Perkembangan Bahasa Anak SD Kelas Rendah

dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai tingkat perilaku sosial anak Djamarah, 2011: 48. Seberapa banyak penguasaan bahasa Indonesia bagi anak yang baru masuk sekolah dasar, tentulah bermacam ragam sejalan dengan berbagai hal yang telah diungkapkan di atas. Pada waktu mulai masuk sekolah dasar, anak-anak dihadapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini hampir tidak mungkin kalau mereka belum menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak pada periode usai sekolah dasar ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang. Kemampuan berbahasa anak-anak tidaklah diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi berkembang secara bertahap. Tahapan perkembangan bahasa anak dapat dibagi atas : 1 tahap pralinguistik, 2 tahap satu kata, 3 tahap dua-kata, dan 4 tahap banyak kata Slamet, 2014: 8-17. a. Tahap Pralinguistik 0-12 bulan Tahap pralinguistik dimulai pada usia bayi, mereka memperoleh bahasa ketika berumur kurang dari satu tahun. Namun pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah bermakna. Bunyi-bunyi itu berupa vokal atau konsonan tertentu tetapi tidak mengacu pada kata atau makna tertentu. Bayi yang berusia 4-7 bulan biasanya sudah mulai menghasilkan banyak suara yang menyebabkan masa ini disebut masa ekspansi. Suara-suara baru itu meliputi: bisikan, menggeram, dan memekik. Setelah memasuki usia 7-12 bulan, ocehan bayi meningkat pesat. Sebagian bayi mulai mengucapkan suku kata dan menggandakan rangkaian kata seperti “dadada” atau “mamama”. b. Tahap Satu-Kata 12-18 bulan Pada masa ini anak belajar menggunakan satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan idenya. Satu kata mewakili satu atau bahkan lebih frasa atau kalimat. Contohnya adalah “papa”sambil menunjuk ayah. Kata-kata yang diucapkan berhubungan dengan objek-objek nyata atau perbuatan. Kata- kata yang diucapkan orang tua sewaktu mengajak bayinya berbicara berpotensi lebih besar menjadi kata pertama yang diucapkan si bayi. Misalnya “papa”, kata- kata tersebut mengandung fonem “a” yang secara artikulasi juga mudah diucapkan. c. Tahap dua-kata 18-24 bulan Pada tahap ini anak sudah mencapai tahap kombinasi dua kata. Anak mulai mengucapkan “Ma, pelgi”, maksudnya “Mama, saya mau pergi”. Pada tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi belum dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selain itu, anak belum dapat menggunakan kata ganti sya, aku, kamu, dia, mereka dan sebagainya. d. Tahap banyak kata3-5 tahun Pada saat anak mencapai usia 3 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan kosakata. Mereka sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, pernyataan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat. Anak usia 3-4 tahun tuturannya lebih panjang dan tatabahasanya lebih teratur. Anak usia diantara itu tatabahasanya lebih teratur dan lebih menggunakan lebih dari dua kata. Anak usia 5-6 tahun bahasa anak telah menyerupai bahasa orang dewasa. Selain tahapan perkembangan bahasa anak seperti yang sudah dipaparkan, Ross dan Roe Zuchdi dan Budiasih, 1997 membagi fase perkembangan bahasa anak seperti berikut : a Perkiraan umur 0-2 tahun. Tahap perkembangan bahasa fase fonologis, kemampuan anak dapat mengungkapkan bunyi-bunyi bahasa hingga dapat menyebutkan kata-kata sederhana. b Perkiraan umur 2-7 tahun. Tahap perkembangan bahasa fase sintaktik, kemampuan anak menunjukkan kesadaran gramatis, berbicara menggunakan kalimat. c Perkiraan 7-11 tahun. Perkembangan bahasa fase semantik, kemampuan anak dapat membedakan kata sebagai simbol dan konsep yang terkandung dalam kalimat. Pada fase ini anak menguasai banyak kosa kata dan lebih memahami wacana dengan baik. selama periode ini, anak menjadi semakin baik dalam menemukan makna kata berdasarkan konteksnya. Anak yang usianya 11 tahun membentuk definisi dengan menggabungkan makna-makna yang telah diketahuinya. Dengan demikian definisinya menjadi lebih luas, misalnya kucing adalah binatang yang biasa dipelihara di rumah-rumah penduduk. Selain hal yang dijelaskan diatas, usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata vocabulary. Pada awal masa ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kataa, dan pada masa akhir usia 11-12 tahun telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata Yusuf, 2008: 179. Bahasa memang sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Perkembangan pikiran itu dimulai usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan dalam Yusuf, 2008: 118 - 119 sebagai berikut : a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti “bapak makan”. b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif menyangkal, seperti: “Bapak tidak makan”. c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat: 1 Kritikan :”ini tidak boleh, ini tidak baik”. 