Pengakuan hukum positif terhadap hukum adat laut dalam

ekonomi dan menjaga keberlanjutan sumberdaya kelautan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di wilayah Aceh.

6.2 Analisis Hukum dan Kelembagaan

Analisis hukum dilakukan untuk mengetahui dasar berlakunya hukum adat laut dan melacak sejarah lembaga hukum adat laut di Provinsi NAD, sedangkan analisis kelembagaan dilakukan untuk mengetahui sistem kelembagaan Panglima Laôt serta melihat hubungan lembaga tersebut dengan lembaga lainnya. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci dari hasil analisis hukum dan kelembagaan Panglima Laôt.

6.2.1 Pengakuan hukum positif terhadap hukum adat laut dalam

pengelolaan sumberdaya perikanan di Nangroe Aceh Darussalam NAD Hukum adat laut sudah ada sejak lama di Aceh dan terus berkembang bersamaan dengan tumbuhnya kebudayaan masyarakat adat nelayan di Aceh. Hukum adat laut tetap dipatuhi tanpa ada paksaan dan dijalankan sesuai dengan nilai budaya, norma-norma adat sesuai dengan syariat Islam oleh masyarakat adat nelayan di Aceh pada saat itu. Keberadaan hukum adat laut di Aceh diakui oleh hukum positif, yang merupakan hukum yang berlaku di Indonesia. Beberapa peraturan mengenai pengakuan hukum positif terhadap keberadaan hukum adat laut berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan di NAD sebagai berikut: 1 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 1 Pasal 6 ayat 2 ”Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat danatau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.” 2 Pada Pasal 52 ”Pemerintah mengatur, mendorong, danatau menyelenggarakan penelitian dan pengembangan perikanan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha perikanan agar lebih efektif, efisien, ekonomis, berdaya saing tinggi, dan ramah lingkungan, serta menghargai kearifan tradisibudaya lokal. ” Berdasarkan pasal-pasal di atas diketahui bahwa kearifan lokal atau hukum adat menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di seluruh wilayah Perairan Indonesia. Pengakuan pemerintah terhadap kearifan lokal atau hukum adat laut seiring dengan perubahan sistem pemerintahan yang otonom dan terdesentralisasi, sehingga keberadaan lembaga adat kembali diperhatikan. 2 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau pulau Kecil. 1 Pasal 60 ayat 1 butir c ”Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat mempunyai hak untuk melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-unda ngan.” 2 Pasal 61 ayat 1 “Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun- temurun.” 3 Pasal 61 ayat 2 ”Pengakuan hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dijadikan acuan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan .” Berdasarkan pasal-pasal di atas dapat diketahui bahwa masyarakat nelayan di NAD diberikan hak untuk mengelola wilayah pesisir seperti mengelola kegiatan perikanan tangkap sesuai dengan hukum adat laut yang berlaku di sana, yaitu yang disebut Panglima Laôt. Hak ini diberikan kepada masyarakat adat nelayan karena pemerintah mengakui, menghormati dan melindungi kearifan lokal yang berlaku di suatu wilayah, salah satunya adalah hukum adat laut yang berlaku di NAD. Pengelolaan wilayah pesisir oleh masyarakat adat nelayan tentunya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perudang-udangan. Oleh karena itu, masyarakat nelayan harus benar-benar taat mematuhi hukum adat laut sesuai aturan yang berlaku. 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 1 Pasal 162 ayat 1 ”Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupatenkota berwenang untuk mengelola sumberdaya alam yang hidup di laut wilayah Aceh. ” 2 Pasal 162 ayat 2 huruf e “Kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1, yaitu pemeliharaan hukum adat laut dan membantu keamanan laut .” Pada pasal di atas diketahui bahwa pemerintah provinsi dan kabupatenkota di NAD diberi kewenangan untuk memelihara hukum adat laut, seperti yang diketahui bahwa hukum adat laut sampai saat ini masih sangat terpelihara di wilayah NAD. Pengakuan Pemerintah Provinsi NAD dan KabupatenKota terhadap lembaga adat bertujuan dalam menjaga dan memelihara hukum adat laut sebagai salah satu kearifan lokal di NAD. ” 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 2 ayat 9 ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Berdasarkan Pasal 2 ayat 9 di atas dapat diketahui keberadaan masyarakat nelayan di NAD sebagai bagian dari masyarakat hukum adat sangat diakui dan dihormati oleh Negara. Bahkan, masyarakat nelayan juga diberikan hak untuk tetap menjalankan hukum adat laut sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Qanun Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Pasal 11 ayat 2 ”Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, pemerintah provinsi mengakui keberadaan Lembaga Panglima Laôt dan hukum adat laut yang telah ada dan eksis dalam kehidupan masyarakat nelayan di Provinsi.” Berdasarkan Pasal 11 ayat 2 di atas dijelaskan bahwa Pemerintah Provinsi memberikan pengakuan terhadap keberadaan Panglima Laot di NAD. Panglima Laôt merupakan lembaga hukum adat laut yang berperan dalam melakukan pengelolaan kegiatan perikanan tangkap di NAD. Pemerintah sangat terbantu dalam mengelola perikanan di NAD dengan adanya Panglima Laôt. 6 Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat-Istiadat. Pasal 10 ayat 1 huruf f ”Pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat dapat dilakukan dengan “perlindungan hak masyarakat adat, yang meliputi tanah, rawa, hutan, laut, sungai, danau, dan hak- hak masyarakat lainnya”. Pasal di atas menjelaskan bahwa pemberian perlindungan hak masyarakat adat nelayan dalam menjalankan hukum adat laut dapat menjaga dan mempertahankan hukum adat laut. Hal ini dikarenakan hukum adat laut telah ada sejak dulu sebagai salah satu hukum adat yang berlaku di NAD. 7 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat. 1 Pasal 2 ayat 2 huruf i ” Lembaga adat berfungsi sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan penyelesaian masalah-masalah sosial kemasyarakatan.” 2 Pasal 6 ayat 3: ”Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupatenkota memfasilitasi pembinaan dan pengembangan kehidupan adat dan adat istiadat”. Berdasarkan pasal-pasal di atas dapat diketahui bahwa salah satu lembaga adat di NAD yaitu Panglima Laôt sangat membantu pemerintah baik dalam pembangunan maupun dalam menyelesaikan masalah sosial yang sering dihadapi masyarakat nelayan. Panglima Laôt merupakan lembaga hukum adat laut yang mengatur kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat nelayan. Selain itu peranannya sangat penting dalam pengelolaan perikanan di wilayah NAD. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, diketahui bahwa hukum adat laut sangat diakui di dalam hukum positif dari sejak dulu dan sekarang kekuatan hukum adat laut di Aceh terlihat lebih kuat. Hal ini terlihat dari adanya beberapa hukum positif yang memuat tentang keberadaan hukum adat di Aceh. Hukum positif tersebut berfungsi untuk melindungi keberadaan hukum adat di Aceh termasuk hukum adat laut. Hukum adat laut tersebut merupakan hukum yang tidak tertulis dalam lembar pengesahan negara, namun tetap dipatuhi oleh masyarakat adat nelayan karena merupakan suatu kesepakatan bersama. Pemerintah Aceh sendiri juga memberikan fasilitas untuk terus membina dan mengembangkan hukum adat laut di Aceh. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan nelayan dan ketentraman nelayan.

6.2.2 Sistem kelembagaan Panglima Laôt