Hukum Adat Laut Analisis kelembagaan panglima Laot Lhok dalam pengelolaan kegiatan perikanan seine di Kecamatam Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara

undangan dengan aturan adat yang sudah berlaku secara turun temurun, kemudian akan digunakan sebagai rekomendasi bagi perbaikan aturan dalam rangka menciptakan harmonisasi hukum. 3 Analisis Yuridis Historis Pendekatan analisis yuridis historis dilakukan dalam rangka pelacakan sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu. Analisis ini sangat membantu penulis untuk memahami filosofis dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Selain itu, melalui pendekatam historis peneliti juga dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut.

2.3 Hukum Adat Laut

Menurut Wignjodipoero 1967 adat adalah pencerminan dari pada kepribadian suatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan dari pada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad dan adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yaitu bahwa kaidah-kaidah adat itu berupa kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapatkan pengakuan umum dalam masyarakat itu. Hukum adat memiliki dua unsur yaitu: 1 unsur kenyataan, bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat; dan 2 unsur psikologis, bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, artinya adat mempunyai kekuatan hukum. Kedua unsur inilah yang menimbulkan adanya kewajiban hukum opinioyuris necessitatis. Selanjutnya Wignjodipoero 1967 menjelaskan bahwa didalam kehidupan masyarakat hukum adat, umumnya terdapat tiga bentuk hukum adat, yaitu: 1 Hukum yang tidak tertulis jus non scriptum; merupakan bagian yang terbesar. 2 Hukum yang tertulis jus scriptum; hanya sebagian kecil saja, misalnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-raja atau sultan- sultan. 3 Uraian-uraian hukum secara tertulis, lazimya uraian-uraian ini adalah suatu hasil penelitian research yang dibukukan. Menurut Sulaiman 2009, hukum adat laut merupakan hukum-hukum adat yang diberlakukan oleh masyarakat nelayan untuk menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan dan kehidupan masyarakat nelayan di pantai bersifat keperdataan. Adli et al. 2006 mengemukakan bahwa hukum adat laut di Aceh merupakan hukum yang berlaku dalam masyarakat nelayan di wilayah adat masing-masing. Nelayan atu pengusaha perikanan laut di daerah melakukan usaha penangkapan ikan pada wilayah hukum adat tersebut harus tunduk pada hukum adat yang berlaku di daerah itu hak ulayat laut. Pelaksanaan adat laut mencakup tiga hal, yaitu: 1 Masalah pengaturan alat tangkap Hal ini sangat penting artinya, karena banyak alat tangkap yang merusak lingkungan. Pembatasan wilayah dimaksudkan karena kehidupan habitat masing-masing pada jarak-jarak tertentu. 2 Pelaksanaan sosial Pelaksanaan sosial yang dimaksudkan sebagai usaha manusia yang di samping membina hubungan vertikal dengan Allah juga membina hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan. 3 Masalah aturan dan pelanggaran yang disertai sanksi Pada pelaksanaan adat laut di Aceh sangat dilarang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan membuang sampah ke laut, khususnya alat-alat yang merupakan bekas alat perbaikan perahu, baik oli bekas, maupun sisa-sisa sampah dari perbaikan tersebut. Adli et al. 2006 menjelaskan bahwa ada sejumlah aturan penangkapan ikan dan bagi hasil ikan di perairan laut Aceh. Aturan tersebut tetap merupakan hukum adat bagi nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di daerah itu. Pada wilayah Aceh juga dikenal beberapa hari pantang melaut, yakni sebagai berikut: 1 Kenduri adat laut 2 Hari Jumat 3 Hari raya Idul Fitri 4 Hari raya Idul Adha 5 Hari Kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus 6 Hari tsunami yang diperingati setiap tanggal 26 Desember Selain hari pantang laut juga diketahui ada 4 aspek adat laut yang berlaku di Aceh, yaitu: 1 Adat sosial 1 Pada saat terjadi kerusakan kapalperahu atau alat tangkap lainnya di laut mereka memberikan suatu tanda, yaitu menaikkan bendera tanda meminta bantuan SOS, bagi perahu yang melihat aba-aba tersebut langsung datang mendekati dan memberi bantuan. 2 Jika terjadi musibah nelayan tenggelam di laut, seluruh perahu mencari mayat tersebut minimal satu hari penuh dan jika ada perahu yang menemukan mayat di laut, perahu tersebut berkewajiban mengambil dan membawa mayat tersebut ke daratan. 2 Adat pemeliharaan lingkungan, mencakup: 1 Dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilan terumbu karang dan bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup ikan dan biota lainnya. 2 Dilarang menebangmerusak pohon-pohon kayu di pesisir pantai laut yang hidup di pantai. 3 Adat kenduri laut Adat kenduri laut di masing-masing lhôk dan kabupatenkota dalam Provinsi Aceh mempunyai ciri tersendiri dan bervariasi satu dengan lainnya, menurut keadaan masing-masing daerah dan tetap mempertahankan nilai-nilai Islami. 4 Adat barang hanyut Setiap barang perahu yang hanyut di laut dan ditemukan oleh seorang nelayan, harus diserahkan pada Panglima Laôt setempat untuk pengurusan selanjutnya. Untuk keberlangsungan adat tersebut juga ada sanksi hukumnya. Bagi nelayan yang melanggar ketentuan akan dikenakan tindakan hukum, berupa: a seluruh hasil tangkapan disita; b dilarang melaut minimum selama 3 hari dan selama-lamanya 7 hari. Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang telah ditetapkan, maka Lembaga Hukum Adat Laut akan mengambil tindakan administratif melalui pejabat yang berwenang setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan staf Lembaga Hukum Adat Laut Adli et al. 2006.

2.4 Kelembagaan dan Analisis Kelembagaan