Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
baik pendekatan ini dapat mengarah pada adanya kelonggaran anggaran Susanti, 2004:270. Bertolak dari kondisi ini, sektor publik mulai menerapkan
sistem penganggaran yang dapat menanggulangi masalah diatas, yakni anggaran partisipasi participatory budgeting, yaitu dengan menggabungkan pendekatan
top-down dan bottom-up Anthony dan Govindarajan, 2005:87. Melalui sistem ini, bawahan atau pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran
yang menyangkut sub bagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan atau pemegang kuasa anggaran dan bawahan atau pelaksana anggaran mengenai
anggaran tersebut, dalam hal ini penyusunan anggaran secara partisipatif dapat mencegah adanya perilaku disfungsional karena adanya keterlibatan bawahan
dalam proses penyusunan anggaran Agyris, 1995 dalam Nor Wahyudin, 2007:5. Perilaku disfungsional merupakan perilaku individual yang pada
dasarnya bertentangan dengan tujuan organisasi Hansen dan Mowen, 2004:376
Banyak penelitian bidang akuntansi manajemen yang menaruh perhatian pada masalah partisipasi anggaran Brownell, 1981 dalam Sumarno 2005:586.
Hal ini karena anggaran partisipatif dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi Murray,1990 dalam Sumarno,
2005:586. Pengaruh anggaran partisipatif pada kinerja manajerial merupakan tema yang menarik dalam penelitian akuntansi manajemen Lukka,1988 dalam
Sumarno, 2005:586. Brownell, 1982b dalam Sumarno, 2005:586 menyebutkan dua alasan, yaitu a partisipasi dinilai sebagai pendekatan
manajerial yang dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi, dan b
berbagai penelitian yang menguji hubungan antara partisipasi dan kinerja hasilnya saling bertentangan.
Salah satu bagian dari literatur akuntansi keperilakuan behavioral accounting
adalah bagian yang membahas hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Partisipasi penyusunan
anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Argyris,
1964 dalam Nor Wahyudin, 2007:5 menyatakan partisipasi sebagai alat untuk mencapai tujuan, partisipasi juga sebagai alat untuk mengintegrasikan
kebutuhan individu dan organisasi. Sehingga partisipasi dapat diartikan sebagai berbagi pengaruh, pendelegasian prosedur-prosedur, keterlibatan dalam
pengambilan keputusan dan suatu pemberdayaan. Partisipasi yang baik membawa beberapa keuntungan sebagai berikut: 1 memberi pengaruh yang
sehat terhadap adanya inisiatif, moralisme dan antusiasme; 2 memberikan suatu hasil yang lebih baik dari sebuah rencana karena adanya kombinasi
pengetahuan dari beberapa individu; 3 dapat meningkatkan kerjasama antara depertemen; dan 4 para karyawan dapat lebih menyadari situasi di masa yang
akan datang yang berkaitan dengan sasaran dan pertimbangan lain Irvine, 1978 dalam Nor Mahyudin 2007:5.
Sampai saat ini, hasil penelitian mengenai partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial masih menunjukkan pertentangan. Hasil penelitian
yang bertentangan tersebut mendorong para peneliti untuk memeriksa variabel- variabel yang terlibat, dengan tujuan memperjelas hubungan partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial. Hasil yang diperoleh dari penelitian mereka menunjukan bahwa hubungan diantara keduanya tidak dapat
disimpulkan secara konklusif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brownell 1982b, Brownell dan
Mc Innes 1986, Frucot Shearon 1991 dan Indriantoro 1993 dalam Sukardi, 2004:83 menemukan hubungan yang positif antara partisipasi anggaran dan
kinerja manajerial. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat partisipasi dalam penyusunan anggaran maka akan meningkatkan kinerja manajerial. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyanto 1996 dan Bambang Supomo 1998 dalam Poerwati 2002:737, dimana mereka menemukan hasil yang tidak
signifikan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Govindarajan 1986a dalam Riyadi 2000:137 mengemukakan
bahwa untuk menyelesaikan perbedaaan dari berbagai hasil penelitian tersebut, biasa dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontigensi contigency
approach. Pendekatan ini secara sistematis mengevaluasi berbagai kondisi atau
variabel yang dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Pendekatan ini memberikan gagasan
bahwa sifat hubungan yang ada dalam partisipasi anggaran dengan kinerja mungkin berbeda dari satu situasi dengan situasi lain. Pendekatan kontijensi
memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang dapat bertindak sebagai faktor moderating atau intervening yang mempengaruhi hubungan antara
partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial Brownell, 1982a; Murray, 1990; Shield dan Young, 1993 dalam Poerwati, 2002:739.
