32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tabel 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi spermatozoa sesuai rumus dibawah ini Ilyas, 2007.
Konsentrasi spermatozoa = n x 10.000x Fp x
25
x vNaCl 3.2 Keterangan :
N = jumlah spermatozoa yang dihitung
10.000 = volume kamar hitung Neubauer Fp
= Faktor pengenceran 25
= total kotak kecil yang terdapat alam kamar hitung Neubauer
K = kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan
vNaCl = volume NaCl fisiologis ml yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa jutaml dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung
Rumus Konsentrasi
Spermatozoa
1. 5
nx 10.000x 50x5x0,5 2.
10 nx 10.000x 20x2,5x0,5
3. 25
nx 10.000x 10x1x0,5
2. Konsentrasi testosteron
Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak etanol 70 daun pacing per oral. Pada hari ke- 0 dan 49 dilakukan pengambilan
darah melalui vena lateral ekor sebanyak ±1ml, kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm untuk
memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron tikus. Serum kemudian disimpan dalam freezer suhu -20
o
C sampai hari ke-49. Pengukuran konsentrasi hormon testosteron serum dilakukan di laboratorium
dengan menggunakan ELISA testosteron dari DRG international pada hari ke-49. Kadar hormon minimal yang terdeteksi pada kit adalah 0,086 ngml. Prosedur
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengukuran hormon dilakukan berdasarkan intruksi manual yang disertakan dalam kit Krishna, 2012.
Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA, larutan standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25µ L ke dalam
wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200µL ke dalam setiap wells, kemudian dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting adalah larutan tahap pencampuran
hingga selesai. Campuran tersebut kemudian dinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan tanpa penutup plate, wells kemudian digoyangkan dengan cepat.
Wells diteteskan dengan wash solution 400µL, wells diletakan di atas kertas penyerap untuk menghapus sisa tetesan. Substrate solutions sebanyak 200µL
ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selam 15 menit pada suhu ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan penambahan stop
solution sebanyak 100µL ke dalam setiap wells. Tentukan nilai absorbansi setiap wells pasda 450 ±10nm dengan microtiter plate reader dengan waktu yang
direkomendasikan untuk membaca absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah penambahan stop solution.
3. Pengamatan Morfologi
Inversk Research et al, 2000 Morfologi sperma dapat diamati pada sediaaan apus dengan perwarnaan
eosin Y 1. Suspensi sperma sebanyak 50µ L dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 300µ L eosin Y 1 kemudian dikocok perlahan.
Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama 45-50 menit kemudian diresuspensikan dengan pipet tetes.
Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan bentuk sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan
dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400-1000 kali.
4. Jumlah Spermatosit Pakiten
Pada tubulus seminiferus diukur diameter tubulus seminiferus dan sel germinal dari tahapan I sampai XI yang dikelompokan pada tahapan Stage I-VI,
VII-VIII, 1X-XI dan XII-XIV dari epitel seminiferus. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop optik. Tahapan I-VI dilihat dari membran menuju lumen
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi 1-3 dan cap 4-7 serta spermatid fase maturasi 15 dan 19. Tahapan VII-VIII terdapat
spermatogonium, pakiten, spermatid round spermatid, cap 23 dari inti sel dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. Tahapan IX-
XI terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nukleus mulai memanjang. Tahapan XII-XIV terdapat spermatogonium,
pakiten dan diaknesis, spermatid fase akrosom 12-14 terlihat nukleus memanjang dan akrosom 23 dari sitoplasma Azrifitria,2012. Analisis kuantitatif
perhitungan jumlah spermatosit pakiten hanya dilakukan pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis pada tahap VII-VIII pada testis bagian kanan.
3.5 Analisa Data
Hasil percobaan yang dianalisis untuk melihat adanya perbedaan yang nyata pada konsentrasi testosteron, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatosit
pakiten, dan morfologi spermatozoa dari masing-masing kelompok tikus perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik one-way ANOVA, Paired Sample T-Test, atau uji non-
parametrik Kruskal Wallis.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasai dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman
pacing Costus spiralis suku Zingeberaceae. Surat pernyataan hasil determinasi
dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Penyiapan simplisia dilakukan di Ballitro, Bogor. Sebanyak 8 kg daun pacing Costus spiralis segar dirajang dan dihaluskan hingga didapat 1 kg serbuk
daun pacing Costus spiralis yang diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor pada 31 Oktober 2014. Serbuk daun pacing Costus spiralis dimaserasi sebanyak
9 kali berulang dengan menggunakan pelarut etanol 70 sebanyak 8 L hingga dihasilkan maserat yang berwana lebih bening daripada maserat awal.. Ekstrak
etanol 70 daun pacing Costus spiralis yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vcuum rotary evaporator. Ekstrak etanol 70 daun pacing yang didapat
belum menjadi ekstrak kental sehingga dilakukan freeze dry di Laboratorium Fitokimia Universitas Indonesia selama 10 hari. Ekstrak kental yang diperoleh
sebanyak 77 gram dengan rendemen 7,7. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder. Hasil penapisan
fitokimia ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis ditunjukkan pada tabel 4.1.
