Menurut Depkes RI 2003, jumlah tempat cuci tangan harus disesuaikan dengan jumlah karyawan, fasilitas cuci tangan harus dilengkapi dengan air yang mengalir, bak
penampungan yang permukaannya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan kesaluran pembuangan yang tertutup.
5.13. Pelatihan Tenaga Penjamah Makanan dan Kepemilikan Sertifikat Kesehatan
Agar pengolahan makanan dapat berlangsung dengan baik maka tenaga penjamah makanan perlu diikutsertakan pada kursuslatihan pengelolaan makanan secara formal
disamping bimbingan langsung dari ahli gizi pada saat proses pengolahan makanan, pertukaran menu atau saat-saat diperlukan.
Keadaan penjamah makanan mencakup kepemilikan sertifikat kesehatan, pelatihankursus hygiene sanitasi, kebersihan pribadi meliputi kebiasaan mencuci tangan,
penggunaan pakaian kerjakhusus, berkuku panjang, merokok saat bekerja, bersin dan batuk, berpenyakit ringan. Pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang penjamah
makanan akan mempengaruhi kualitas makanan yang diolah. Dari hasil penelitian ternyata hanya dua orang penjamah makanan pernah mengikuti pelatihan tentang hygiene
dan sanitasi penyelenggaraan makanan dan tidak ada penjamah makanan yang mempunyai sertifikat kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena Kepala Instalasi Gizi
orientasinya pada bagaimana mengatur diet pasien dan pelayanan gizi lainnya di rumah sakit, sehingga masalah hygiene sanitasi penyelenggaraan makanan kurang mendapat
perhatian. Seharusnya kepala instalasi gizi perlu merencanakan program pengadaan pelatihan hygiene sanitasi penyelenggaraan makanan dan kepemilikan sertifikat
kesehatan kepada seluruh penjamah makanan secara berkesinambungan. Program pelatihan ini dapat mencakup beberapa hal seperti : pengetahuan dasar tentang praktek
Universitas Sumatera Utara
sanitasi, informasi tentang penyehatan makanan, teknik penanganan makanan, penggunaan peralatan dan perlengkapan pengolahan makanan dan pengawasan selama
proses pengolahan makanan. Depkes RI, 2003
5.14. Hygiene Tenaga Penjamah Makanan
Usaha untuk meningkatkan dan memelihara kebersihan, salah satunya adalah dengan memperhatikan kebersihan pribadi tenaga penjamah makanan. Dari hasil
penelitian ternyata seluruh penjamah makanan sudah memakai pakaian kerjakhusus. Pakaian khusus adalah perlengkapan kerja yang diperlukan dalam proses pengolahan
makanan. Pakaian kerja berfungsi untuk mencegah pengotoran makanan yang berasal dari penjamah makanan. Tidak dipakainya pakaian khusus oleh tenaga penjamah
makanan dikuatirkan pakaian yang mereka pakai dari rumah telah mengalami pengotoran baik oleh kuman penyakit maupun debu selama dalam perjalanan menuju tempat kerja.
Sesuai dengan persyaratan kesehatan seluruh tenaga penjamah makanan harus memakai pakaian khusus lengkap dengan penutup kepala dan mulut serta sepatu dapur pada saat
pengolahan makanan. Hendaknya sebelum mengolah makanan pakaian khusus harus sudah dipakai dan tetap dalam keadaan bersih yang usang supaya tidak dipakai lagi dan
disediakan penggantinya Anwar, 2000. Dari segi estetika akan menimbulkan kesan indah dan rapi dipandang mata.
Tindakan penjamah makanan bila bersin atau batuk sewaktu mengolah makanan. Tindakan penjamah makanan bila bersin atau batuk sewaktu mengolah makanan yaitu
menutup mulut dengan tangan sebanyak 69 dan menutup mulut dengan sapu tangan sebanyak 31 sehingga kemungkinan dapat mengkontaminasi makanan melalui tangan
yang tercemar. Tindakan menutup mulut dengan tangan pada saat batuk atau bersin
Universitas Sumatera Utara
merupakan tindakan yang kurang hygienis. Kebiasaan ini dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada tangan dan pada gilirannya mengkontaminasi makanan. Sesuai dengan
yang disyaratkan bahwa setiap tenaga penjamah makanan harus menutup mulut dengan sapu tangan bila bersin atau batuk pada saat mengolah makanan.
Tenaga penjamah makanan tetap bekerja bila menderita penyakit ringan seperti batuk-batuk, bersin-bersin, pilek. Penjamah makanan tetap melakukan aktifitas
menjamah makanan bila hanya sekedar batuk, pilek, dan pusing sedikit saja. Sebaiknya tindakan ini tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan makanan yang diolah
terkontaminasi oleh kuman penyakit yang dideritanya. Menurut Mubarrak 2009 bahwa dari seorang penjamah yang tidak sehat
penyakit dapat menyebar ke masyarakat konsumen seperti kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah makanan yang batuk atau luka ditangannya. Tenaga penjamah
makanan yang menderita penyakit ringan oleh kepala instalasi gizi tetap dibiarkan melakukan kegiatan rutin dan hanya dianjurkan untuk berobat. Hal ini dapat dipahami
karena dokter yang memberikan pengobatan tidak mengeluarkan surat keterangan sakit dan perlu istirahat. Untuk mengantisipasi tercemarnya makanan, kepala instalasi gizi
dapat ,mengambil tindakan pemindahan sementara kebagian lain yang tidak berhubungan langsung dengan pengolahan makanan.
Semua tenaga penjamah makanan sudah mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah pengolahan makanan, tidak memelihara kuku panjang dan tidak
merokok pada saat mengolah makanan. Kebiasaan seorang penjamah makanan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja adalah kebiasaan yang baik untuk
menghindari makanan yang diolah dari kontaminasi kuman penyakit yang melekat pada
Universitas Sumatera Utara
tangan tenaga penjamah. Kebiasaan ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar kualitas makanan olahan tetap terjamin. Penjamah makanan tidak ada memelihara kuku
panjang telah sesuai dengan yang diisyaratkan dalam pedoman sanitasi rumah sakit. Kuku yang panjang merupakan tempat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti
Staphyllococcus, Salmonella Anwar, 2000. Karena itu kuku hendaknya dipotong, dirawat, dan bersih. Penjamah makanan
tidak dibenarkan merokok saat melakukan kegiatan pengolahan makanan karena merokok merupakan mata rantai antara bibir dan tangan kemudian makanan. Tidak ada
penjamah makanan yang merokok saat mengolah makanan telah sesuai dengan syarat yang dianjurkan dan sebaiknya tetap dipertahankan.
5.15. Penyimpanan bahan makanan