Dalam penelitian ini, pendekatan teori kontigensi akan diadopsi kembali untuk mengevaluasi keefektifan partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial dengan menggunakan komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, motivasi kerja dan perilaku etis sebagai variabel moderating. Istilah variabel
moderating digunakan dalam pengertian bahwa komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, motivasi dan perilaku etis mempengaruhi hubungan antara
partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Partisipasi anggaran merupakan pendekatan manajerial yang umumnya dinilai dapat meningkatkan
efektivitas organisasi melalui peningkatan kinerja setiap anggota organisasi secara individual atau kinerja manajerial Sukardi, 2004:83. Kinerja manajerial
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial dalam kegiatan- kegiatan manajerial seperti: perencanaan, investigasi, koordinasi, supervisi,
pengaturan staff, negosiasi, dan representasi Mahoney dkk, 1963 dalam Sumarno, 2005:591.
Komitmen organisasi menunjukkan hubungan keyakinan dan dukungan terhadap nilai dan sasaran goal yang ingin dicapai organisasi
Mowday et al., 1979 dalam Latuheru, 2005:118. Individu yang mempunyai komitmen organisasi yang kuat akan berusaha untuk mencapai tujuan organisasi
dan mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan di luar organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang
tinggi pula Susanti, 2004:265. Dengan adanya komitmen organisasi maka diharapkan dalam
partisipasi penyusunan anggaran lebih mengutamakan kepentingan organisasi
daripada kepentingan pribadi sehingga kinerja dari manajer pun dapat terlihat, hal ini telah menjadi wacana umum bahwa tidak sedikit pihak-pihak yang ikut
berpartisipasi dalam penyusunan anggaran bertindak “sewenang-wenang” dalam memberikan masukan di dalam penyusunan anggaran. Atasan cenderung
“menekan” bawahan walaupun bawahan telah berusaha sebaik mungkin dalam memberikan masukan dalam penyusunan anggaran atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam mengelola suatu organisasi tidak lepas dari faktor kepemimpinan dan sikap bawahan dalam melaksanakan tugas mencapai tujuan
organisasi. Gaya kepemimpinan dari seorang atasan sering menjadi sorotan publik dalam hal partisipasi penyusunan anggaran. Atasan yang cenderung
kurang concern dalam berpartisipasi pada penyusunan anggaran akan memberikan kepercayaan lebih kepada bawahannya dalam membuat anggaran
hal ini akan sangat merugikan perusahaan jika bawahannya ternyata orang yang lebih suka memanfaatkan keadaan untuk kepentingan pribadi, dengan melebih-
lebihkan jumlah anggaran, dengan melakukan mark up pada asset yang dibeli dan atasan hanya bersikap biasa saja maka perusahaan lambat laun akan
mengalami krisis terutama dalam krisis moral para pegawainya. Begitu pula jika atasan dan bawahan bersama-sama membuat fraud dalam menyusun anggaran,
hal tersebut akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karena itu gaya kepemimpinan dianggap sangat penting dalam partisipasi penyusunan anggaran
sehingga terlihat kinerja manajer sebagai atasan, dan terlihat kolaborasi antara atasan dan bawahan demi kepentingan perusahaan.
Motivasi kerja dimasukkan dalam penelitian ini karena dengan adanya motivasi kerja maka terlihat keseriusan antara atasan dan bawahan dalam
menyusun suatu anggaran yang akan menentukan nasib perusahaan dalam periode yang akan datang. Motivasi didefinisikan sebagai derajat sampai
dimana seseorang individu ingin dan berusaha untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik Mitchell, 1982 dalam Riyadi 2000:138 .
Penerapan perilaku etis dalam penyusunan anggaran merupakan hal yang sangat penting karena dengan adanya perilaku etis maka seseorang telah
bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Griffin dan Ebert 1998 dalam Maryani dan Supomo 2001 perilaku etis merupakan sikap dan perilaku
yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan
dengan tindakan-tindakan
yang bermanfaat
dan yang
membahayakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian mengenai pengaruh komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap penyusunan anggaran dan kinerja
manajerial masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengujian kembali mengenai:
“Pengaruh Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Perilaku Etis Sebagai Variabel Moderating Terhadap Hubungan Antara
Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial”.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sumarno 2005 Penelitian sebelumnya hanya menganalisa Pengaruh
Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial Studi Empiris pada
Kantor Cabang Perbankan Indonesia di Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memperluas pembahasan dengan menambahkan dua variable yaitu:
motivasi dan perilaku etis yang berfungsi sebagai variabel moderating. Dengan melakukan penelitian pada perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur di
wilayah Jakarta dan Bogor.