hubungan bermakna antara riwayat BBLR dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan
Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Penelitian oleh Martika 2012 di Yogyakarta menunjukan bahwa adanya
hubungan antara berat bayi lahir rendah BBLR dengan perkembangan motorik anak, anak dengan riwayat BBLR memiliki kecenderungan untuk
terjadinya keterlambatan perkembangan motorik halus 27,6 kali dan perkembangan motorik kasar 8,18 kali lebih besar dibandingkan anak normal.
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengoptimalkan status perkembangan motorik kasar anak maka perlu diadakan penanganan serius terhadap kejadian
berat bayi lahir rendah BBLR. Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembarganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR IDAI, 2004.
1. Faktor ibu a. Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia muda
d. Faktor kebiasaan ibu Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu
alkohol dan ibu pengguna narkotika. 2. Faktor janin
Prematur, hidramion,
kehamilan kembarganda
gemeli, kelainan kromosom.
3. Faktor lingkungan Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi,
sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun. Dari berbagai faktor resiko diatas adapun langkah preventif yang dapat
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian BBLR di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi
Kabupaten Pandeglang
adalah dengan
Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan
dan dimulai sejak umur kehamilan muda, Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, dan perencanaan
persalinan pada rentang umur reproduksi sehat.
6.17. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar
Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Setelah dilakukan uji chi-square pada variabel pengetahuan ibu dan motorik kasar didapatkan sel yang mempunyai nilai harapan nilai E kurang
dari 5 sebanyak 2 sel 33,3, dengan dengan demikian harus dilakukan penggabungan kategori-kategori yang berdekatan makna dalam rangka
memperbesar harapan dari sel-sel tersebut. Maka status gizi dirubah menjadi dua kategorik yaitu, 0 = pengetaahuan ibu kurang dan 1 = pengetahuan ibu
baik. Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan p value 0,182. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Hotmaria 2010 hasil
penelitian Hotmaria menunjukan nilai p untuk hubungan pengetahuan ibu dan motorik kasar anak sebesar 0,569 yang artinya tidak ada hubunngan bermakna
antara pengertahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Havni Van Gobel 2012
adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan peran ibu dalam perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di posyandu kelurahan libuo
tahun 2012.
Selaras dengan Havni, Titis Puspita Sari dkk. 2012 mengemukakan berdasarkan uji korelasi Spearman Rank, menyimpulkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan ibu dan perkembangan motorik kasar anak usia 3 – 5 tahun
di PAUD Ngudi Rahayu, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Hubungan ini mempunyai arah yang positif artinya semakin baik
pengetahuan ibu maka semakin baik perkembangan motorik kasar anak usia 3 –
5 tahun. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognisi merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang Notoatmojo, 2009. Jadi semakin baik pengetahuan seseorang semakin baik dan benar tindakan yang diambil seseorang, dalam pembahasan
ini dapat diartikan semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik pula tindakan yang diberikan pada anak yang akan berkibat baiknya status perkembangan
motorik anak. Akan tetapi hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara keduanya. Sebagian besar profesi penduduk Desa Pari adalah bertani dan
pedagang bissa saja pengetahuan mereka tentang perkembangan motorik baik namun mempunyai sangat sedikit waktu berkualitas dengan anak, sehingga
anak kurang mendapat perhatian.
6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang
Berdasarkan hasil penelitian tidak adak hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak pada anak
usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p = 0,159.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian Darmawan dkk 2010 Pendidikan ibu 63 lebih dari SMU, cukup baik untuk mendidik anak walaupun tidak ada
hubungan antara pendidikan ibu dengan gangguan perkembangan anak, p 0,188.
Namun hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Havni Van Gobel 2012 terdapat 18 orang 77 berpendidikan SD dan 5 orang 23 ibu
sampel keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak miskin sebagian besar ibu 80 berpendidikan SMU dan lainnya
berpendidikan perorang tuaan tinggi akademi. Berdasarkan hasil uji stiatistik temyata terdapat perbedaan yang bemlakna p 0.05 antara tingkat pendidikan
orangtua ayah dan ibu sampel di keluarga miskin dan tidak miskin.