2 Keragu-raguan : barangkali, mungkin, bisa jadi ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan kekhilafannya. 3 Menarik kesimpulan analogi, seperti : anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit. Perkembangan bahasa anak yang paling jelas tampak ialah perkembangan semantik dan pragmatik Owens, 1992: 354-355 dalam Ngalimun, 2014: 11. Di samping memahami bentuk-bentuk baru, anak belajar menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif termasuk bagaimana perkembangan komunikasi awal. Perkembangan bahasa anak lainnya berupa perkembangan morfologis, perkembangan sintaktik, dan perkembangan fonologis. 1. Perkembangan Semantik dan bahasa figuratif a. Perkembangan Semantik Keseluruhan proses perkembangan semantik yang mulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar ini dapat dihubungkan dengan keseluruhan proses kognitif Owens, 1992: 374 dalam Ngalimun, 2014: 11. Dalam proses peningkatan jumlah kosakata dan makna lewat konteks, seseorang menyusun kembali aspek-aspek kebahasaan yang dikuasainya. Susunan baru yang dihasilkan tercermin dalam cara seseorang menggunakan kata- kata. Sebagai dampaknya ialah adanya perkembangan penggunaan bahasa figuratif. Pada usia sekolah dan dewasa, ada dua jenis penambahan makna kata. Secara horizontal, anak-anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan makna yang tepat. Penambahan vertikal berupa peningkatan jumlah kata-kata yang dapat dipahami dan digunakan dengan tepat Owens, 1992: 375 dalam Ngalimun, 2014: 11. Di kelas-kelas awal, juga terjadi perkembangan dalam penggunaan istilah-istilah yang menyatakan tempat. Penggunaan istilah-istilah yang umum berkurang dan terjadi peningkatan penggunaan istilah-istilah yang menunjukkan tempat yang bersifat khas. Berdasarkan istilah umum “ini” dan “itu”, anak kemudian memahami dan dapat menggunakan istilah-istilah jauh, dekat, kiri, kanan, bawah, muka, atas, belakang dan sebagainya. Kemampuan anak dalam mengidentifikasi kata-kata meningkat. Ada dua cara dalam hal tersebut, yaitu: pertama, secara konseptual dari definisi berdasar pengalaman individu ke makna yang lebih bersifat sosial atau makna yang dibentuk bersama. Kedua, anak bergerak secara sintaksis dari definisi berupa kata-kata lepas ke kalimat-kalimat yang menyatakan hubungan yang kompleks. Kemampuan anak dalam membuat definisi sangat dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya. Demikian halnya jika di sekolah setiap anak banyak diberi kesempatan untuk praktik berbahasa, maka anak tersebut dapat mengembangkan potensi berbahasanya dengan baik termasuk kemampuannya dalam membuat definisi. b. Bahasa dan Proses Figuratif Anak-anak usia sekolah mengembangkan bahasa figuratif yang memungkinkan penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figuratif menggunakan kata-kata secara imajinatif. Yang termasuk bahasa figuratif yaitu ungkapan, metafora, kiasan dan peribahasa. Ungkapan adalah pernyataan pendek yang telah digunakan bertahun-tahun dan tidak dapat dianalisis secara gramatikal. Metafora dan kiasan adalah bentuk ucapan yang membandingkan benda yang sebenarnya dengan khayalan. Dalam metafora perbandingan dinyatakan secara implisit, sedangkan kiasan adalah perbandingan secara eksplisit yang biasanya dinyatakan dengan kata. Peribahasa sendiri diartikan sebagai pernyataan pendek yang sudah dikenal yang berisi kebenaran yang terterima, pikiran yang berguna, atau nasihat. Anak usia sekolah 5 dan 7 tahun lebih suka menghubungkan dua istilah daripada menyamakannya. Pemahamannya hanya secara fisik, sebaliknya pada usia 8 dan 9 tahun anak mulai dapat menghargai proses psikologis sehingga pemahamannya tidak hanya secara fisik. Pada usia tersebut, masih sering terjadi kesalahan penafsiran metafora, karena anak belum sepenuhnya memahami dimensi psikologis. Anak berusia 6, 7 dan 8 tahun menafsirkan bahasa secara literal. Perkembangan pemahaman berlangsung terus sampai periode adolesen dan dewasa. Ketepatan pemahaman ungkapan dan peribahasa meningkat secara perlahan-lahan pada masa akhir kanak- kanak dan masa adolesen. Perkembangan ini bervariasi antara anak yang satu dengan anak yang lain tergantung pada pengalaman belajarnya. Bahasa figuratif lebih mudah dipahami dalam konteks daripada secara terpisah oleh anak adolesen. Makna bahasa figuratif disimpulkan oleh anak dari penggunaan yang berulang-ulang dalam konteks yang berbeda-beda. Kejelasan metaforik, yakni hubungan antara literal dan figuratif, memudahkan penafsiran. 