Manajemen Persediaan Manajemen persediaan usaha adenium: studi kasus PT.Godongijo Asri, Depok, Jawa Barat

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Manajemen Persediaan

Setiap perusahaan, memerlukan berbagai jenis barang untuk keperluan proses produksinya. Barang-barang tersebut dapat berupa bahan baku, bahan penolong, atau barang-barang lain yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk memelihara peralatan dan fasilitas, maupun yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya. Dalam banyak hal, barang ini diperoleh dari tempat yang jauh, bahkan diimpor dari negara lain. Selain itu, penggunaannya relatif tidak teratur, baik frekuensi, jumlah maupun jenisnya, sehingga sebelum digunakan perlu disimpan terlebih dahulu dalam gudang penyimpanan barang. Segala barang yang disimpan tersebut dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan, misalnya gudang penyimpanan barang baik gudang tertutup maupun gudang terbuka, lapangan atau halaman disebut barang persediaan atau inventory Indrajit, 2005. Alasan pokok penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen 2001 adalah untuk menghadapi ketidakpastian permintaan. Walaupun biaya unit persediaan, dan ataupun biaya pemesanan ulang, serta ataupun biaya penyimpanan persediaan relatif kecil, perusahaan tetap akan menyimpan persediaan karena adanya biaya-biaya kekurangan persediaan stock out cost. Contoh biaya kekurangan persediaan adalah penjualan yang hilang baik untuk saat ini maupun masa datang, biaya ekspedisi meningkatnya biaya transportasi, jam kerja lembur, dan lain-lain, dan biaya-biaya kegiatan produksi yang terputus. Jika permintaan untuk bahan baku dan produk-produk lebih besar dari yang diharapkan, persediaan dapat memberikan solusi, yaitu dengan memampukan perusahaan untuk memenuhi tuntutan tanggal jatuh tempo pengiriman untuk menjaga kepuasan pelanggan. Senada dengan Hansen dan Mowen 2001, Waters 1992 juga mengutarakan alasan pokok penyimpanan persediaan digunakan sebagai penyangga buffer antara penawaran dan permintaan. Waters 1992 mencontohkan suatu persediaan roti pada toko roti. Jika toko roti tersebut mengetahui dengan tepat jumlah roti yang akan laku terjual, mereka toko roti tersebut tentunya akan memanggang roti sejumlah yang diperlukan, dan tentunya saja akan menghilangkan persediaan, dan memiliki keuntungan yaitu a setiap konsumen akan mendapatkan roti yang segar, dan b tidak akan ada roti yang basi dan terbuang. Namun dalam kenyataannya, bagaimanapun toko roti tidak tahu dengan pasti kapan konsumen akan meminta roti, jadi mereka menjaga persediaan untuk ketidakpastian tersebut. Ada faktor penting lainnya pada contoh ini. Jalan yang dinilai paling efisien dalam memproduksi roti adalah memanggang roti sebanyak-banyaknya dalam sekali waktu. Akan tetapi, sebagian besar konsumen hanya menginginkan dalam kuantitas yang kecil, jadi ada ketidaksesuaian antara tingkat permintaan dan penawaran. Persediaan berperan sebagai penyangga buffer antara penawaran dan permintaan secara sistematis dapat terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Persediaan Sebagai Buffer Antara Penawaran Dan Permintaan Sumber : Waters 1992 Alasan-alasan lain penyimpanan persediaan menurut Hansen dan Mowen adalah untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena adanya suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan pengiriman suku cadang yang terlambat , menghindari proses produksi yang tidak dapat diandalkan , untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon , untuk berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga input di masa yang akan datang . Persediaan perlu dikelola dengan baik, dengan tujuan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen secara cepat, menjaga kontinuitas produksi, untuk menjaga supaya biaya penyimpanan persediaan tidak besar-besaran, biaya pemesanan persediaan juga terkendali, sehingga mengakibatkan biaya menjadi 13 Penawaran Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu Persediaan Berperan sebagai penyangga buffer Permintaan Dengan segala variasi dan ketidakpastian dalam jumlah dan waktu besar, untuk mempertahankan atau meningkatkan laba, dan dalam jangka panjang manajemen persediaan dapat mempengaruhi daya saing perusahaan. Tingkat persediaan dari suatu jenis barang dapat bervariasi sepanjang waktu, dengan sebuah pola tipikal yang ditunjukkan pada Gambar 2. Tingkat persediaan bervariasi sepanjang waktu, mengikuti permintaan konsumen. Selain itu pula persediaan bervariasi sepanjang waktu dikarenakan barang bahan baku maupun penolong menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh, dan keterlambatan pemasok dalam pengiriman barang yang dipesan. Keterangan Gambar : A : Delivery Arrives B : Ordered Placed C : Delivery Arrives D : Order Placed E : Stock Out F : Delivery Arrives G : Order Placed H : Delivery Arrives Sumbu X: Waktu Sumbu Y : Tingkat Persediaan Gambar 2. Pola Tipikal dari Tingkat Persediaan Terhadap Waktu Sumber : Waters 1992 14 A C D E F G H B Pada suatu titik A, pengantaran tiba dan meningkatkan tingkat stok. Kemudian permintaan terjadi, dan menurunkan tingkat persediaan. Sebuah pesanan untuk melengkapi, dilakukan di titik B, dan tiba di waktu C. Pola umum ini, akan berulang, dalam menjaga stok. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kenaikan permintaan yang tajam, ataupun keterlambatan pengantaran pesanan, yang berakibat pada kehabisan stok stock out, seperti pada point E, dan kemudian dalam jangka pendek dapat direpresentatifkan melalui level stok yang negatif. Di lain waktu, permintaan tak terduga menjadi rendah, atau pengiriman pesanan yang cepat, yang akan berarti bahwa kedatangan pengiriman ketika tidak benar dibutuhkan poin H. Menurut sejarah, banyak pandangan mengenai persediaan, mulai dari sebuah ukuran dari kesejahteraan yang akan dimaksimisasi, hingga ke suatu pemborosan sumberdaya yang mahal yang harus dieliminasi. Selama 94 tahun, ilmu pengendalian persediaan telah berkembang banyak pendekatan untuk mengerjakan persoalan-persoalan yang terkait dengan persediaan, seperti bagaimana perusahaan sebaiknya mengelola persediaannya. Dimulai dari metode kuantitas pesanan ekonomis EOQ direferensikan pertama kali oleh Harris pada tahun 1915, kemudian dilanjutkan oleh Willson pada tahun 1930, yang membantu memecahkan persoalan berapa banyak jumlah optimal barang yang harus dipesan pesanan, dan kapan pemesanan dilakukan, hingga dewasa ini dikembangkan suatu konsep persediaan tepat waktu JIT, yang memiliki tujuan mengeliminasi segala sumber-sumber yang tidak produktif seperti persediaan yang tidak perlu Waters, 1992.

3.2 Fungsi Manajemen Persediaan