Kimia Organik I 97
6. Stabilitas Alkena
Telah diketahui bahwa alkena tidak dapat mengalami interkonversi cis-trans secara spontan, akan tetapi hal ini dapat
terjadi dengan katalis asam kuat. Jika kita menginterkonversi cis- 2-butena dengan trans-2-butena dan mengikuti reaksi
kesetimbangannya akan terlihat bahwa isomer trans-2-butena terdapat dalam jumlah berlebih 76 dibandingkan isomer cis-2-
butena yang hanya 24. Dengan menggunakan konstanta kesetimbangan, dapat dihitung bahwa cis-2-butena kurang stabil
dibandingkan trans-2-butena dengan perbedaan nilai 2,8 kJmol pada suhu ruang.
C C
H
3
C H
CH
3
H C
C H
H
3
C CH
3
H
katalis asam
Trans 76 Cis 24
Gambar 4.18. Kesetimbangan interkonversi cis-trans-2-butena.
Isomer cis-alkena kurang stabil karena memiliki tegangan sterik di antara kedua substituennya yang berposisi sama. Hal ini
dapat dilihat juga dari perhitungan panas pembakaran isomer cis- trans yang diperlakukan dalam asam kuat. Dari hasil perhitungan
diperoleh bahwa cis-2-butena lebih tegang dibandingkan trans-2- butena dengan perbedaan 3,3 kJmol.
Cara lain untuk menentukan kestabilan relatif suatu alkena adalah dengan mereaksikan alkena dengan gas H
2
menggunakan katalis seperti palladium atau platinum.
98 St. Layli Prasojo, S.Farm., Apt.
C C
H
3
C H
CH
3
H H
2
Pd
CH
3
C H
2
C H
2
CH
3
Pd H
2
C C
H
3
C H
CH
3
H
Butana cis-2-betena
trans-2-butena
Gambar 4.19. Hidrogenasi 2-butena
Pada diagram tingkat energi, cis-2-butena memiliki tingkat energi lebih tinggi dan karenanya kurang stabil. Pada akhir reaksi
kedua isomer 2-butena tersebut berada pada tingkat energi yang sama butana. Artinya,
ΔG untuk cis-2-butena lebih tinggi dari
ΔG trans-2-butena. Dengan kata lain, lebih banyak energi yang
dilepas pada reaksi hidrogenasi cis-2-butena dari pada reaksi hidrogenasi trans-2-butena.
TRANS CIS
G
Trans
G
C iz
E N
E R
G I
LA JU R E A K SI
Butana
Gambar 4.20. Diagram tingkat energi reaksi hidrogenasi isomer 2- butena
Kimia Organik I 99
Alkena akan lebih stabil dengan peningkatan jumlah substituennya. Hal ini karena dengan peningkatan jumlah
substituen pada alkena akan menurunkan ΔH
hidrogenasi.
Tabel 4.1. Panas hidrogenasi beberapa alkena Substitusi
Alkena ΔH
hidrogenasi
kJmol kkalmol
H
2
C=CH
2
-137 -32.8
Monosubstitusi
CH
3
CH=CH
2
CH
3
CH
2
CH=CH
2
CH
3 2
CHCH=CH
2
-126 -126
-127 -30.1
-30.1 -30.3
Disubstitusi
CH
3
CH=CH=CH
3
cis CH
3
CH=CH=CH
3
trans CH
3 2
C=CH
2
-120 -116
-119 -28.6
-27.6 -28.4
Trisubstitusi CH
3 2
C=CH
2
-113 -26.9
Tetrasubstitusi CH
3 2
C=CCH
3 2
-111 -26.6
Stabilitas alkena merupakan hasil gabungan dua faktor. Pertama adalah hiperkonjugasi, menyetabilkan interaksi antara
orbital ikatan C=C π pi antiikatan dengan orbital ikatan C-H
σ sigma pada substituen tetangganya. Lebih banyak substituen
yang ada maka akan lebih banyak kesempatan untuk hiperkonjugasi, sehingga alkena menjadi semakin stabil.
Kedua, kekuatan ikatan juga merupakan faktor penting dalam stabilitas alkena. Ikatan antara karbon sp
2
dengan karbon
100 St. Layli Prasojo, S.Farm., Apt.
sp
3
lebih kuat dari pada ikatan antara karbon-karbon sp
3
. dengan demikian, jika kita membandingkan 1-butena dengan 2-butena,
kita menemukan bahwa isomer mono-substitusi memiliki sati ikatan sp
3
-sp
3
dan satu ikatan sp
3
-sp
2
, sedangkan untuk isomer di- substitusi memiliki dua ikatan sp
3
-sp
2
. Semakin banyak ikatan sp
3
- sp
2
maka alkena akan semakin stabil.
H
3
C C
H C
H CH
3
H
3
C C
H
2
C H
CH
2
sp
3
-sp
2
sp
2
-sp
2
sp
3
-sp
3
sp
3
-sp
2
sp
2
-sp
2
2-butena lebih stabil
1-butena kurang stabil
Gambar 4.21. Stabilitas 1-butena dengan 2-butena.
7. Adisi Elektrofilik HX pada Alkena