Metode Pengumpulan Data Definisi Operasional Variabel

80 yang tidak konstan. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji white heteroskedastisitas no cross terms, di mana dalam uji ini probababilitasnya 0,05 maka terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya jika probabilitasnya 0,05 maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

4. Autokorelasi

Autokorelasi adalah gejala adanya korelasi hubungan antara residual satu observasi dengan observasi yang lain yang berlainan waktu. Salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain. Data runtut waktu diduga sering kali mengandung unsur autokorelasi, sedangkan data antar tempat jarang ditemui adanya unsur autokorelasi. Sama halnya dengan penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, dalam autokorelasi estimator OLS tidak menghasilkan estimator BLUE, tetapi hanya LUE. Konsekuensinya adalah jika varian tidak minimum maka menyebabkan perhitungan standar eror metode OLS tidak bisa dipercaya kebenarannya, sehingga membawa dampak pada interval estimasi maupun uji hipotesis yang didasarkan pada distribusi t maupun F tidak lagi bisa dipercaya untuk evaluasi hasil regresi. Untuk mengetahui apakah suatu model regresi mengalami gejala autokorelasi atau tidak, pada penelitian ini menggunakan “uji Lagrange Multiple” dari Breusch-Godfrey, di mana jika hasil ujinya terlihat bahwa probabilitas 0,05 maka terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika dalam uji terlihat bahwa probabilitas 0,05 maka tidak terdapat autokorelasi. Pengujian Breusch-Godfrey 81 uji LM ini dilakukan karena melihat adanya kelemahan uji Durbin-Watson uji DW, di mana residual hanya dipengaruhi oleh residual sebelumnya dan juga pada uji DW tidak bisa memasukkan variabel bebas yang bersifat random stokastik, seperti memasukkan variabel kelambanan Lag dari variabel terikat sebagai variabel independen dengan model.

2. Uji Statistik

Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel tersebut. Pengolahan data menggunakan SPSS 16.00. dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji-t, dan uji-F

a. Uji Parsial Uji-t

Uji parsial uji-t digunakan untuk mendeteksi seberapa naik variabel bebas IndependentVariabel dapat menjelaskan Dependent Variabel secara individu. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu dengan merumuskan hipotesa, yaitu: 1. Uji Hipotesis H0 : bi ≥ α 5 artinya secara individu dengan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-i terhadap variabel tidak bebas. H1 : bi ≤ α 5 artinya secara individual ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-1 terhadap variabel tidak bebas. Bi = dependent variabel ke-i 2. Berdasarkan output SPSS 16.00, uji-t dapat dilihat dari probabilitas tiap-tiap variabel secara individu: 82 a. Probability β 1 dengan t-statistik α 5 = variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat terima H0, tolak H1 b. Probability β 1 dengan t-statistik α 5 = variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat tolakH0, terima H1

b. Uji Fisher uji-F

Uji Fisher uji-F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas IndependentVariabel secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas Dependent Variabel. Pengujian semua koefisien penaksiran regresi secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F dengan merumuskan hipotesis, yaitu: 1. Uji Hipotesis H0 : β 1 =β 2 =β 3 ≥ α 5 artinya secara bersam-sama tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-i terhadap variabel tidak bebas. H1 : β 1 ≤ α 5 artinya secara bersama-sama pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-1 terhadap variabel tidak bebas. β 1 = dependent variabel ke-i 2. Berdasarkan output SPSS 16.00, uji-t dapat dilihat dari probabilitas tiap- tiap variabel secara individu: a. Probability β 1 dengan t-statistik α 5 = variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat terima H0, tolak H1. b. Probability β 1 dengan t-statistik α 5 = variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat tolak H0, terima H1 83 3.Uji Koefisien Determinasi R² Koefisien determinasi R² digunakan untuk mengukur sebaik mana variabel terikat dijelaskan oleh total variabel bebas. Yang ukurannya adalah semakin tinggi R² maka garis regresi sampel semakin baik juga. R² mengartikan apakah variabel bebas yang terdapat dalam variabel model mampu menjelaskan perubahan dari variabel tidak bebas. Jika R² mendekati satu maka variabel independent mampu menjelaskan perubahan variabel dependent, tetapi jika R² mendekati 0, maka variabel independent tidak mampu menjelaskan variabel dependent.

E. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dependent Variabel atau variabel tidak bebas Y Pajak penghasilan PPh adalah tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambahkan kekayaan wajib pajak. Data tabungan mudharabah dinyatakan dalam triliunan Rupiah yang bersumber dari laporan keuangan Direktorat Jendral Pajak dari periode Januari 2005 – Desember 2009. 2. Independent variabel atau variabel bebas penelitian X adalah : a. Suku Bunga SBI SBI 84 Suku bunga SBI adalah suku bunga surat berharga berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Data hasil dinyatakan dalam persen yang bersumber dari laporan statistik Bank Indonesia dari periode Januari 2005 – Desember 2009. b. Kurs USD USD Nilai tukar USD atau disebut juga kurs USD adalah perbandingan nilai atau harga mata uang USD dengan mata uang Rupiah. Data kurs USD bersumber dari laporan statistik Bank Indonesia dan data ini dinyatakan dalan ribuan rupiah dari periode Januari 2005 - Desember 2009. c. Tingkat Inflasi INF Inflasi adalah kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Inflasi ini mengacu pada laju inflasi. Data laju inflasi bersumber dari laporan statistik Bank Indonesia dan data ini dinyakan dalam persen pada periode Januari 2005 – Desember 2009. 85

