A Analytical Hierarchy Process AHP

menunjukkan kinerja organisasi yang diteliti. Dengan skala sebagai berikut : 0 50 100

3.6.5. A

3.5.4. Analytical Hierarchy Process AHP

Analytical Hierarchy Process AHP menurut Saaty 2003 adalah metode pengambilan keputusan yang termasuk dalam kategori complex decision keputusan pelik. Selain itu AHP dapat mengarahkan proses pengambilan keputusan dengan mengidentifikasi dan menimbang kriteria yang dipilih, menganalisis data yang berhasil dikumpulkan dengan kriteria tersebut. Proses AHP menurut Fewidarto 1996 yaitu : 1. Penyusunan Hierarki Hierarki adalah abstraksi struktur suatu sistem, dimana fungsi hierarki antar komponen dan juga dampak-dampaknya pada sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, semuanya tersusun ke bawah dari suatu puncak tujuan akhir, turun ke sub-sub tujuan sub-objectives, kemudian faktor-faktor pendorong forces yang mempengaruhi sub-sub tujuan itu, lalu pelaku actors yang memberikan dorongan, turun ke tujuan- tujuan pelakuaktor dan kemudian kebijakan-kebijakannya lebih lanjut turun ke strategi-strategi dan akhirnya hasil dari strategi ini. Dengan kata lain hierarki adalah suatu sistem dengan tingkat-tingkat yang terstratifikasi, masing-masing terdiri atas banyak unsur atau faktor. 2. Penilaian kriteria dan Alternatif AHP yang dikembangkan Saaty dalam Fewidarto 1996 dapat diterapkan untuk memecahkan problema-problema yang terukur maupun yang memerlukan judgement. Penggunaan judgement kriteria dan alternatif dalam memecahkan problema dilakukan dengan Reassign Very Poor Poor Average Good Very Good Excellent membandingkan masukan-masukan input secara berpasangan pairwise comparison. Saaty telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 sd 9 adalah yang terbaik, yaitu berdasarkan tingginya akurasi. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai skala banding berpasangan Nilai Skala Definisi Penjelasan 1 Kedua unsur sama pentingnya Dua unsur mempengaruhi sama kuat pada sifat itu 3 Unsur yang satu sedikit lebih penting dari lainnya Pengalaman atau pertimbangan sedikit menyokong satu unsur atas lainnya 5 Unsur yang satu jelas lebih penting dibandingkan unsur lainnya Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat pada praktek 7 Satu unsur sangat jelas lebih penting dibandingkan unsur lainnya Satu unsur dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek 9 Satu unsur mutlak labih penting dibanding unsur lainnya Sokongan unsur yang satu atas yang lainnya terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua pertimbangan di atas Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan Kebalikan nilai-nilai di atas Bila nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara unsur A dan B, maka nilai- nilai kebalikan 12, 13,14,…., 19 digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A. Sumber : Saaty, 1993 3. Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan pairwise comparisons. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dapat dihitung melalui penyelesaian matematik, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Membuat matriks perbandingan berpasangan Untuk membuat matriks berpasangan, dimisalkan dalam suatu subsistem operasi terdapat n unsur yang akan dibandingkan, yaitu unsur A 1 , A 2 , A 3 ,…, A n , sedangkan pembobotan unsur-unsur operasi A 1 , A 2 , A 3 ,…., A n itu dinyatakan dengan W 1 , W 2 , W 3 ,…., Wn, maka penilaian tingkat kepentingan unsur A1 dibandingkan dengan A 2 adalah W 1 W 2 , sehingga akan terbentuk matriks perbandingan berpasangan A [ n x n ] yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks perbandingan preferensi A n x n ] A 1 A 2 A 3 …. A n A 1 1 W 1 W 2 W 1 W 3 W 1 W n A 2 W 2 W 1 1 W 2 W 3 W 2 W n A 3 W 3 W 1 W 3 W 2 1 W 3 W n …. A n W n W 1 1 Unsur-unsur nilai perbandingan pada matriks dinyatakan dengan I, j = 1, 2, 3,…, n. misalkan W 1 W 2 adalah perbandingan dari A 1 dan A 2 . Pemberian nilai pada matriks tersebut mengikuti skala banding berpasangan, dengan tata aturan sebagai berikut : 1. Jika WiWj = α, maka WjWi = 1 α, α= 0 2. Jika Ai mempunyai tingkat kepentingan relatif yang sama dengan Aj, Mak WiWj =Wj Wi = 1 3. Hal yang khusus, Wi Wi = 1 untuk semua i b. Melakukan normalisasi terhadap matriks awal c. Setiap field dalam suatu kolom dibagi dengan jumlah field pada kolom tersebut d. Menghitung bobot relatif atau bobot prioritas Dari matriks awal yang telah dinormalisasi, field-field dari satu baris dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah unsur yang dibandingkan e. Menghitung Lamda Max λmaks Tahapan- tahapan untuk mencari λmaks sebagai berikut : 1. Kolom matriks awal dikalikan dengan bobot prioritas. 2. Field-field sepanjang baris dijumlahkan 3. Jumlah masing-masing tersebut dibagi dengan bobot prioritas. 4. Hasil pembagian pada tahap sebelumnnya dibagi dengan jumlah kolom matriks awal. 4. Konsistensi Logis Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logis. Consistency Ratio CR merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa, apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Semua unsur yang telah dikelompokkan harus memenuhi kriteria atau tidak. Semua unsur yang telah dikelompokkan harus memenuhi kriteria konsistensi, yaitu CR ≤ 0,1. CR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : CR = CI RI dengan CI = λ maks – n n – 1 nilai RI merupakan nilai indeks acak yang dikeluarkan oleh Oakridge Laboratory berupa tabel berikut : N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 5. Penggabungan Pendapat Responden Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian, dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, perlu dilakukan pengecekan konsistensi dari setiap unsur satu persatu. Pendapat yang telah konsisten tersebut kemudian digabungkan dengan menggunakan rataan geometrik, dengan rumus : Keterangan : X G = rataan geometrik n = jumlah responden Χi = penilaian oleh responden ke-i Hasil penilaian gabungan inilah yang kemudian diolah dengan prosedur AHP yang telah diuraikan sebelumnya.

3.5.5 Analisis Kepuasan Kerja dan Motivasi Karyawan