3.4.1 Uji Stasioner
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data runtun waktu time series
. Permasalahan yang sering timbul dalam penelitian yang menggunakan data runtun waktu adalah tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas atau data sering tidak
stasioner. Data yang tidak stasioner mengakibatkan hasil regresi yang meragukan atau sering disebut regresi lacung superious regression. Regresi lacung adalah hasil
regresi yang menunjukkan koefisien regresi yang signifikat secara statistik dan menghasilkan koefisien determinasi yang tinggi, akan tetapi antar variabel eksogen
dengan variabel endogen tidak mempunyai makna. Hal ini disebabkan karena hubungan keduanya merupakan data runtun waktu yang hanya menunjukkan tren
saja. Agar regresi yang dihasilkan tidak meragukan karena data time series tidak stasioner, maka data tersebut harus diubah menjadi data stasioner. Untuk mengubah
data yang tidak stasioner menjadi data stasioner, dilakukan dengan uji stasioneritas data. Uji stasioneritas dilakukan jika data tidak stasioner pada tingkat level, maka
diteruskan ke tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi first difference
atau second difference. Untuk menguji apakah suatu data dalam model mengandung akar unit,
Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan model-model sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
∆Y
t
= ØY
t-1
+ Ɛ
t
∆Y 3.1
t
β =
1
+ ØY
t-1
+ Ɛ
t
∆Y 3.2
t
β =
1
β +
2
t + ØY
t-1
+ Ɛ
t
dimana t adalah variabel tren waktu. Perbedaan persamaan 3.1 dengan dua persamaan lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel tren waktu.
3.3
Dalam setiap model, jika data runtun waktu megandung unit root berarti data tidak stasioner. Dimana t adalah nulnya yaitu Ø sama dengan nul, sedangkan
hipotesis alternatifnya Ø lebih besar dari nul yang berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak, dilakukan
dengan cara membandingkan nilai Tabel Distribusi-DF dengan nilai kritisnya pada tingkat level tertentu level 1 persen, level 5 persen dan level 10 persen. Nilai DF
ditunjukkan oleh nilai t-statistic coeficient ØY
t-1
Salah satu asumsi dari persamaan 3.2 dan 3.3 adalah bahwa residual Ɛ
. Jika nilai absolut Satistik DF lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data yang diamati
stasioner, demikian juga sebaliknya jika nilai absolut Statistik DF lebih kecil dari nilai kritisnya kita menerima hipotesis nul sehingga data yang diamati nonstasioner.
t
tidak saling berhubungan. Dalam beberapa kasus residual Ɛ
t
seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Untuk mengatasi masalah ini Dickey-Fuller
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan uji akar unit root test untuk mendeteksi apakah suatu data stasioner atau tidak, dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang
dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller ADF. Formula ADF adalah sebagai berikut :
t t
n t
t t
Y Y
Y
ε β
γ
+ ∆
+ =
∆
+ −
− −
∑
1 1
1 1
3.4
t t
n t
t t
Y Y
Y
ε β
γ β
+ ∆
+ +
= ∆
+ −
− −
∑
1 1
1 1
3.5
t t
n t
t t
Y Y
T Y
ε β
γ β
β
+ ∆
+ +
+ =
∆
+ −
− −
∑
1 1
1 1
1
3.6 Keterangan :
Y :
Variabel yang diamati Yt
: Yt – Y
T :
Tren waktu
t-1
n :
Tenggang waktu Prosedur untuk mengetahui data runtun waktu stasioner atau nonstasioner
dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh t-statistic coefficient. Jika
nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai
kritisnya maka data yang diamati nonstasioner. Hal yang perlu diperhatikan dalam uji
Universitas Sumatera Utara
ADF adalah menentukan panjang kelambanan. Panjang kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC Akaike Information Criteria atau SIC Schwarz
Information Criteria . Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model
menunjukkan model tersebut paling tepat.
3.4.2 Uji Kointegrasi