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian

Perkembangan suku bunga SBI selama periode penelitian dari tahun 2005 sampai tahun 2009 menunjukkan tren yang naik-turun, dimulai dari angka 8,25 tahun 2005 merambat turun ke 6,48 pada tahun 2009. Grafik 4.1 Perkembangan Suku bunga SBI periode Januari 2005 – Desember 2009 Sumber : Bank Indonesia BI Perkembangan suku bunga SBI selama periode penelitian dapat dibagi dalam lima tahap, tahap pertama awal tahun 2005 sampai akhir tahun 2005 menunjukkan tren yang meningkat, dimulai dari angka 8,25 kemudian merambat naik ke 11,00 akhir tahun 2005. Kemudian memasuki awal tahun 2006 suku bunga SBI relatif stabil dimulai dari angka 12,75 sampai 12,55 86 akhir tahun 2006. Kemudian memasuki tahun 2007 dalam kisaran angka 9,55 sampai 8,25. Dan memasuki tahun 2008 suku bunga SBI merangkak naik dalam kisaran angka 7,94 sampai 11,21 akhir tahun 2008. Terakhir tahun 2009 suku bunga SBI relatif stabil dan menunjukkan penurunan dalam kisaran angka 10,06 sampai 6,48 akhir tahun 2009. Disebabkan dengan adanya dukungan perbaikan kondisi makroekonomi lainnya seperti penguatan nilai tukar rupiah, perbaikan laju inflasi, dan tren penurunan suku bunga di sebagian besar negara-negara di dunia. Pergerakan turunnyanya suku bunga SBI yang cukup signifikan dalam periode 5 tahun 2005-2009, tentunya mempengaruhi media investasi lainnya seperti deposito. Para investor tentunya tidak akan menempatkan dananya ke deposito, karena margin yang diperoleh semakin kecil dibanding dengan berinvestasi di bursa saham, reksadana ataupun di sektor usaha produktif. Disamping itu rendahnyanya tingkat suku bunga juga memberi efek domino pada sektor ekonomi lainnya, dengan meningkatkan investasi pada sektor ekonomi lainnya, dengan meningkatkan investasi pada sektor usaha yang pada akhirnya akan lebih memberi kontribusi yang positif terhadap perkembangan aktivitas perekonomian. Misalnya sektor properti menjadi tumbuh kembali setelah limbung disaat krisis, hal ini tentunya memberi dampak pada turunnya angka pengangguran, karena banyak tenaga kerja yang diserap dari aktivitas pembangunan. 87 Grafik 4.2 Perkembangan Kurs USD periode Januari 2005 – Desember 2009 Sumber : Bank Indonesia BI Perkembangan kurs Dollar AS dalam kurun waktu 60 bulan pergerakannya berfluktuasi pada kisaran Rp. 9713 ke Rp. 10.061. masih tingginya kurs Dollar AS terhadap rupiah disatu sisi, memberi daya saing yang cukup tinggi pada komoditas ekspor, karena nilai atau harga komoditas Indonesia menjadi murah. Namun di sisi lain, posisi kurs Dollar AS yang tinggi tersebut telah menurunkan daya beli masyarakat, karena Indonesia masih banyak bergantung pada bahan baku impor yang harus dibayar dengan Dollar AS. Sehingga dampak yang ditimbulkan adalah semakin tingginya harga bahan-bahan kebutuhan pokok, yang berakibat semakin menurunnya daya beli masyarakat dan mempengaruhi pola konsumsi nasional. Dengan kondisi yang dialami tersebut sudah selayaknya Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan terhadap dollar Amerika, agar kondisi perekonomian 88 nasional lebih memiliki daya tahan terhadap perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap Dollar Amerika. Grafik 4.3 Perkembangan Inflasi periode Januari 2005 – Desember 2009 2 4 6 8 10 12 14 Ja n -0 5 A P R JU L O K T Ja n -0 6 A P R JU L O K T Ja n -0 7 A P R JU L O K T Ja n -0 8 A P R JU L O K T Ja n -0 9 A P R JU L O K T p e rs e n INFLASI INFLASI Sumber : Bank Indonesia BI Perkembangan tingkat inflasi selama 5 tahun pergerakannya cenderung menunjukkan tren yang menurun. Dimulai dari angka 8,12 tahun 2005 merambat naik ke 17,92 pada tahun 2006, kemudian turun lagi ke 6,95 pada tahun 2007, pada tahun 2008 inflasi naik lagi dalam kisaran 7,38, kemudian pada tahun 2009 dalam kisaran angka 9,17. kondisi ini tentunya memberi arti bahwa harga bahan-bahan pokok terus menunjukkan penurunan. Kondisi tersebut antara lain dipicu oleh penurunan harga-harga produksi, distribusi, atau pasar. 89 Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan Pajak Penghasilan periode Januari 2005 – Desember 2009 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 Ja n -0 5 A P R JU L O K T Ja n -0 6 A P R JU L O K T Ja n -0 7 A P R JU L O K T Ja n -0 8 A P R JU L O K T Ja n -0 9 A P R JU L O K T p e rs e n PPH PPH Sumber : Direktorat Jendral Pajak Perkembangan penerimaan pajak penghasilan selama periode penelitian menunjukkan perkembangan yang menurun. Dimulai pada awal tahun 2005 dalam kisaran angka Rp 10.010.091,80 dalam jutaan merambat turun menjadi Rp 11.773.820,30 dalam jutaan pada tahun 2006, kemudian merangkak naik pada awal tahun 2007 dalam kisaran angka Rp 14.862.845,90 dalam jutaan, tapi pada awal tahun 2008 penerimaan pajak penghasilan menunjukkan penurunan yang dratis dalam kisaran angka Rp 4.681.597,20 dalam jutaan, dan pada akhir tahun 2009 penerimaan pajak penghasilan dalam kisaran angka 6.374.372,80 dalam jutaan. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan