Produk Domestik Regional Bruto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam suatu perekonomian di satu daerah atau Provinsi. Perhitungan PDRB yang sering juga disebut Pendapatan Regional dapat dilakukan dengan 3 tiga pendekatan yaitu pendekatan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan pendekatan produksi. Perhitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dilakukan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tisak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Perhitungan PDRB dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran para pelaku ekonomi atas barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian satu daerah. Perhitungan PDRB menurut pengeluaran diperinci menjadi 6 kelompok yaitu : 1 Pengeluaran konsumsi rumah tangga; 2 Pengeluaran konsumsi lembaga swadaya yang tidak mencari keuntungan; 3 Pengeluaran konsumi pemerintah; 4 Pembentukan modal tetap bruto investasi; 5 Perubahan stok dan 6 Net ekspor ekspor dikurangi impor. Universitas Sumatera Utara Perhitungan output pada perekonomian dengan pendekatan pengeluaran dijelaskan dalam persamaan berikut. Y atau PDRB = C + I + G + NX dimana Y atau PDRB adalah Produk Domestik Regional Bruto; C adalah konsumsi; I adalah investasi; G adalah pengeluaran pemerintah; dan NX adalah ekspor neto ekspor dikurangi impor. Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi dilakukan dengan menjumlahkan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh sektor-sektor dalam perekonomian dengan cara mengurangkan biaya antara dari nilai total produksi bruto sektor antara atau sub sektor tersebut Tarigan 2009. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi output dengan biaya antara intermediate cost. Pada umumnya sektor-sektor perekonomian dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha yaitu : 1 Pertanian; 2 Pertambangan dan Penggalian; 3 Industri; 4 Listrik, Gas dan Air Minum; 5 Bangunan; 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7 Pengangkutan dan Komunikasi; 8 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan dan Tanah serta Jasa Perumahan dan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan. Perhitungan PDRB dengan pendekatan produksi didasarkan pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas menyatakan bahwa pendapatan nasional yang dibagi diantara modal dan tenaga kerja adalah tetap konstan selama periode yang panjang. Fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki skala hasil konstan, yaitu jika modal dan tenaga kerja meningkat dalam proporsi yang Universitas Sumatera Utara sama, maka output meningkat menurut proporsi yang sama pula Mankiw, 2006. Fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai unsur yaitu : Pendapatan Modal = MPK x K = ∝Y Pendapatan Tenaga Kerja = MPL x L = 1 - ∝Y dimana ∝ adalah konstanta antara nol dan satu yang mengukur bagian pendapatan yang dihasilkan oleh modal dan 1 - ∝ menentukan bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja. MPK adalah marginal product of capital produksi marginal modal yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit modal tambahan. MPL adalah marginal product of labour produksi marginal tenaga kerja yaitu jumlah output tambahan yang diperoleh perusahaan dari satu unit tenaga kerja tambahan. K adalah modal; L adalah tenaga kerja dan Y adalah pendapatan nasional. Fungsi Cobb-Douglas yang memenuhi unsur diatas adalah : FK, L = A K ∝ L dimana A adalah parameter yang lebih besar dari nol yang mengukur produktivitas teknologi. 1- ∝ Untuk membuktikan fungsi Cobb-Douglas memiliki skala hasil konstan, dapat dilakukan dengan mengalikan modal dan tenaga kerja dengan z konstan, sebagai berikut : FzK, zL = AzK ∝ zL 1- ∝ Universitas Sumatera Utara FzK, zL = Az ∝ K ∝ z 1- ∝ L FzK, zL = Az 1- ∝ ∝ z 1- ∝ K ∝ L 1- ∝ karena z ∝ z 1- ∝ FzK, zL = zAK = z maka fungsi menjadi ∝ L 1- ∝ kaena zAK ∝ L 1- ∝ FzK, zL = zFK, L = zY = FK, L maka Berdasarkan uraian ini, jumlah output Y meningkat sebesar z, yang menunjukkan bahwa fungsi produksi Cob-Douglas memiliki skala hasil konstan. Produk marginal fungsi Cobb-Douglas, terdiri dari produk marginal tenaga kerja yaitu MPL = 1 - ∝ AK ∝ L 1- ∝ dan produk marginal modal adalah MPK = ∝ AK ∝-1 L 1- ∝ Menurut teori pertumbuhan neoklasik yang dikembangkan oleh T.W. Swan 1956 dan Robert M. Solow 1970 yang dikenal dengan model Solow-Swan output perekonomian merupakan fungsi dari kapital, tenaga kerja dan teknologi. Teknologi yang dimaksud