27
Gambar 3. Kerangka analisis kelembagaan Schmid and Allan 1987
2.7. Konsep Pengelolaan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kehidupannya WCED 1987 in Dahuri et al. 2004. Selanjutnya Bengen 2004 berpendapat bahwa pembangunan berkelanjutan
sustainable development merupakan visi dunia internasional yang sudah saatnya juga menjadi visi nasional. Visi pembangunan berkelanjutan tidak melarang
aktivitas pembangunan ekonomi, tetapi menganjurkannya dengan persyaratan bahwa laju tingkat kegiatan pembangunan tidak melampaui daya dukung
carrying capacity lingkungan alam. Dengan demikian generasi mendatang memiliki asset sumber daya alam dan jasa lingkungan environmental service
yang sama atau jika dapat lebih baik daripada generasi yang hidup sekarang. Menurut
Dahuri et al.
2004, pada dasarnya pembangunan berkelanjutan merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas
limit pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumber daya alam yang ada didalamnya. Ambang batas yang dimaksud tidaklah bersifat mutlak absolute
melainkan merupakan batasan yang luwes fleksibel yang tergantung pada kondisi teknologi dan social ekonomi tentang pemanfaatan sumber daya alam
serta kemampuan biosfer untuk menerima dampak kegiatan manusia. Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki 4 dimensi:
1 Dimensi ekologis,
2 Dimensi sosial budaya,
SITUASI
STRUKTUR KEBIJAKAN
TRANSISI
KEBIJAKAN MENDASAR
PERILAKU PERFORMANCE
AKAR MASALAH
Sympton Solusi
28 3
Dimensi sosial politis, 4
Dimensi hukum dan kelembagaan Dahuri et al. 2004. Konsep pengelolaan lain yang berbasis ekosistem yang juga telah
diperkenalkan oleh Meffe et al. 2002 in INRR 2005 yang menggambarkan bahwa pada dasarnya pendekatan ini mengintegasikan antara pemahaman ekologi
dan nilai-nilai sosial ekonomi. Dalam hal ini tujuan pengelolaan berbasis ekosistem adalah memelihara, menjaga kelestarian dan integritas ekosistem
sehingga pada saat yang sama mampu menjamin keberlanjutan suplai sumberdaya untuk kepentingan sosial ekonomi manusia. Rejim kolaboratif untuk mecapai
tujuan tersebut adalah 3 pilar pengelolaan berbasis ekologi, social ekonomi dan institusi Gambar 4. Dari gambar tersebut terdapat 4 konteks kebijakan yang
masing-masing merupakan dua perspektif tersebut.
Konteks ekologi
Konteks Sosial Ekonomi
Konteks Hukum
C A
D B
Gambar 4. Tiga pilar pengelolaan berbasis social ekosistem Meffe et al. 2002 in INRR 2005
Gambar diatas dapat dijelaskan bahwa daerah A adalah zona otoritas pengelolaan zone of management authority, dimana institusi pengelola
mendapatkan mandat dari masyarakat untuk melakukan regulasi terhadap pengambilan keputusan yang terkait dengan ekosistem. Daerah B disebut sebagai
daerah kewajiban masyarakat zone of societal obligation, dimana kebijakan yang diambil institusi menitikberatkan pada kepentingan masyarakat sementara
itu daerah C adalah daerah pengaruh zone of influence, dimana dinamika keterkaitan sistem alam dan sistem sosial ekonomi terjadi dalam konsteks proses
dan bukan pada regulasi atau otoritas. Dengan kata lain proses saling memengaruhi antar keduanya menjadi fokus utama dari perspektif daerah C.
29 Terakhir adalah daerah D sering pula disebut daerah interaksi bersama zone of
win-win partnership dimana fokus utama pembangunan berbasis pada sistem
sosial ekologi berada. Dalam konteks ini pandangan ketiga pilar pengelolaan berbasis sosial ekosistem menjadi sama penting dan diwujudkan dalam kebijakan
pembangunan yang komprehensif dan terpadu.
2.8. Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan