1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan bangsa dan menjadi dasar dimulainya pendidikan nilai manusia. Pendidikan di Sekolah Dasar
menjadi suatu wadah untuk mengajarkan pendidikan nilai bagi generasi muda sebagai penerus bangsa. Mereka diharapkan mampu memiliki karakter yang kuat
dan mampu menampilkan nilai-nilai kehidupan dalam bermasyarakat. Pendidikan di Sekolah Dasar diharapkan tidak hanya menekankan aspek akademis namun
juga mengembangkan pendidikan nilai bagi peserta didik. Pendidikan nilai mulai diajarkan di era 70-an yang dikenal dengan nama PMP, PSPB, P4 dan sekarang
dikenal sebagai Pendidikan Kewarganegaraan PKn. Pendidikan nilai saat ini baru menyentuh pada pengajaran norma dan nilai-
nilai secara teoritis namun belum sampai pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berdampak pada perilaku yang ditunjukkan generasi muda
dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu krisis yang terjadi adalah tidak adanya perilaku menghargai anak pada orang lain atau orang dewasa pada anak. Contoh
kasus yang telah terjadi yakni penusukan siswa SD yang dilakukan oleh teman dekatnya
– Kekerasan Impulsif oleh Anak-anak Kompas:2012. Bukti lain ditunjukkan dari survei KPAI yang menyebutkan 87 anak Indonesia merupakan
korban kekerasan di sekolah dan 91 korban kekerasan di rumah Kompas:2012. Krisis tersebut telah menyadarkan masyarakat tentang betapa pentingnya
pendidikan nilai bagi generasi muda khususnya anak Sekolah Dasar. Pemerintah juga telah menginstruksikan untuk melakukan pendidikan nilai. Bahkan hal
tersebut juga diinginkan oleh UNESCO, bahwa saat ini sangatlah penting untuk menanamkan pendidikan nilai untuk generasi muda. UNESCO menerbitkan
modul Living Values sebagai buku panduan untuk mengajarkan nilai-nilai sosial. Perilaku menghargai menjadi hal utama yang ingin diajarkan melalui modul ini.
Perilaku menghargai menjadi dasar bagaimana seseorang bersikap terhadap diri sendiri dan orang lain.
2 Berdasarkan pengamatan pertama peneliti di SDN Pakem 4 yang
dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2012, tampak bahwa setengah dari jumlah siswa yang ada berbicara sendiri ketika guru menyampaikan materi. Mereka
membicarakan tentang film apa yang ditonton malam sebelumnya atau tentang alat tulis mereka yang baru. Perilaku kurang menghargai juga ditunjukkan siswa
ketika siswa keluar masuk kelas tanpa izin. Siswa keluar tanpa izin ketika guru masih menjelaskan dan tidak mengucapkan terima kasih ketika kembali ke dalam
kelas. Ada siswa yang mengerjakannnya pada selembar kertas lusuh atau justru mencoret-coret buku tulis dan tempat pensil mereka. Ketika siswa meminjam
barang dari temannya, mereka mengembalikan tanpa mengucapkan terima kasih. Ketika kegiatan diskusi berlangsung, sebagian besar siswa juga tidak
menunjukkan respon terhadap pendapat temannya. Mereka hanya diam atau berbisik-bisik dengan teman sebelahnya.
Pengamatan kedua dilakukan pada tanggal 2 Maret 2013. Hal yang tampak dari pengamatan tersebut yakni sebagian besar siswa putra hanya mau berada
dalam satu kelompok dengan teman yang mereka sukai. Ada siswa putra yang tidak ikut mengerjakan tugas dan hanya bermain dengan teman dari kelompok
lain. Ada juga siswa putra yang menempeleng kepala temannya karena ia dianggap salah. Ketika ada teman yang memberikan usulan, ia justru berkata
bahwa temannya tersebut cerewet. Ada 3 kelompok siswa putri yang tidak kompak dalam kerja kelompok. Ada seorang anak perempuan yang tidak
melibatkan temannya dalam mengerjakan tugas. Ia hanya mengerjakan dengan 2 temannya, sedangkan 2 teman yang lain ia diamkan. Ia terlihat tidak mau berbagi
tugas dengan teman yang lain. Siswa perempuan lainnya mengadu jika ia tidak boleh ikut bekerja dalam kelompoknya.
Temuan-temuan yang tergambar di atas dibenarkan oleh guru kelas Bu NK dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2012. Beliau
menyebutkan bahwa siswa bersikap seperti itu karena kurangnya pembelajaran dari lingkungan sekitarnya. Menurut Bu NK, guru sudah mengingatkan mereka
untuk bersikap yang baik seperti menghargai diri sendiri dan orang lain. Siswa yang tidak memperhatikan biasanya dipancing oleh satu siswa, sehingga siswa
yang lain juga ikut-ikutan berbicara sendiri dan tidak memperhatikan guru. Guru
3 sebenarnya sudah berusaha menyampaikan materi secara menarik, namun
perhatian siswa tetap seperti itu. Guru berkeinginan agar dalam pembelajaran siswa mampu memperhatikan, mau menghargai pendapat orang lain, dan mampu
berbicara sopan pada teman, guru atau orang di sekitar mereka. Selain perilaku menghargai yang rendah, tingkat prestasi di kelas III juga
demikian. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai rata-rata mata pelajaran PKn pada kondisi awal yang hanya mencapai 59,0. Jumlah siswa yang mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal KKM sebanyak 3 siswa dengan persentase sebesar 11,5. Nilai KKM yang ditentukan adalah 75,0.
Melihat masih rendahnya prestasi belajar dan perilaku menghargai, peneliti terdorong melakukan penelitian guna memperbaiki perilaku menghargai
dan prestasi belajar siswa kelas III SDN Pakem 4 Yogyakarta melalui penerapan modul Living Values. Modul Living Values yang akan diterapkan lebih difokuskan
pada nilai “Penghargaan”. Modul Living Values menawarkan pengajaran nilai- nilai melalui berbagai aktivitas yang menarik untuk membantu memperbaiki
perilaku menghargai dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini dibatasi pada pembelajaran tematik mata pelajaran PKn
dengan Kompetensi Dasar KD 4.1 Mengenal kekhasan bangsa Indonesia, seperti kebhinekaan, kekayaan alam, keramahtamahan dan mata pelajaran Bahasa
Indonesia pada Kompetensi Dasar KD 5.1 Memberikan tanggapan sederhana tentang cerita pengalaman teman yang didengarnya.
1.2 Rumusan Masalah