adalah peningkatan skill atau kemampuan teknik sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Teknologi dapat pula diartikan sebagai cara yang lebih baik untuk memproduksi barang dengan hasil atau output yang lebih banyak dan jumlah modal capital dan tenaga kerja labour yang tetap. Dalam model fungsi produksi Solow-Swan, teknologi dianggap fungsi dari waktu Tarigan, 2009 dan . Dari persamaan ini diketahui bahwa ∝ berada diantara nol dan satu, kenaikan jumlah modal meningkatkan MPL dan mengurangi MPK, sedangkan kenaikan dalam jumlah tenaga kerja mengurangi MPL dan meningkatkan MPK. Oleh karena itu perkembangan teknologi yang meningkatkan parameter A membuat produksi marginal kedua faktor produksi naik secara proporsional. Universitas Sumatera Utara Mankiw, 2006, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan fungsi produksi berikut ini. , , t L K f Y = Persamaan tersebut menunjukkan bahwa Y merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh modal K, tenaga kerja L dan teknologi t. Jika modal dan tenaga kerja makin banyak maka pendapatan dalam perekonomian akan makin tinggi. Infrastruktur Jalan merupakan bagian dari modal yang juga mempengaruhi pertumbuhan output dalam perekonomian. Hal ini sesuai dengan pandangan Adam Smith 1723-1790 dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation 1776 yang membahas masalah pertumbuhan ekonomi dan menyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah berkewajiban menyediakan prasarana yang dibutuhkan Tarigan, 2009. Pandangan Adam Smith ini diperkuat oleh John Mainard Keynes 1936 yang menyatakan bahwa untuk menjamin pertumbuhan yang stabil, pemerintah harus mengambil peran dalam hal kebijakan fiskal perpajakan dan pembelanjaan pemerintah, kebijakan moneter tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar dan pengawasan langsung. Pembangunan infrastruktur termasuk infrastruktur jalan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yaitu pembelanjaan pemerintah. Dalam kerangkan ekonomi wilayah, Richardson dalam Tarigan, 2009 menderivasikan fungsi produksi Solow-Swan menjadi sebagai berikut : Y i = a i k i + 1 - a i n i + T i Universitas Sumatera Utara dimana Y i adalah bersarnya output; k i adalah tingkat pertumbuhan modal; n i adalah tingkat pertumbuhan tenaga kerja; T i Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, teori pertumbuhan model Solow- Swan dan teori pertumbuhan ekonomi regional Richardson, menjelaskan bahwa “teknologi” berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian atau PDRB. Berdasarkan definisi tenologi, pembangunan infrastruktur jalan termasuk bagian teknologi. adalah kemajuan teknologi; a adalah bagian yang dihasilkan oleh faktor modal dan 1 - a adalah bagian yang dihasilkan oleh faktor diluar modal 2.2 Hubungan Investasi, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi Investasi investment merupakan barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi dibagi tiga sub kelompok Mankiw, 2006 yaitu : 1 Investasi tetap bisnis yaitu pembelian pabrik atau peralatan baru oleh perusahaan; 2 Investasi tetap residensial yaitu pembelian rumah baru oleh rumah tangga; dan 3 Investasi persediaan yaitu peningkatan dalam persediaan barang perusahaan. Dalam pengertian para ahli makroekonomi, investasi adalah kegiatan yang menciptakan modal baru danatau menambah nilai modal yang sudah ada. Kaidah umum investasi adalah bahwa investasi perekonomian tidak mencakup pembelian yang hanya merealokasi asset-asset yang ada diatara individu-individu yang berbeda. Pengertian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengertian investasi yang menciptakan modal baru danatau menambah nilai modal yang sudah ada. Universitas Sumatera Utara Keputusan seseorang atau suatu perusahaan melakukan investasi sangat tergantung pada tingkat bunga dan pendapatan. Ketika tingkat suku bunga naik, jumlah investasi akan turun dan sebaliknya, dengan demikian investasi dan tingkat bunga berhubungan negatif. Sedangkan investasi dan pendapatan memiliki hubungan positif, yang berarti jika pendapatan naik maka investasi juga naik, dan sebaliknya. Hubungan antara investasi I dengan tingkat bunga riil r dan pendapatan Y dijelaskan dalam persamaan berikut. , Y r f I = Dalam perekonomian, tingkat suku bunga dibedakan menjadi : 1 Tingkat bunga nominal nominal interest rate yaitu tingkat bunga yang dibayar oleh investor untuk membiayai investasi atau tingkat bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah; 