Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang

56 umumnya adalah mata uang dari Negara-negara industri seperti Dollar Amerika Serikat USD, Yen Jepang JPY, Poundsterling Inggris GBP, Deutch Mark Jerman DEM, France Prancis FRF, Dollar Australia AUD dan France Swiss SFR. 2. Soft Currency Lawan dari hard currency adalah soft currency, yaitu mata uang yang lemah yang kurang laku atau jarang sekali digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung dalm transaksi ekonomi dan keuangan international karena nilainya relative kurang stabil inconvertible currency serta sering terdepresiasi jika dibandingkan dengan mata uang Negara-negara lainnya. Soft currency umumnya terdiri dari mata uang Negara-negara yang sedang berkembang yang sifatnya sangat sensitive terhadap gejolak politik, perubahan kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah Negara yang bersangkutan termasuk terhadap perubahan- perubahan kondisi social ekonomi internasional. Kemampuan suatu Negara dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional sangat tergantung pada cadangan devisa yang dimiliki, yang dapat dilihat pada neraca pembayaran internasional atau balance of payment BOP yang bersangkutan. Semakin banyak cadangn devisa valas suatu Negara akan semakin besar pula kemampuan Negara tersebut melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional. Menurut Tajul 2000;5, cadangan devisa suatu Negara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. official Forex Reserve 57 official forex reserve adalah jumlah seluruh cadangan devisa atau cadangan valuta asing yang dimiliki, dikelola, dikuasai diurus, dan dipertanggung jawabkan oleh bank sentral. b. country forex reserve county forex reserve adalah jumlah seluruh cadangan devisa aatau valuta asing yang dimiliki oleh perorangan atau lembaga, terutama perbankan dan badan usaha milik Negara BUMN yang secara moneter merupakan kekayaan Negara.

B. Penelitian Terdahulu

1. Vinelia Agustina Marpaung, Djamaludin Ahmad, dan Kasyful Mahalli 2008 Dalam penelitian tentang Analysis Factor of Influence Tax Arrears in North Sumatera, Dilatar belakangi pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan inflasi yang lebih rendah seharusnya dapat menurunkan penunggakan pajak, karena terjadinya perbaikan kondisi makro ekonomi. Namun demikian di Sumatera Utara perbaikan ekonomi tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah tunggakan pajak. Terjadinya kenaikan tunggakan pajak tersebut kemungkinan disebabkan peningkatan jumlah wajib pajak pribadi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah wajib pajak badan dan bendaharawan. Oleh karena itu melihat besarnya peranan pajak terhadap pembiayaan pembangunan dan adanya kecenderungan peningkatan tunggakan pajak. Perlu dilakukan suatu penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tunggakan pajak di Sumatera Utara. 58 Dalam penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square OLS. Dalam penelitian ini tunggakan pajak sebagai variabel terikat, variabel bebasnya adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah wajib pajak tahun lalu mempengaruhi tunggakan pajak tahun sekarang, inflasi, dan krisis ekonomi sebagai variabel dummy. Model regressi yang digunakan adalah regresi distributed-lag, dengan spesifikasi modelnya sebagai berikut : LTgP = a0 – a1 PE + a2 WPt-1 + a3 INF + a4 DM + µ Dimana : LTgP = Logaritma jumlah tunggakan pajak PE = Pertumbuhan Ekonomi WPJ = Jumlah Wajib Pajak INF = Tingkat inflasi DM = dummy variabel krisis ekonomi, D=0 sebelum krisis ekonomi 1984- 1996, D=1 setelah terjadi krisis ekonomi 1997-2005. Pertumbuhan ekonomi daerah sumatera utara, jumlah wajib pajak, tingkat inflasi, dan kondisi ekonomi secara serempak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan tunggakan pajak di sumatera utara. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan sebagai berikut : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penunggakan pajak disumatera utara, berarti bahwa peningkatan pertumbuhan akan menurunkan tunggakan pajak di sumatera utara.