pengembanganpembangunan bandar udara dan sarana penunjangnya, penambahan panjang rel kereta api dan sarana penunjangnya. Peningkatan output karena
pertambahan jumlah sarana transportasi seperti mobil, kereta api, pesawat udara, kapal laut dan sarana transportasi lainnya tidak termasuk dalam kategori peningkatan
produktivitas infrastruktur. Penurunan biaya transportasi diuwujudkan sebagai akibat dari pengembangan
dan pembangunan infrastruktur transportasi seperti jalan raya, infrastruktur perkeretaapian,
infrastruktur pelabuhan dan infrastruktur
bandar udara.
Pengembangan infrastruktur ini berpengaruh pada penurunan biaya marginal transportasi.
Peningkatan stok kapital adalah peningkatan modal atau anggaran yang akan digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Fokus kapital disini adalah keterbatasan
anggaran pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, sehingga dalam pengalokasiannya harus hati-hati dengan memperhatikan azas manfaat benefit yang
akan disumbangkan oleh infrastruktur yang dibangun terhadap perekonomian. Penilaian The Global Competitiveness Index 2011, Infrastruktur dimasukkan
dalam pilar kedua penilaian, Indonesia hanya berada pada peringkat ke-83 dari 139 negara dengan skor 3,6 dari skor 1 sampai 7. Sedangkan untuk kualitas jalan raya
quality of roads Indonesia hanya berapa pada peringkat 84 dari 139 negara dengan skor 3,7. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan infrstruktur jalan raya di
Indonesia masih jauh tertinggal.
2.7.1 Kebijakan Investasi Pembangunan Infrastruktur Jalan
Universitas Sumatera Utara
Investasi bidang jalan sangat ditentukan oleh tingkat kelayakan investasi, yang secara umum dapat ditinjau dari 3 aspek utama, yaitu aspek teknis, aspek
ekonomi finansial dan aspek lingkungan. Aspek teknis perlu dipastikan apakah koridor yang akan dilewati memungkinkan untuk dibangun prasarana jalan secara
mudah dan murah, serta memenuhi standar teknis yang dipersyaratkan. Aspek ekonomifinansial pada umumnya terkait dengan perhitungan biaya dan manfaat
investasi yang akan dilakukan. Investasi bidang jalan pada umumnya dilakukan dengan prinsip ”ship follows trade”, yaitu pembangunan jalan dilakukan apabila ada
kepastian demand terhadap keberadaan jalan yang akan dibangun, yang ditunjukkan dengan volume lalu lintas atau aktifitas perekonomian wilayah yang ada atau
diperkirakan akan tumbuh di kawasan koridor rencana pembangunan jalan. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari adanya unsur spekulasi dan terjadinya resiko
kerugian akibat penyediaan prasarana jalan yang tidak tepat, baik dari penetapan lokasi maupun waktu pelaksanaannya.
Pada kawasan-kawasan yang relatif baru berkembang, pada umumnya kelayakan ekonomi maupun finansial sulit dipenuhi, karenanya penyediaan prasarana
lebih bersifat perintis untuk mendorong pengembangan wilayah ataupun membuka daerah-daerah terisolir. Pada kasus seperti ini, peran pemerintah lebih dominan
khususnya dalam konteks tugas pemerintah untuk memenuhi kewajiban pelayanan publik. Sebaliknya pada kawasan perkotaan yang sudah berkembang, pembangunan
prasarana pada umumnya dapat lebih layak secara ekonomi maupun finansial, bahkan
Universitas Sumatera Utara
sudah menjadi tuntutan kebutuhan kawasan, sehingga tingkat keterlibatan pihak swasta lebih tinggi.
