akan mempengaruhi apa yang mereka makan. Mereka mulai membeli dan mempersiapkan makanan untuk dirinya sendiri dan mereka sering makan
dengan cepat dan di luar rumah. Penelitian yang dilakukan Moore 1997 dalam Farida 2010, ditemukan
bahwa usia remaja lebih sering bertumpu pada makanan fast food yang mempunyai menu terbatas dan sering menekankan pada makanan tinggi kalori,
lemak dan natrium sehingga sedikit sekali mengonsumsi buah dan sayur. Semakin dewasa usia seseorang cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih
banyak, terutama pada golongan lanjut usia.
2. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang karena pertumbuhan dan perkembangan individu cukup berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki memiliki tubuh lebih besar sehingga kebutuhan gizinya pun lebih besar. Laki-laki umumnya lebih aktif dalam
berolahraga dan kegiatan fisik serta intensitas tumbuh yang lebih besar Worthington, 2000. Saat remaja baik laki-laki maupun perempuan, pemilihan
makanannya tidak lagi berdasarkan kebutuhan gizi mereka tetapi mereka akan makan apapun yang ada ketika mereka lapar Mc William, 1993
Hasil penelitian pada orang muda American-Indian dan Alaska Native menyebutkan bahwa lebih rendah mengonsumsi buah dan sayur pada
perempuan dibandingkan laki-laki Reynold, 1999. Pada penelitian Milligan et al 1998 yang dilakukan di Australia menyebutkan bahwa masyarakat berjenis
kelamin perempuan lebih tinggi 4,1 mengonsumsi 2 buahhari dan sayuran
5 kalihari dibandingkan dengan laki-laki 2,5. Penelitian Bahria 2009 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku
konsumsi buah dan sayur. Menurut Arisman 2004 remaja putra memerlukan lebih banyak energi
dibandingkan dengan remaja putri karena perbedaan komposisi tubuh dan kecepatan pertumbuhan. Para remaja terutama remaja putri mempunyai selera
makan yang berubah-ubah, mereka cenderung lebih memperhatikan jumlah makanan yang mereka konsumsi. Banyak penelitian yang dilakukan yang
menunjukkan adanya kecenderungan perbedaan konsumsi pangan laki-laki dan perempuan. Menurut Dewi 1997 dalam Wulansari 2009, remaja laki-laki
cenderung tidak menyukai makanan yang ringan atau tidak mengenyangkan sehingga asupan makanan pada laki-laki cenderung tinggi. Selain itu, diketahui
pula bahwa sumbangan makanan selingan terhadap total konsumsi ternyata cukup besar terutama terhadap perempuan.
3. Pengetahuan Gizi
Menurut Suhardjo 1996, pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan
kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi merupakan suatu
landasan kognitif untuk terbentuknya sikap, termasuk sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan Rickert, 1996. Pengetahuan tentang
makanan yang sehat menjadi faktor penting dalam pemilihan makanan karena pengetahuan tersebut dapat menjadi salah satu faktor untuk mengadopsi
perilaku makan yang sehat Gracey, 1996. Notoatmodjo 2004 menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan tentang suatu bahan makanan akan
menyebabkan seseorang salah memilih makanan sehingga akan menurunkan konsumsi makanan sehat dan akan berdampak pada masalah gizi lainnya.
Pengetahuan gizi merupakan salah satu penyebab rendahnya status gizi pada remaja. Seringkali remaja kurang mengerti bahwa tiap makanan memiliki
zat gizi yang berbeda dan peranan zat tersebut dalam tubuh mereka. Ketika seseorang tidak mengerti prinsip dasar gizi dan tidak sadar kandungan zat gizi
pada tiap makanan berbeda maka mereka sulit untuk menentukan makanan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka McWilliams, 1993.
Penelitian Van Duyn 2001, ditemukan bahwa pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur, yaitu diketahui
bahwa pengetahuan gizi dapat meningkatkan 22 konsumsi buah dan sayur. Sediaoetama 1989 menjelaskan bahwa semakin banyak atau semakin
tinggi pengetahuan gizi seseorang maka semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Awam yang tidak mempunyai
cukup pengetahuan gizi akan memilih makanan yang paling menarik panca indera dan tidak memilih berdasarkan nilai gizi. Sehingga pemenuhan
kecukupan gizi terkadang tidak menjadi prioritas dalam pemenuhan konsumsi makanan keluarga.
Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung terhadap lingkungan Suhardjo, 2003.
Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal.
Selain itu, juga bisa didapat melalui pengalaman yang diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, surat kabar, maupun
televisi Suhardjo, 1996. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hardiansyah dan Suhardjo 1987 dalam Setiowati 2000 yang menyatakan informasi pangan
dapat diperoleh dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu, maupun pengalaman orang-orang sekitar dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Nasution dan Khomsan 1995 pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang
berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga
konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin. Dengan dibekali pengetahuan gizi yang cukup diharapkan seseorang mampu
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari Suhardjo, 1996.
4. PreferensiKesukaan