pertumbuhan nilai produksi secara keseluruhan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan kenaikan BBM yang diterapkan
pemerintah sehingga meningkatkan harga ikan Bilih di pasaran. Akibatnya nelayan meningkatkan tangkapannya untuk memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Pertumbuhan nilai produksi yang meningkat menunjukkan bahwa ikan Bilih merupakan komoditas yang potensial dan diminati, namun pertimbangan
ekonomi yang lebih dominan dibandingkan aspek lainnya dapat meningkatkan tekanan tehadap sumberdaya. Data produksi dan nilai produksi ikan Bilih ini
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Perkembangan Produksi dan Nilai Produksi Sumberdaya Ikan Bilih
Tahun Produksi
ton Pertumbuhan
Nilai Produksi
Juta Rupiahton
Pertumbuhan Nilai
ProdProd Juta
Rupiahton
2002 1.207,30 13.909,303
11,521 2003
1.022,60 -18,06
13.293,800 -4,63
13,000 2004
1.244,80 17,85
16.182,400 17,85
13,000 2005 1.496,70
16,83 19.951,011
18,89 13,330 2006
1.191,70 -25,59
21.535,210 7,36
18,071 2007
1.026,00 -16,15
18.768,618 -14,74
18,293 2008
815,30 -25,84
18.696,459 -0,39
22,932 2009
901,40 9,55
18.589,572 -0,57
20,623
Rata-Rata 1.113,23
-5,92 17.615,796
3,39 16,346
Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat diolah, 2011.
6.4 Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Bilih
Produksi ikan Bilih tidak dapat dipisahkan dari effort atau faktor upaya. Semakin tinggi effort maka volume produksi yang diperoleh akan meningkat.
Pada sektor perikanan hal ini tidak sepenuhnya berlaku karena adanya faktor biologis seperti kematian alamiah dan rekruitmen yang dapat mempengaruhi
kelimpahan sumberdaya. Perkembangan produksi dan effort sumberdaya ikan Bilih ini dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Bilih Tahun
Produksi ton Effort unit
Langli Alahan Jala Langli Alahan Jala
2002 282,90 846,75
77,65 694
62 191 2003 239,62
717,21 65,77
736 66 202
2004 291,69 873,05
80,06 780
70 214 2005 350,71
1.049,73 96,26
827 74 227
2006 279,24 835,81
76,64 876
78 241 2007 240,42
719,60 65,99
929 83 255
2008 191,04 571,82
52,44 985
88 270 2009 211,22
632,21 57,97
1025 92 281
Rata-rata 260,86 780,77
71,60 857
77 235
Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat, 2011 Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat dilihat bahwa produksi terbesar dihasilkan
oleh alat tangkap alahan dengan rata-rata produksi sebesar 780,77 ton. Hal ini disebabkan oleh sistem penangkapan ikan Bilih dengan menggunakan alahan
berbeda dengan alat tangkap lainnya. Alahan merupakan salah satu bentuk penyimpangan penangkapan terhadap kelimpahan stok. Sistem penangkapan
alahan memanfaatkan cara beruaya ikan Bilih dengan mempersempit ruang gerak ikan sehingga menghalangi ikan untuk menuju danau. Apabila tidak dikelola
dengan baik hal ini sangat mempengaruhi stok ikan Bilih di Danau Singkarak. Jumlah alat tangkap effort paling tinggi adalah alat tangkap jaring langli
dengan rata-rata effort 857 unit. Jaring langli digunakan nelayan hampir di seluruh nagari di Danau Singkarak. Sedangkan rata-rata effort yang paling kecil yaitu
alahan sebesar 77 unit. Sedikitnya jumlah alat tangkap effort alahan ini disebabkan oleh sistem kepemilikan alahan. Alahan hanya dapat dimiliki oleh
masyarakat atau nelayan yang lahannya dialiri sungai menuju danau, akibatnya tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam menggunakan alat
tangkap jenis ini. Data produksi dan effort sumberdaya ikan Bilih lebih lengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
6.5 Catch Per Unit Effort CPUE