2.7.2 Strategi Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Tantangan utama Indonesia dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur adalah keterbatasan dana financial gap antara kemampuan menyediakan dana dan
kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur. Berdasarkan data Bappenas, kebutuhan pembiayaan infrastruktur setiap tahun idealnya minimal 5 persen dari
Produk Domestik Bruto PDB. Dengan target pertumbuhan ekonomi 6,2 persen dan nominal PDB Rp 6.718,3 triliun pada tahun 2011, kebutuhan dana infrastruktur
sebesar Rp 335,9 Triliun. Kebutuhan pembiayaan infrastruktur dengan asumsi 5 persen dari PDB setiap tahun dan target pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 7
persen, maka kebutuhan dana infrastruktur tahun 2010 s.d. 2014 mencapai Rp 1.924 Triliun, sedangkan kemampuan pemerintah hanya sebesar Rp 560 Triliun atau 29,11
persen. Kekurangan pendanaan sebesar Rp 1.041 Triliun diharapkan berasal dari Badan Usaha Milik Negara BUMN, swasta dan pemerintah daerah, namun
demikian masih terdapat kekurangan pendanaan sebesar Rp 323 Triliun Harian Umum Kompas, tanggal 21 April 2011; hal. 1 dan hal. 15. Besarnya financial gap
tersebut tidak terlepas dari rendahnya realisasi investasi di Indonesia. Berdasarkan data di atas, kemampuan pemerintah untuk membiayai infrastruktur hanya sebesar
0,49 persen dari Produk Domestik Bruto PDB, bandingkan dengan investasi infrastruktur di negara-negara maju yang mencapai 5 persen s.d. 6 persen dari PDB.
Perbandingan lainnya adalah Pemerintah China menargetkan membangun 1.000 km
Universitas Sumatera Utara
jalur rel kereta api per tahun. Amerika Serikat menginvestasikan Rp 300 Triliun per tahun untuk kereta api. Sedangkan Indonesia hanya mampu mengalokasikan Rp 4
Triliun per tahun untuk kereta api Harian Kompas, 21 April 2011; hal. 1 dan hal. 15.
Pada bulan April 2010, ketika Indonesia menjadi tuan rumah, Asia-Pacific Ministerial Conference on Public-Private Partnership
PPP, Pemerintah menawarkan 30 proyek infrastruktur transportasi yang potensial dikerjasamakan
dengan pihak swasta dengan nilai total US 11 milyar. Pada kesempatan tersebut, pemerintah juga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia terkendala dengan
keterbatasan pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur transportasi nasional. Oleh karenanya pemerintah mendorong keterlibatan sektor swasta baik
dalam negeri maupun luar negeri untuk turut berpartisipasi. Selama kurun waktu 2010-2014 Pemerintah membutuhkan investasi sedikitnya Rp 291,87 triliun setiap
tahunnya untuk mengembangkan seluruh moda transportasi di Indonesia, baik melalui skema kejasama antara pemerintah dengan swasta maupun Business to
Business B to B .
Dalam konsep kerjasama pemerintah dengan swasta dalam Pembangunan Infrastruktur Transportasi, pemerintah menawarkan insentif bagi swasta antara lain
pemerintah berkewajiban membangun bagian dari proyek yang masuk dalam ketegori non-cost recovery
tidak mempunyai potensi pengembalian modal. Misalnya pembangunan rel kereta api, fasilitas persinyalan, dermaga pelabuhan, pemecah
gelombang dan fasilitas sisi udara air side Bandar Udara.
Universitas Sumatera Utara
Dari sisi regulasi, pemerintah telah melakukan perubahan terhadap perundang-undangan yang memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi sektor
swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur transportasi, yakni : 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 2 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas
dan Angkutan Jalan; serta 5 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 sebagai penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Pembangunan danatau Pengelolaan Infrastruktur. Regulasi ini menghapus monopoli Badan Usaha Milik Negara atas
mandat Pemerintah dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur. Berbagai upaya dan strategi telah dilakukan Pemerintah dalam rangka
percepatan pembangunan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia antara lain : 1 Mempermudah iklim investasi infrastruktur, 2 Melakukan
perubahan regulasi dibidang infrastruktur, 3 Memperkuat kerangka institusi yang menunjang pendanaan dibidang infrastruktur dan 4 Menjaga kondisi ekonomi
makro. Dalam kaitan dengan mempermudah iklim investasi, pemerintah terus
melakukan evaluasi terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang ditengarai menjadi kendala masuknya investasi dibidang infrastruktur. Beberapa upaya konkrit
yang dilakukan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Memberikan insentif pajak untuk proyek infrastruktur yang dibiayai oleh
Pihak Swasta atau Kerjasama Pemerintah dengan Pihak Swasta. 2.
Memberikan dukungan dalam penyedian lahan untuk kebutuhan pembangunan infrasruktur. Penyediaan lahan untuk kebutuhan infrastruktur
sampai saat ini masih merupakan permasalahan yang krusial bagi masuknya investasi. Berbagai masalah yang sering timbul adalah tanah tidak selalu siap
untuk proyek infrastruktur, perolehannya sering menemui masalah yang kompleks, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang fluktuatif. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah juga telah memberikan kemudahan berupa upaya mendapatkan pendanaan, sehingga pemerintah dapat melakukan pembelian
lahan sebelum proyek ditawarkan kepada investor dan kemudian dimintakan penggantian kepada pemenang tender. Upaya lain yang dilakukan pemerintah
berkenaan dengan penyediaan lahan adalah dengan membentuk Dana Bergulir Pembebasan Tanah dan mekanisme land freezing dan land capping.
Mekanisme land capping merupakan upaya yang memungkinkan Pemerintah dapat menawarkan jaminan untuk menutupi tambahan biaya yang disebabkan
oleh mundurnya pembebasan tanah atau naiknya biaya pembebasan tanah sampai batas tertentu.
3. Pembentukan kawasan ekonomi khusus. Dalam kaitan ini Pemerintah
menyediakan insentif pajak dan perizinan berupa fasilitas pajak penghasilan, pengurangan pajak bumi dan angunan, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan regulasi di bidang infrastruktur juga dilakukan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Diantara berbagai
peraturan tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Untuk Pelaksanan Pembangunan Bagi Kepentiangan Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
65 Tahun 2006 . Peratutan ini mengatur pengadaan tanah yang akan dipergunakan
untuk kepentingan umum, yang ditetapkan dengan keputusan Bupati Wali Kota atau Gubernur. Salah satu tujuannya adalah tanah yang diperuntukkan bagi kepentingan
umum apabila hendak diperjual belikan, maka terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari Bupati Wali Kota atau Gubernur Pasal 4 ayat 3. Peraturan
Presiden ini juga mengatur tentang sengketa tanah yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum dengan batasan waktu dan kewenangan yang jelas Pasal 10.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010.
Salah satu faktor yang mendorong diterbitkannya peraturan ini adalah adanya kesadaran pemerintah akan semakin pentingnya percepatan
pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun dipihak lain Pemerintah mempunyai kendala
keterbatasan pembiayaan. Dalam peraturan ini kemudian diatur ketentuan mengenai proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Pemerintah dan Badan Usaha
Universitas Sumatera Utara
dengan sasaran 1 Terpenuhinya kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastuktur melalui pengerahan dana swasta; 2 Meningkatkan kualitas
penyediaan, pemeliharaan dan pengelolaan dalam penyediaan infrastruktur. Pada Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005 ini ditentukan jenis
infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha yaitu : 1 Infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan danatau
pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana perkeretaapian; 2 Infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; 3 Infrastruktur pengairan, meliputi saluran
pembawa air baku; 4 Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; 5
Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut
dan tempat pembuangan; 6 Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government; 7 Infrastruktur
ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau distribusi tenaga listrik; dan 8 Infrastruktur
minyak dan gas bumi meliputi transmisi danatau distribusi minyak dan gas bumi. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100PMK.0102010 tentang Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Peraturan ini mengamanatkan dibentuknya perusahaan pembiayaan infrastruktur yang kegiatan
usahanya meliputi : 1 Pemberian pinjaman langsung direct lending untuk
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan infrastruktur; 2 Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain; danatau 3 Pemberian pinjaman subordinasi subordinated loans yang
berkaitan dengan pembiayaan infrastruktur. Upaya lain yang juga dilakukan pemerintah dalam konsep percepatan
pembangunan infrastruktur adalah dengan memperkuat kerangka institusional, yang akan menunjang pendanaan dengan membentuk 3 tiga lembaga yaitu :
1 PT. Sarana Multi Infrastruktur Persero.
2 PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia PT. PII.
3 PT. Indonesia Infrastructure Finance PT. IIF
Ketiga institusi ini bertugas dalam rangka mengurangi kesenjangan kebutuhan dana dan meyediakan penjaminan atas sejumlah resiko investasi pada proyek
infrastruktur. Sinergi dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagaimana diperagakan dalam Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : PT. Sarana Multi Infrastruktur Persero, Accelerating Indonesia Infrastructure Development, Annual Report
2009; 35 Gambar 2.5 Skema Pendanaan Infrastruktur Dengan Melibatkan Sektor Swasta
2.8 Manajemen Pemeliharaan Jalan