makan yang berubah-ubah, mereka cenderung lebih memperhatikan jumlah makanan yang mereka konsumsi. Menurut Dewi 1997 dalam Wulansari
2009, remaja laki-laki cenderung tidak menyukai makanan yang ringan atau tidak mengenyangkan sehingga asupan makanan pada laki-laki cenderung
tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur. Sama halnya dalam penelitian Domel 1993 yang dilakukan di Augusta Georgia menunjukan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi buah dan sayur. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku makan sayur dan buah
dikarenakan baik siswa laki-laki dan perempuan pemilihan konsumsi buah dan sayur didasarkan pada pengetahuan, kesukaan dan rasa. Pada penelitian ini
dapat dilihat bahwa pengetahuan siswa baik laki-laki maupun perempuan sama- sama rendah sehingga mempengaruhi dalam hal konsumsi buah dan sayur.
Dapat disimpulkan jenis kelamin tidak mempengaruhi seseorang dalam mengonsumsi buah dan sayur.
2. Hubungan PreferensiKesukaan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan
Sayur
Drewnoski dalam Widyawati 2009 menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan dan preferensi antara lain rasa, aroma, tekstur dan
kebiasaan makan. Rasa yang tidak disukai anak sejak kecil dapat mempengaruhi kesukaan dan preferensi anak sehingga mengakibatkan
kurangnya konsumsi buah dan sayur.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara kesukaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun dapat dilihat dari hasil
tabulasi silang menunjukkan kecenderungan responden yang tidak suka sayur juga kurang konsumsi buah dan sayurnya. Sebesar 75 siswa yang tidak suka
buah dan sayur memiliki perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang sedangkan 67,4 siswa yang suka sayur memiliki perilaku konsumsi buah dan
sayur kurang. Tidak adanya hubungan kesukaan buah dan sayur dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur dikarenakan yang mendorong konsumsi buah dan sayur bukan hanya adanya faktor kesukaan terhadap buah tetapi ada faktor lain
seperti faktor ketersediaan. Menurut Neumark-Sztainer et al 2003 dikatakan bahwa kesukaan terhadap makanan akan berhubungan dengan konsumsi
apabila didukung dengan ketersediaan. Dapat dikatakan jika ketersediaan buah dan sayur rendah, pola konsumsi buah dan sayur tidak akan mengalami
perbedaan sehingga preferensi tidak berpengaruh. Jika preferensi rendah, tetapi ketersediaan buah dan sayur cukup baik maka konsumsi akan meningkat.
3. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur
Pengetahuan gizi merupakan suatu landasan kognitif untuk terbentuknya sikap, termasuk sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan Rickert,
1996. Pengetahuan tentang makanan yang sehat menjadi faktor penting dalam pemilihan makanan karena pengetahuan tersebut dapat menjadi salah satu
faktor untuk mengadopsi perilaku makan yang sehat Gracey, 1996. Menurut Suhardjo 1996, pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu
gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi
pangan yang salah atau buruk. Notoatmodjo 2004 juga mengatakan hal yang sama bahwa kurangnya pengetahuan tentang suatu bahan makanan akan
menyebabkan seseorang salah memilih makanan sehingga akan menurunkan konsumsi makanan sehat dan akan berdampak pada masalah gizi lainnya. Dapat
dikatakan bahwa pengetahuan gizi merupakan langkah awal dalam terbentuknya perilaku konsumsi seseorang sehingga dapat dijadikan landasan
dalam memilih makanan sehat dan bergizi termasuk buah dan sayur. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan tingkat konsumsi buah
dan sayur antara siswa yang berpengetahuan kurang dan siswa yang berpengetahuan baik. Dalam penelitian ini siswa yang berpengetahuan gizi baik
cenderung untuk mengonsumsi sayur dan buah secara cukup dibandingkan dengan siswa yang berpengetahuan gizi kurang. Alasan yang menyebabkan
tingkat konsumsi buah dan sayur pada siswa yang berpengetahuan gizi baik lebih besar konsumsi buah dan sayurnya dibandingkan dengan siswa yang
berpengetahuan kurang yaitu karena pengetahuan gizi merupakan suatu hal yang penting dalam pemilihan makanan yang sehat karena pengetahuan tentang
pemilihan makanan yang sehat dapat menjadi faktor predisposing untuk mengadopsi cara makan yang baik. Berdasarkan hasil uji satatistik
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan Penelitian Van Duyn
2001, ditemukan bahwa pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu diketahui bahwa pengetahuan gizi dapat meningkatkan 22 konsumsi buah dan sayur.
Dari hasil distribusi frekuensi skor tiap pertanyaan menunjukkan beberapa pertanyaan yang jawaban salahnya lebih dari 50 yaitu pertanyaan
seputar pengetahuan gizi siswa tentang buah dan sayur seperti manfaat buah dan sayur bagi kesehatan, frekuensi yang dianjurkan dalam mengonsumsi sayur
per hari, zat gizi yang terkandung dalam buah dan sayur yang bermanfaat dalam melancarkan pencernaan, kekurangan zat gizi ini dapat menyebabkan
xerophtalmia, vitamin yang larut dalam air dan kandungan zat gizi yang terdapat dalam bayam. Hal ini sesuai dengan pernyataan McWilliams 1993
yaitu seringkali remaja kurang mengerti bahwa tiap makanan memiliki zat gizi yang berbeda dan peranan zat tersebut dalam tubuh mereka. Ketika seseorang
tidak mengerti prinsip dasar gizi dan tidak sadar kandungan zat gizi pada tiap makanan berbeda maka mereka sulit untuk menentukan makanan makanan
yang dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka. Selain itu, menurut Sediaoetama 1989 menjelaskan bahwa semakin banyak atau semakin tinggi pengetahuan
gizi seseorang maka semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan tentang
kandungan dan manfaat zat gizi dalam makanan dapat mempengaruhi seseorang untuk menentukan konsumsi makanan sehat yang dapat memenuhi
gizi mereka. Jika pengetahuan kurang maka seseorang cenderung untuk berperilaku konsumsi salah atau buruk dengan tidak mempertimbangkan
kandungan zat gizi makanan tersebut.
Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung terhadap lingkungan Suhardjo, 2003.
Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga bisa didapat melalui pengalaman yang diperoleh dari informasi
yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, surat kabar, maupun televisi Suhardjo, 1996. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hardiansyah dan
Suhardjo 1987 dalam Setiowati 2000 yang menyatakan informasi pangan dapat diperoleh dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu, maupun
pengalaman orang-orang sekitar dalam lingkungan masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan sumber pengetahuan siswa juga dapat berasal dari keluarga
terutama orang tua. Orang tua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun kesukaan makan anak dan membentuk gaya yang berpengaruh terhadap
dimana, bagaimana, dengan siapa, dan berapa banyak ia makan Almatsier, 2011. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa kebiasaan orang tua
memiliki hubungan yang signifikan dengan konsumsi buah dan sayur. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan gizi siswa memiliki keterkaitan dengan
kebiasaan orang tua dalam hal konsumsi buah dan sayur. Pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi
pangan keluarga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan
maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi
kebutuhan bisa lebih terjamin. Dengan dibekali pengetahuan gizi yang cukup diharapkan seseorang mampu menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari Suhardjo, 1996.
4. Hubungan Kebiasaan Orang Tua dengan Perilaku Konsumsi Buah dan