Hak Penguasaan Masyarakat Desa

110 Permasalahan lain yang menunjukan buruknya proses penetapan dan pengukuhan kawasan hutan lindung mangrove di Desa Dabong juga dapat dilihat dari adanya program Protekan dari DKP pada tahun 1998-1999 di kawasan ini. Hal ini menunjukan proses penetapan kawasan hutan lindung mangrove dilakukan secara tidak terpadu dan tidak lintas sektoral. Selain itu masyarakat juga baru mengetahui status hutan lindung mangrove di Desa mereka sejak beberapa warga dijadikan tersangka pidana atas tindakan perambahan hutan lindung. Hal ini menunjukan bahwa proses pengumuman kawasan hutan lindung kepada masyarakat dilkukan dengan tidak benar. Menurut Keppres no 32 tahun 1990, penetapan wilayah tertentu sebagai bagian dari kawasan lindung harus dilakukan secara terpadu dan lintas sektoral serta Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II harus mengumumkan kawasan-kawasan lindung kepada masyarakat.

b. Hak Penguasaan

Property Right Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Dabong Konsep property right atau kepemilikan muncul dari konsep hak right dan kewajiban obligations yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat, tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang dapat menyatakan hak milik atau penguasaan tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari hal ini adalah hak seseorang adalah kewajiban dari orang lain seperti dicerminkan oleh hak kepemilikan ownership adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya Pakpahan 1989. Penelitian ini juga mencoba untuk mengkaji bentuk-bentuk hak dan kewajiban dari pengelola kawasan Dinas Kehutanan atas penguasaan sumberdaya ekosistem mangrove di Desa Dabong. Pada saat ini, hak kepemilikan property right atas sumberdaya ekosistem mangrove di Desa Dabong berada ditangan Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya. Hak kepemilikan tersebut masuk dalam klasifikasi milik Negara state property right dan diperoleh melalui pengaturan administrasi formal pemerintah tidak ada sifat tawar-menawar dan ada unsur paksaan. Mekanisme diperolehnya hak kepemilikan tersebut berdasarkan SK MenHut No.259kpts-II2000, yang mana kawasan hutan 111 mangrove di Desa Dabong ditetapkan statusnya menjadi Kawasan Hutan Lindung Mangrove. Berkaitan dengan otonomi daerah, dimana pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya, maka kawasan hutan lindung mangrove tersebut pengelolaanya diwenangkan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Kubu Raya dan didukung oleh Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat. Berbagai bentuk hak dari pengelola kawasan Dinas Kehutanan di kawasan hutan lindung mangrove Desa Dabong adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengelolaan dan pemanfaatan terhadap kawasan hutan lindung mangrove 2. Menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kawasan lindung mangrove 3. Pemberian dan pencabutan ijin terhadap pemanfatan SDA di kawasan hutan lindung Mangrove 4. Menangani dan menindak setiap pelangaran di kawasan hutan lindung mangrove penyidikan, peringatan, pelarangan, pengusiran, relokasi dan pemberian sangsi. Berbagai bentuk kewajiban dari pengelola kawasan Dinas Kehutanan di kawasan hutan lindung mangrove Desa Dabong adalah sebagai berikut: 1. Menjaga keutuhan dan kelestarian hutan Mangrove 2. Melakukan sosialisasi kawasan lindung ke masyarakat 3. Membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KPHL 4. Melakukan penyuluhan, pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat 5. Melakukan patroli Hutan pengawasan dan pengamanan 6. Menyusun perencanaan pengelolaan partisipatif dan mengimplementasikannya Realisasi pelaksanaan property right oleh pengelola kawasan Dinas Kehutanan di kawasan hutan lindung mangrove Desa Dabong adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjaga property right, maka pengelola mulai mempermasalahkan kasus tambak yang berada didalam kawasan hutan lindung mangrove 112 pada tahun 2008. Padahal tambak diwilayah tersebut sudah lama ada. Masyarakat telah membuka tambak di dalam kawasan ekosistem mangrove diperkirakan sejak tahun 1991 sampai tahun 2008 dengan luas total sampai saat ini 564.35 ha. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan perekonomian mereka. 2. Belum pernah dilakukan sosialisasi kawasan lindung ke masyarakat di Desa Dabong 3. Patroli Hutan sangat jarang dilakukan, bahkan hampir tidak pernah. Hal ini dikarenakan lokasi yang jauh dan terpencil serta terbatasnya fasilitas, dana dan SDM. 4. Belum pernah ada upaya penyuluhan, pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat 5. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung KPHL belum terbentuk 6. Belum ada rencana implementasi pengelolaan yang partisipatif 7. Upaya reboisasi dan rehabilitasi belum pernah dilakukan terhadap kawasan hutan mangrove yang rusak Lemahnya realisasi pelaksanaan dalam menjaga property right oleh pengelola kawasan Dinas Kehutanan di kawasan hutan lindung mangrove Desa Dabong disebabkan oleh beberapa sebab, yaitu: 1. Sebagian wilayah yang ditetapkan menjadi hutan lindung mangrove sebelumnya sudah dikuasai masyarakat desa sejak lama yaitu mulai tahun 1871. Penguasaan lahan untuk hutan lindung dilakukan secara sepihak tanpa adanya proses pelepasan hak kepemilikan dari masyarakat. 2. Keterbatasan angaran, kualitas dan kuantitas SDM, maupun sarana dan prasarana dari pengelola kawasan lindung Dinas Kehutanan. Tercatat jumlah total jumlah polisi kehutanan di Kabupaten Kubu Raya adalah 48 orang dan harus mengamankan seluruh hutan di kabupaten Kubu Raya yang sangat luas baik hutan mangrove maupun non mangrove hutan lindung, hutan lindung bakau, dan hutan lindung gambut yang menjadi otoritas Dinas Kehutanan dengan luas total mencapai 146 . 432.60 hektar. Jadi setiap 1 orang polisi hutan harus mengamankan hutan Negara seluas 3 . 050.68 hektar. 113 3. Biaya penegakan property right yang tinggi. Hal ini dikarenakan sulitnya aksebilitas menuju kawasan hutan karena jauh dan terpencilnya kawasan. Untuk menuju ke lokasi harus menggunakan jalur transportasi air, sehingga biaya pengamanan menjadi sangat mahal. Biaya sewa satu kapal speed kapasitas 4 orang per hari dibutuhkan biaya antara Rp.1 . 200 . 000.00 sampai Rp.2 . 000 . 000.00.

c. Aturan representatif pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Dabong