2 Tingkat bunga riil real interest rate yaitu tingkat bunga setelah dikurangi dengan inflasi Mankiw, 2006. Tingkat bunga nominal tidak menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan. Sedangkan tingkat bunga riil menggambarkan kenaikan daya beli seseorang atau perusahaan, karena telah dikurangi dengan inflasi. Dengan demikian hubungan antara tingkat bunga riil r, ti ngkat bunga nominal i dan tingkat inflasi π sebagaimana dalam persamaan berikut ini. r = i - π atau i = r + π Persamaan diatas menggambarkan bahwa perubahan tingkat bunga nominal dapat disebabkan oleh perubahan tingkat suku bunga riil atau perubahan tingkat Universitas Sumatera Utara inflasi yang disebut dengan persamaan Fisher Fisher equation. Persamaan Fisher menjelaskan bahwa kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi, menyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal sebesar 1 persen. Hubungan ini sering disebut dengan efek Fisher Fisher effect Mankiw, 2006. Dalam model klasik perekonomian tertutup, tingkat bunga mempunyai peranan yang sangat penting untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan output. Tingkat bunga mempengaruhi penawaran dan permintaan output dan dana pinjaman. Output perekonomian berasal dari konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah. Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan disposabel disposable income , investasi merupakan fungsi dari tingkat bunga riil, dan pengeluaran pemerintah dan pajak merupakan alat kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah variabel eksogen. Jumlah output dalam perekonomian ditentukan oleh faktor-faktor produksi dan fungsi produksi. Oleh karenanya dalam perekonomian tertutup tingkat bunga merupakan satu-satunya variabel yang menyeimbangkan permintaan dan penawaran output. Jika tingkat bunga terlalu tinggi, investasi akan terlalu rendah, selanjutnya permintaan ouput dalam perekonomian akan lebih rendah dari penawarannya. Sebaliknya jika tingkat bunga terlalu rendah, investasi akan terlalu tinggi, maka permintaan output dalam perekonomian akan lebih tinggi dari penawarannya Mankiw, 2006. Peranan tingkat bunga dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran output dalam perekonomian dirumuskan sebagai berikut : Y = C + I + G C = C Ȳ - T Universitas Sumatera Utara I = I r G = Ḡ T = T Y = f F, K Y = Ȳ dengan demikian : Ȳ = C Ȳ - T + I r + Ḡ Keterangan : Ȳ = Output perekonomian C Ȳ - T = Pendapatan disposal C = Konsumsi T = Pajak I = Investasi r = Tingkat bunga Ḡ = Pengeluaran pemerintah Peningkatan investasi merupakan salah satu upaya untuk mendorong pertumbuhan output dalam perekonomian. Oleh karenanya setiap negara selalu berupaya untuk merangsang dan mendorong tumbuhnya investasi baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Inovasi teknologi seperti pembangunan infrastruktur jalan, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan investasi. Pembagunan infrastruktur jalan akan menggeser kurva investasi ke sebelah kanan, sebagaimana diperagakan dalam gambar 2.1. berikut ini. Disamping inovasi teknologi, peningkatan investasi juga bisa dilakukan melalui instrumen kebijakan fiskal, misalnya menaikkan tingkat pajak perseorangan dan menurunkan pajak perusahaan yang ingin berinvestasi serta menaikkan pengeluaran pemerintah. Universitas Sumatera Utara E 2 E DI SI SI 1 r I Jumlah Investasi r I 1 DI 1 Gambar 2.1 Kurva Kenaikan Investasi Akibat Kenaikan Panjang Jalan Baik Survei yang dilakukan oleh Thierry Geiger 2011 menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur di Indonesia merupakan salah satu faktor penghambat masuknya investasi. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala untuk melakukan bisnis di Indonesia pada tahun 2010, ketersediaan infrastruktur berada pada peringkat ke-4 dari 15 faktor yang menjadi variabel survey, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara 23 29 8 12 2 6 2 2 2 3 3 3 1 10 20 30 40 Inefficient government bureaucracy Corruption Inadequate supply of infrastructure Access to financing Inflation Government instability Policy instability Tax regulations Inadequately educated workforce Restrictive labour regulations Poor work ethic in national labor force Crime and theft Tax rates Poor public health Foreign currency regulation Sumber : World Economic Forum, Executive Opinion Survey, 2011 Gambar 2.2 Faktor Utama Penyebab Sulitnya Melakukan Bisnis di Indonesia

2.3 Pengeluaran Pemerintah