2. Perkembangan Pragmatik Perkembangan pragmatik penggunaan bahasa merupakan hal yang paling penting dalam bidang dan pertumbuhan bahasa pada tahap usia sekolah. Pada masa sebelumnya, anak belum memiliki keterampilan berbicara secara sistematis. Pada usia sekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi komunikator yang lebih efektif. Secara umum, anak kurang dapat menerima pandangan orang lain. Menurut pendapat beberapa ahli di atas, perkembangan bahasa anak adalah sebagai salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak-anak, terdiri dari perkembangan bicara, perkembangan menulis, perkembangan membaca dan perkembangan menyimak dan merupakan kemampuan anak untuk dapat mengekspresikan segala pikiran dalam bentuk ungkapan. Anak kelas III dengan perkiraan usia anatara 7-11 sudah mampu menguasai banyak kosa kata dan lebih memahami wacana dengan baik. Pada usia sekolah, proses kognitif meningkat sehingga memungkinkan anak menjadi komunikator yang lebih efektif. Selain itu anak pada tahapan ini mempunyai banyak kosa kata dengan melihat gambar atau benda konkret yang dijumpainya.

2.1.3 Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Rendah

Pembelajaran bahasa Indonesia untuk SD adalah pertama kalinya siswa belajar bahasa Indonesia secara resmi. Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Fungsi bahasa tersebut sebagai alat pemersatu bangsa dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda dan sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi serta sebagai perhubungan dalam kepentingan pemerintahan dan kenegaraan. Guru selayaknya memperkenalkan bahasa Indonesia kepada siswa ragam lisan yang formal dan ragam tulis formal dan tak formal. Pembelajaran bukan lagi ditekankan pada kemampuan berbahasa, melainkan keterampilan berbahasa. Keterampilan tersebut meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Oleh karena itu, guru hendaknya memberikan pengajaran sesuai dengan keterampilan berbahasa dengan menggunakan metode yang bervariasi. Guru sedini mungkin juga harus mengajarkan anak-anak agar mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar Ngalimun, 2014: 3-5. Menurut Suryaman, 2012: 127 mengungkapkan bahwa cara pengajaran bahasa Indonesia yang mudah dipahami yaitu melalui pengalaman langsung.Cara pengalaman langsung bersifat konkret, mudah dipahami dan mengajarkan anak mencari informasi dalam berbagai pengalamannya. Dalam proses belajar bahasa, ada sejumlah prinsip belajar yang dapat melicinkan jalan menuju keberhasilan belajar bahasa Indonesia. Prinsip – prinsip belajar psikologis dan linguistik Djamarah, 2011:69-70. Prinsip – prinsip yang bersifat psikologis adalah: 1. Motivasi Motivasi adalah yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Maka untuk berhasilnya pengajaran bahasa, murid-murid dibimbing agar mempunyai dorongan untuk belajar. Tanpa adanya kemauan tidak mungkin tujuan belajar dapat dicapai. Jadi seorang anak yang belajar bahasa dengan adannya motivasi akan mengalami tujuan yang pesat. 2. Pengalaman sendiri Pengalaman adalah yang dialami sendiri akan lebih menarik dan berkesan daripada mengetahui dari kata orang lain. 3. Keingintahuan Keingintahuan merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju. Hubungan dengan belajar bahasa, keingintahuan seorang anak terhadap bahasa lain akan menyebabkan dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari bahasa. 4. Pemecahan masalah Belajar bahasa tidak dapat dipisahkan dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlukan kekritisan seseorang tersebut dalam menghadapi masalah dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman dan sikap. 5. Berpikir analitis-sintesis Berpikir secara analitis adalah berusaha mengenal sesuatu dengan cara mengenali ciri-ciri dan unsur-unsur yang ada pada sesuatu itu. Dalam pengajaran bahasa mereka bukan hanya dilatih menguraikan atau menganalisis kalimat, melainkan juga menata paragraf menjadi sebuah wacana.