35
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis
Penapisan Fitokimia Hasil
Alkaloid 1. Tidak terbentuk endapan putih dengan
penambahan reagen Meyer negatif 2. Tidak terbentuk endapan kuning dengan penambahan
reagen Dragendrof negatif Tanin
Terbentuk warna hijau kecoklatan positif Saponin
Terbentuk buih yang tidak hilang positif Flavonoid
Terbentuk warna kuning positif Terpen
Terbentuk warna hijau positif Steroid
Triterpenoid 1. Tidak terbentuk warna biru-kehijauan negatif
2. Tidak terbentuk warna merah, merahmuda atau ungu negatif
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak
Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 70 Daun Pacing Costus spiralis
Parameter Hasil
Parameter Spesifik
Identitas ekstrak a. Nama latin tumbuhan
b. Bagian tumbuhan yang digunakan
c. Nama Indonesia tumbuhan
Costus spiralis Daun
Pacing Organoleptik
a. Bentuk b. Warna
c. Bau Kental
Coklat kehitaman Khas
Parameter Nonspesifik Kadar air
18,667 Kadar abu
22,327
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis menggunakan kamar hitung Neubauer. Data hasil perhitungan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70 Daun Pacing Costus spiralis
Kelompok Rerata Konsentrasi Spermatozoa 10
6
ml ±SD
Kontrol 15,12± 1,83
Dosis 12,5 mgkgBB 15,00± 1,45
Dosis 25 mgkgBB 14,95 ±3,95
Dosis 37,5 mgkgBB 12,6 2± 2,50
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya penurunan konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 70 daun pacing
Costus spiralis yang diberikan pada hewan uji gambar 4.1.
Gambar 4.1. Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70 Daun Pacing Costus spiralis
Data hasil perhitungan menggunakan one-way ANOVA. Hasil varian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna p≥0,05 antara dosis
12,5mgkgBB, 25mgkgBB, dan 37,5mgkgBB terhadap kontrol. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.
11.000 11.500
12.000 12.500
13.000 13.500
14.000 14.500
15.000 15.500
Kontrol Dosis
12,5mgkgBB Dosis
25mgkgBB Dosis
37,5mgkgBB
Ko n
se n
tra si
Sp e
rm a
to zo
a 1
6
m L
Kelompok Uji
Konsentrasi Spermatozoa
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.6 Perhitungan Morfologi Spermatozoa
Perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis menggunakan preparat apus. Data hasil perhitungan
morfologi spermatozoa dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Perhitungan Mofologi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70 Daun Pacing
Costus spiralis
Kelompok Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa ±SD
Kontrol 12,22± 0,58
Dosis 12,5 mgkgBB 27,15± 2,15
Dosis 25 mgkgBB 23,12 ±1,56
Dosis 37,5 mgkgBB 25,72± 0,92
Hasil perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan
adanya peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa terhadap kontrol.
Peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa tidak sebanding dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 70 daun pacing Costus spiralis yang
diberikan pada hewan uji gambar 4.2.
Gambar 4.2. Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Ekstrak Etanol70 Daun Pacing Costus spiralis
Data hasil perhitungan morfologi spermatozoa abnomal kemudian diolah menggunakan Kruskal-Wallis yang menunjukkan terjadi perbedaan secara
5 10
15 20
25 30
Kontrol Dosis
12,5mgkgBB Dosis
25mgkgBB Dosis
37,5mgkgBB m
o rf
o lo
gi s
pe rm
at o
zo a
ab n
o rm
al
Kelompok Uji Abnormalitas
Morfologi Spermatozoa
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermakna p ≤0,05. Hasil dari Kruskal Wallis dilanjutkan uji LSD yang
menunjukkan terjadi perbedaan bermakna p≤0,05.antara masing-masing dosis yaitu 12,5mgkgBB, 25mgkgBB, dan 37,5mgkgBB terhadap kontrol. Hasil
perbandingan antara dosis 12,5mgkgBB, 25mgkgBB, dan 37,5mgkgBB tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna p≥0,05. Peningkatan abnormalitas
morfologi spermatozoa
menunjukkan adanya
gangguan pada
proses spermatogenesis. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 11.
4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Testosteron
Perhitungan konsentrasi testosteron serum pada hari ke-0 dan ke-49 dilakukan menggunakan ELISA kompetitif. Data hasil perhitungan konsentrasi
testosteron pada hari ke-0 dan ke-49 dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Perhitungan Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70 Daun Pacing
Costus spiralis
Kelompok Rerata Konsentrasi Testosteron ngml±SD
H-0 H-49
Kontrol 3,79±0,70
2,39±0,77 Dosis 12,5 mgkgBB
4,49±1,93 2,63±0,41
Dosis 25 mgkgBB 1,83±0,32
4,25±0,98 Dosis 37,5 mgkgBB
3,51±0,86 4,96±1,54
Hasil perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan 49 pada masing-masing kelompok uji mengalami penurunan dan peningkatan konsentrasi
testosteron gambar 4.3.