I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manajemen persediaan atau disebut juga inventory control adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan , pelaksanaan, dan pengawasan penentuan
kebutuhan barang sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan dapat ditekan
secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyediaan barang. Dengan demikian, usaha yang perlu
dilakukan dalam manajemen persediaan secara garis besar dapat diperinci yaitu menjamin terpenuhinya kebutuhan produksi, membatasi nilai seluruh investasi,
membatasi jenis dan jumlah barang, memanfaatkan seoptimal mungkin material yang ada.
Manajemen persediaan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan. Suatu perusahaan yang memiliki persediaan yang lebih banyak daripada perusahaan
lainnya relatif lebih terjamin proses produksinya. Namun, jumlah persediaan pun perlu dikelola, karena di sisi lain, jumlah persediaan yang semakin banyak, akan
menimbulkan biaya persediaan yang semakin besar juga. Bila persediaan tidak dikontrol dengan baik, biaya persediaan dapat meningkat, dan selanjutnya dapat
mengurangi kemampuan kompentensi perusahaan. Manajemen persediaan menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam keberlangsungan hidup
perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen persediaan pun perlu dilakukan oleh perusahaan agribisnis.
Perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis relatif lebih tidak stabil persediaannya, dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bergerak dalam
bidang agribisnis. Hal ini dikarenakan persediaan dalam perusahaan agribisnis relatif dipengaruhi oleh faktor musim, hama dan penyakit, dan jumlah permintaan
yang relatif lebih tidak stabil daripada permintaan pada perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang agribisnis.
Salah satu sub sektor agribisnis yang berkembang adalah tanaman hias. Perkembangan tanaman hias di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan
Tabel 1 produksi tanaman hias di Indonesia meningkat sebesar sembilan persen pada tahun 2008 bila dibandingkan pada tahun 2007. Sejalan dengan peningkatan
produksi, luas panen tanaman hias pun meningkat di tahun 2008, sebesar lima persen. Akan tetapi, nilai produktivitas tanaman hias menurun pada tahun 2008
sebesar tiga persen. Hal ini dikarenakan serangan organisme pengganggu tanaman dan penyakit tanaman meningkat di tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 1, neraca perdagangan tanaman hias di Indonesia pada tahun 2008 meningkat sekitar 84 persen dibandingkan dengan tahun 2007. Hal
tersebut mengindikasikan adanya peningkatan permintaan dari pasar luar negeri terhadap tanaman hias produksi dalam negeri. Dengan demikian, peningkatan
neraca perdagangan dapat menjadi suatu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh produsen tanaman hias di dalam negeri.
Tabel 1. Perkembangan Tanaman Hias di Indonesia 2007-2008 Uraian
2007 2008
Perkembangan
Produktivitas KgM
2
11,0 10,7
3,0 Produksi Kg
15.775.751,0 16.597.668,0
9,0 Luas Panen M
2
1.427.534,0 1.556.012,0
5,0 Ekspor US
6.899.222,0 9.690.804,0
40,6 Impor US
2.019.309,0 732.898,0
63,7 Neraca Perdagangan
US 4.879.913,0
8.957.906,0 84,0
ket : : angka ramalan Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura 2009,diolah
Tanaman hias telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tanaman hias banyak dimanfaatkan untuk berbagai acara, seperti selamatan
kelahiran, perkawinan, kematian, dan upacara keagamaan. Tanaman hias juga banyak dibutuhkan untuk memperindah lingkungan sekitar, termasuk dekorasi
ruangan dan halaman rumah. Pemanfaatan tanaman hias telah berkembang menjadi sarana komunikasi personal untuk menyatakan rasa duka maupun suka
kepada teman dan kerabat karib.
2
Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura 2007, rata-rata persentase tertinggi peningkatan produksi tanaman hias per tahun di
Indonesia selama tahun 2001-2006 terjadi di Jawa Tengah, dengan tingkat sebesar 39,38 persen. Di urutan kedua dan ketiga yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur
dengan tingkat sebesar 30,37 persen dan 27,93 persen. Dengan demikian Jawa Barat merupakan sentra produksi tanaman hias di Indonesia.
Daerah pelaku usaha tanaman hias di Jawa Barat yaitu Kota Depok. Pengusahaan tanaman hias di Kota Depok pada tahun 2008 yaitu sebesar 400.000
meter persegi Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, tanaman hias yang paling luas lahan panennya yaitu anggrek, yaitu sebesar 34 persen dari total wilayah
pengusahaan tanaman hias. Selain anggrek, tanaman hias lainnya yang juga memiliki luas pengusahaan yang relatif luas yaitu aglaonema, heliconia, adenium,
euphorbia, dan phylodendron.
Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Hias Kota Depok Tahun 2008
No Nama Tanaman Hias
Luas Panen Tanaman Hias M
2
Persentase
1 Anggrek
135.593 34
2 Aglaonema
59.547 15
3 Heliconia
35.125 9
4 Adenium
30.344 8
5 Euphorbia
28.635 7
6 Phylodendron
23.964 6
7 Tanaman Hias Lainnya
86.792 22
Total 400.000
100
Sumber : Pemerintah Kota Depok 2009
Pengusahaan tanaman hias memerlukan lahan yang luas. Hal tersebut dikarenakan semakin luas lahan pengusahaan tanaman hias, semakin banyak jenis
tanaman hias yang dapat diusahakan. Usaha tanaman hias tergantung pada tren permintaan. Tren permintaan yang relatif sulit diprediksi membuat pengusaha
tanaman hias menyediakan berbagai aneka jenis tanaman hias. Ketika tren suatu tanaman hias meningkat, maka persediaan tanaman hias tersebut perlu
ditingkatkan. Namun, ketika tren tanaman hias tersebut menurun, maka persediaan akan tanaman hias tersebut perlu dikelola, agar opportunity cost dari
sumber daya lahan tidak meningkat, dan perusahaan dapat mengusahakan
3
tanaman hias lainnya yang sedang tren di masyarakat. Oleh karena itu, manajemen persediaan pada usaha tanaman hias perlu dilakukan.
Salah satu perusahaan tanaman hias yang memiliki lahan yang luas di Depok, dan menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia adalah
PT.Godongijo Asri GIA. Wilayah pengusahaan adenium di GIA sebesar 1,5 Hekta are mencapai 50 persen dari total wilayah pengusahaan tanaman hias
adenium di Kota Depok Lihat Tabel 2. Selain memiliki wilayah pengusahaan yang luas, GIA pun menjadi pusat tren tanaman hias adenium di Indonesia, karena
GIA melakukan rilis baru untuk tanaman hias adenium yang lebih cepat daripada pesaingnya, yaitu sebanyak dua kali dalam setahun. GIA sebagai suatu perusahaan
yang memiliki lahan yang luas, dan menjadi pusat tren tanaman hias tentunya memiliki manajemen persediaan dalam mengelola persediaan tanaman hias yang
diusahakannya.
1.2
Perumusan Masalah
Bukti-bukti empiris mengenai persediaan tanaman hias masih terbatas. Namun persediaan tanaman hias cenderung menumpuk . Hal tersebut dapat dilihat
pada persediaan tanaman hias, baik pada luasan kecil maupun pada luasan besar. Luasan kecil misalnya yaitu show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter
persegi di sepanjang jalan Jakarta-Bogor, Cibinong, sedangkan luasan besar misalnya GIA yang berukuran 2,5 Hekta are., pengusaha tanaman hias baik luasan
lahan kecil maupun besar mengusahakan berbagai jenis tanaman hias. Sebuah Show room tanaman hias berukuran sekitar 25 meter persegi di sepanjang jalan
Jakarta-Bogor mengusahakan tanaman hias sekitar 20 jenis tanaman. GIA sebagai perusahaan yang memiliki luasan besar, mengusahakan sekitar 150 jenis
tanaman. Kecenderungan menumpuk ini, dimaksudkan untuk memenuhi permintaan tanaman hias yang mengikuti tren yang relatif sulit diprediksi.
Pengusaha tanaman hias yang cenderung menumpuk, tentunya akan membawa dampak pada biaya persediaan yang besar.
GIA sendiri memiliki persediaan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak dan cenderung menumpuk. Sebagai gambaran penumpukan persediaan
adenium yang cenderung menumpuk yaitu berdasarkan hasil stock opname grade
4
A tanaman hias adenium pada bulan Desember 2008 yaitu sebesar, bulan Januari 2009 yaitu sebesar 13.745, bulan Maret 2009 yaitu sebesar 12.883 pot, bulan Mei
13.042 pot, dan bulan Juni 2009 sebesar 11.756 pot, sedangkan penjualan rata-rata adenium kelas A per bulan pada tahun 2009 sebanyak 556 pot. Penumpukan
terjadi disebabkan oleh pemesanan input adenium dan produksi adenium dalam jumlah yang relatif banyak di tahun-tahun sebelumnya, sedangkan penjualan
tahunan adenium secara umum dari tahun 2006 hingga 2009 menurun. Persediaan adenium grade A yang cenderung menumpuk akan
menyebabkan pertumbuhan pada adenium grade A. Pertumbuhan pada adenium grade A akan menyebabkan adenium grade A menjadi grade yang lebih besar,
yaitu grade B dalam jangka waktu setahun. Kemudian pada tahun berikutnya dapat menjadi grade C, D, ataupun E. Dengan demikian penumpukan persediaan
adenium grade A dapat menyebabkan penumpukan persediaan adenium pada grade yang lebih tinggi yaitu B,C,D, dan E. Biaya pemeliharaan ataupun biaya
kerusakan tanaman yang menjadi komponen dalam biaya persediaan tanaman hias pun akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya grade tanaman hias
tersebut. Oleh karena itu dapat dirumuskan suatu pertanyaan, apakah persediaan tanaman hias dapat diminimumkan ?
Jumlah persediaan yang semakin besar, pada akhirnya akan berdampak pada biaya persediaan yang semakin besar pula. Oleh karena itu, dapat
dirumuskan suatu pertanyaan lainnya, yaitu adakah metode persediaan yang tepat untuk meminimalkan biaya persediaan pada usaha tanaman hias?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah :