Perusahaan memiliki tingkat current ratio tertinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar 479,9 dan berada di atas rata-rata industri dengan
perbedaan sebesar 299,8. Ini berarti bahwa perusahaan mampu menjamin Rp 100 liabilitas jangka pendek dengan Rp 168,7 aktiva lancar.
Sedangkan untuk tingkat current ratio terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 102,7 dan berada di bawah rata-rata industri dengan
perbedaan sebesar 65,8. Ini berarti bahwa perusahaan mampu menjamin Rp 100 liabilitas jangka pendek dengan Rp 102,7 aktiva lancar.
Untuk tingkat quick ratio tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 334,6 dan berada di atas rata-rata industri dengan perbedaan
sebesar 224,8. Ini berarti bahwa perusahaan mampu melunasi Rp 100 liabilitas jangka pendek dengan Rp 334,6 aktiva lancar. Sedangkan, tingkat
quick ratio terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 45,6 dan berada di bawah rata-rata industri dengan perbedaan 61,8. Tingkat quick
ratio tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan melunasi Rp 100 liabilitas jangka pendek dengan Rp 45,6 aktiva lancar.
Secara historis, peningkatan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 60,5 untuk current ratio dan 47,1 untuk quick ratio dari
tahun 2012. Sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 312,6 untuk current ratio dan 285,3 untuk quick ratio dari
tahun 2009. Peningkatan rasio tahun 2013 dikarenakan bertambahnya aset lancar sebesar Rp 286.786.163.192 51,2 dari tahun 2012 dan
berkurangnya utang lancar sebesar Rp 26.505.143.041 4,9 dari tahun
2012. Akun yang paling berpengaruh terhadap peningkatan aset lancar tahun 2013 adalah piutang usaha pihak berelasi yang meningkat sebesar
Rp 108.031.666.902 163,3 dari tahun 2012. Akun yang paling berpengaruh terhadap penurunan utang lancar tahun 2013 adalah pinjaman
bank jangka pendek yang menurun sebesar Rp 233.625.500.000 48,3 dari tahun 2012. Penurunan rasio tahun 2010 dikarenakan meningkatnya
utang lancar sebesar Rp 306.064.472.029 387,4 dari tahun 2009 . Akun yang paling berpengaruh pada peningkatan utang lancar tahun 2010 adalah
munculnya akun
pinjaman bank
jangka pendek
sebesar Rp
296.703.000.000 yang menandakan perusahaan meminjam sejumlah dana untuk operasi perusahaan.
2. Kinerja Keuangan ditinjau dari Solvabilitas
Debt to total assets ratio dan debt to equity ratio merupakan beberapa jenis rasio solvabilitas yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar aliran dana perusahaan yang disediakan atau diperoleh dari kreditor. Rasio yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyaknya
aliran dana yang berasal dari kreditor. Selain itu, hal tersebut menunjukkan resiko kerugian yang lebih tinggi bagi perusahaan untuk
melunasi utang-utangnya dengan jaminan aset perusahaan atau dengan shareholder’s equity.
a. PT. Akasha Wira Internasional Tbk. ADES
Berdasarkan Tabel V.3 hal. 64, perbandingan debt to total assets ratio dengan rata-rata industri pada dapat PT. Akasha Wira International
Tbk secara sederhana dilihat melalui Gambar V.19 sebagai berikut:
61.7 69.2
60.2 46.3
40.0 44.4
47.4 45.3
45.1 45.7
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0
2009 2010
2011 2012
2013
Gambar V.19 PT. Akasha Wira International Tbk. ADES
Perbandingan Debt to Total Assets Ratio dengan Rata-rata Industri Tahun 2009-2013
Debt to total assets ratio Rata-rata Industri
Berdasarkan Tabel V.4 hal. 66, perbandingan debt to equity ratio dengan rata-rata industri pada PT. Akasha Wira International Tbkdapat
secara sederhana dilihat melalui Gambar V.20 sebagai berikut:
Nilai debt to total assets ratio berada di bawah rata-rata industri pada tahun 2013 dan debt to equity ratio berada di bawah rata-rata industri pada
tahun 2012 sampai dengan 2013. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dapat mengurangi tingkat liabilitas utang perusahaan yang
ditanggung oleh aset dan ekuitasnya pada tahun-tahun tersebut. Perusahaan memiliki tingkat debt to total assets ratio terendah pada
tahun 2013 yaitu sebesar 40,0 dan berada di bawah rata-rata industri dengan perbedaan sebesar 5,7. Ini berarti bahwa setiap Rp 100 total asset
yang dimiliki perusahaan, didanai dengan total utang sebesar Rp 40. Sedangkan untuk tingkat debt to total assets ratio tertinggi terjadi pada
tahun 2010 yaitu sebesar 69,2 dan berada di atas rata-rata industri
161.3 224.9
151.3 86.1
66.6 93.1
113.6 92.7
91.2 92.0
0.0 50.0
100.0 150.0
200.0 250.0
2009 2010
2011 2012
2013
Gambar V.20 PT. Akasha Wira International Tbk. ADES
Perbandingan Debt to Total Equity Ratio dengan Rata- rata Industri Tahun 2009-2013
Debt to total equity ratio Rata-rata Industri
dengan perbedaan sebesar 21,8. Ini berarti bahwa setiap Rp 100 total asset perusahaan, yang didanai dengan total utang adalah sebesar Rp 69,2.
Untuk tingkat debt to equity ratio terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 66,6 dan berada di bawah rata-rata industri dengan
perbedaan sebesar 25,4. Dapat diartikan bahwa setiap Rp 100 total ekuitas yang dimiliki perusahaan, yang didanai dengan total utang sebesar
Rp 66,6. Tingkat debt to equity ratio tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 224,9 dan berada di atas rata-rata industri dengan
perbedaan 111,3. Tingkat debt to equity ratio tersebut menunjukkan setiap Rp 100 total ekuitas yang dimiliki perusahaan, didanai dengan total
utang sebesar Rp 224,9. Kenaikan nilai debt to total assets ratio perusahaan pada tahun 2010
dipengaruhi oleh kenaikan total aset sebesar Rp 146.206.000.000 dari total aset akhir tahun 2009. Kenaikan piutang usaha sebesar Rp 74.991.000.000
dankenaikan investasi jangka pendek sebesar Rp 10.557.000.000 menjadi komponen yang berpengaruh cukup signifikan pada kenaikan total aset
tahun 2010. Kenaikan pinjaman bank jangka pendek sebesar Rp 37.500.000.000, kenaikan pinjaman jangka panjang yang jatuh tempo
dalam waktu satu tahun sebesar Rp 19.432.000.000 dan kenaikan pinjaman jangka panjang sebesar Rp 54.571.000.000 menjadi komponen yang
berpengaruh cukup signifikan pada kenaikan total liabilitas tahun 2010. Kenaikan nilai debt to total equity ratio pada tahun 2010 dikarenakan oleh
kenaikan total shareholders equity sebesar Rp 31.659.000.000 sedangkan