ke generasi
penerus. Kemudian
dapat membantu
menerbitkan dan
mendokumentasikan dongeng Orong Agu Kode. Selain itu, dapat memberikan inspirasi kepada mahasiswa baik yang berasal dari Manggarai Barat, maupun dari
luar untuk melakukan penelitian cerita rakyat yang ada di Manggarai Barat.
1.5 Tinjauan Pustaka
Sudah cukup banyak peneliti sebelumnya yang melakukan kajian terhadap dongeng. Tinjauan pustaka ini akan mengulas pustaka sebelumnya, yang
erat kaitannya dengan studi ini, yakni Alan Dundes 1965, Philip Frick Mckean 1984, Edwar Djamaris 2001, James Danandjaja 2003, Roland Barthes
2007, Yoseph Yapi Taum 2011, Meika Lusye Karolus 2013. Alan Dundes mengkaji metode analisis strukturalis dongeng-dongeng
orang Indian Amerika. Dari hasil penelitian Dundes, terbukti dongeng-dongeng Indian Amerika paling sedikit terjadi dari disequilibrium keadaan tidak
seimbang ke keadaan equilibirium seimbang. Keadaan ini oleh Dundes dirumuskan sebagai Lack kekurangan dengan kependekan L dan Lack
Liquidated kekurangan dihilangkan dengan kependekan LL Danandjaja, 1984: 93.
Philip Frick Mckean, seorang penganut eclecticisme, ia meneliti tokoh penipu hewan, sang kancil. Ia menggunakan berbagai macam teori dan
metodologi seperti difusionisme dari aliran Finlandia dan strukturalisme. Menurut dia, dengan menggunakan pendekatan strukturalis yang telah dikembangkan Alan
Dundes, dalam menganalisis dongeng Jawa dapat diungkapkan dimensi penting sistem nilai budaya Indonesia. Dimensi ini telah diabaikan atau kurang diketahui
dalam analisis tradisional. Dalam kesimpulan penelitian tokoh sang kancil, McKean berpendapat bahwa orang Jawa selalu mendambakan keselarasan
keadaan dan menghargai sifat cerdik yang tenang, seperti yang dimiliki sang
Kancil sewaktu menghadapi kesukaran, sehingga dapat dengan cepat tanpa banyak emosi memecahkan masalah-masalah yang rumit Danandjaja, 1984:12.
Edwar Djamaris 2001 menggolongkan dongeng Minangkabau ke dalam lima golongan menurut Anti Aarne Stith Thompson, yaitu dongeng binatang
Carito Kancia, Curito Duo Ikua Anjiang, Barabah jo Muntilau, dan lain-lain, dongeng binatang dan manusia Kabau Baranak Puti, Garundang Membunuh
Rajo, Curito Puti Baranak Kambiang, dongeng biasa Curito Urang Bansaik, Si Musikin, Raja Maliak, dan lain-lain, cerita jenaka Si Kalingkian, Si Buyuang
Binguang, Kaba Duo Urang Pakak, cerita perempuan, yaitu cerita yang berisi nasihat, pendidikan moral Ayam Jantan, Lonceh jo Tikuh, Loncek jo Jausi,
Anjiang jo Bangau. Danandjaja 2003 dalam bukunya berjudul Folklor Amerika: Cermin
Multikultural yang Menunggal, menganalisis bentuk-bentuk folklor Amerika yang diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: lisan, verbal, adat istiadat, dan
material. Ia juga menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar, yakni folklor lisan, folklor adat kebiasaan, dan folklor material. Folklor lisan ia
berbicara tentang cerita rakyat folk narratives seperti mite, legenda, dan dongeng. Menurutnya dongeng Amerika, sama halnya di Asia, banyak yang
berasal dari India, seperti Brer Rabbit atau Sang Kancil yang berasal dari Pancatantra, India. Sehingga Danandjaja menganalisis beberapa dongeng
Amerika, seperti Uncle Remus, Brer Rabbit, Brer Fox, Tar Baby, Coyote, Big Foot, dan Vampires.
Roland Barthes menganalisis sebuah dongeng Edgar Poe, yaitu Ia Vérité sur le cas de M Kebenaran tentang Kejadian Tuan Valdemar. Karena Barthes
sedang menganalisis sebuah teks, maka ia akan menjauhkan diri dari usaha membicarakan problema-problema tertentu; ia tidak akan membicarakan
pengarangnya , Edgar Poe, juga tidak akan membahas sejarah sastra yang mencakup pengarang ini; ia tidak akan memperhitungkan bahwa kerja penelitian
ini akan dilakukan atas suatu terjemahan. Ia melihat teks itu sebagaimana adanya, sebagaimna yang ia baca. Teks yang dianalisisnya ini tidak bersifat liris, maupun
politis. Teks ini berbicara tentang kematian Roland Barthes, 2007:387-411. Taum 2011, menganalisis morfologi cerita rakyat terhadap kisah Wato
Wele – Lia Nurat dengan menggunakan teori Vladimir Propp. Cerita Wato Wele –
Lia Nurat merupakan sebuah cerita rakyat Lamaholot, di Kabupaten Flores Timur, Propinsi NTT. Analisis ini memberi penjelasan terhadap teori morfologi cerita
rakyat Propp yang menggunakan 31 fungsi yang terkandung dalam cerita rakyat dan tujuh jenis identifikasi pelaku.
Meika Lusye Karolus dalam bukunya Feminisme dalam Dongeng, menganalisis dongeng Putri Salju. Meika melihat telah adanya pergeseran isi
dongeng yang mencolok dalam dongeng Putri salju, yaitu sebelum adanya gerakan feminisme, dalam masa perjuangan kamu feminis, dan setelah perjuangan
tersebut yang kemudian melahirkan perubahan-perubahan yang signifikan. Hal ini membuat Meika menggunakan perspektif feminisme untuk mendeskripsikan
penggambaran tokoh perempuan, khususnya dalam teks dongeng Putri Salju 2013:6.
Dari tinjauan pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian terhadap dongeng pada umumnya telah banyak dilakukan dengan berbagai metode
pendekatan. Akan tetapi, kajian secara khusus mengenai dongeng OAK dengan pendekatan Vladimir Propp belum pernah dilakukan.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini akan dipaparkan sastra lisan dan folklor, transkripsi dan penerbitan teks, teori struktur morfologi cerita rakyat Vladimir
Propp, dan teori tentang makna dan fungsi.
1.6.1 Sastra Lisan dan Folkbelieve
Sastra lisan oral literature adalah bagian dari tradisi lisan oral tradition atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan oral
culture berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari suatu generasi ke generasi lainnya Vansina dalam
Taum, 2011:10. Teeuw mengatakan, masalah struktur kesastraan dapat kita telusuri
dengan sangat baik berdasarkan sastra lisan, dari bentuk yang paling sederhana seperti dalam cerita rakyat tertentu sampai bentuk yang sangat njilimet, dengan
persyaratan puitik yang kompleks. Konsepsi mengenai apakah struktur karya sastra dapat kita cerahkan atas dasar hasil penelitian sastra rakyat 2013: 231.
Penelitian sastra lisan Orong Agu Kode merupakan dongeng atau cerita rakyat folklor lisan. Kata folklor adalah pengindonesian kata Inggris folklore.