Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Adapun Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alat pendidikan yang dapat
menumbuhkan pengalaman belajar secara optimal. Pembelajaran IPA, seperti kimia tidak terlepas dari kegiatan eksperimen atau percobaan. Namun, dalam
kenyataannya masih banyak kegiatan pembelajaran tentang suatu konsep kimia yang disajikan dengan metode konvensional. Seorang guru lebih banyak bicara,
kurang merangsang kontribusi siswa dalam proses pembelajaran. Kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran membuat siswa merasa bosan.
Akibatnya, siswa kurang tertarik dengan pelajaran kimia yang akhirnya menyebabkan hasil belajar kimia tidak maksimal.
Menurut Muhibbin Syah, keberhasilan proses dan hasil belajar dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor dari dalam intern, luar diri individu ekstern dan
faktor pendekatan belajar. Faktor-faktor intern atau dari dalam diri siswa banyak sekali misalnya: intelegensi siswa, sikap siswa, minat siswa dan motivasi siswa.
Sedangkan, faktor ekstern terdiri dari dua macam yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor pendekatan belajar merupakan segala
cara atau strategi yang digunakan oleh siswa dalam menunjang efektifitas belajar siswa dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
3
Sebelum melaksanakan penelitian, dilakukan penelitian pendahuluan berupa observasi langsung ke MA. Al-Falah VI Jakarta dan mengamati proses
belajar mengajar di kelas. Observasi yang dilakukan adalah mengamati sarana prasarana di sekolah,
dimana sarana prasarana yang tersedia seperti laboratorium IPA, komputer, LCD atau infokus. Laboratorium IPA yang tersedia kurang mendapat perhatian dari
pihak sekolah. Alat dan bahan yang ada di dalam laboratorium sangatlah terbatas. Lampiran 1
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. ke-10, h. 132-139.
Observasi dilanjutkan dengan pengamatan proses belajar mengajar di kelas XI IPA MA. Al-Falah VI Jakarta, dengan jumlah 22 siswa didapatkan masalah-
masalah yang ada diantaranya yaitu: 1 Siswa kurang termotivasi untuk belajar kimia. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran mereka kurang semangat. 2
Di dalam kelas banyak siswa yang melakukan aktivitas di luar kegiatan belajar kimia misalkan ngobrol sesama teman, bermain-main dengan teman sebangku,
dan tidak serius dalam belajar. 3 Situasi belajar tampak di dalam kelas guru menerapkan metode pembelajaran ceramah dan siswa pasif mendengarkan
informasi yang disampaikan guru, sehingga kurang melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. 4 Kurangnya interaksi siswa pada saat belajar kimia,
hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat, berdebat dan perilaku belajar aktif lainnya. Lampiran 2
Informasi lain dari hasil wawancara dengan guru kimia, diperoleh bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal KKM adalah 65 Lampiran 4. Berdasarkan data
pencapaian hasil belajar kelas XI IPA pada semester 1 tahun ajaran 20092010 terlihat bahwa materi kesetimbangan kimia tergolong rendah dengan nilai rata-rata
sebesar 47,89 dan hanya 31,58 siswa yang mencapai KKM Lampiran 3. Informasi lain dari hasil wawancara dengan siswa, dapat diketahui bahwa
siswa merasa jenuh dan malas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Siswa merasa senang dengan praktikum, karena mereka merasa seperti
seorang ilmuan. Namun, guru jarang sekali mengaitkan materi dengan percobaan Lampiran 5. Sehingga dapat dikatakan pengalaman langsung siswa dalam
praktikum juga kurang. Akibatnya dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal.
Hal ini dapat dilihat pada Kerucut Pengalaman Dale Dale ’s Cone of
Experience, yang menunjukkan bahwa mengajar dengan banyak ceramah tingkat pemahaman siswa hanya 20, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan
sesuatu sambil melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90. Berikut kerucut pengalaman Dale yang dimaksud:
4
4
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2008, Cet. I, h. 18- 19.
10 of what they read Read
abstrak 20 of what they hear
Hear View Images
30 of what they see Watch Video
Attend ExhibitSites 50 of what they hear see
Watch a Demonstration Participate in Hands-On Workshop
70 of what they say write Design Collaborative Lessons
Simulate or Model a Real Experience Kongkrit
90 of what they do DesignPerform a Presentation-Do the Real Thing
Gambar 1.1. Dale
’s Cone of Experience
Pengalaman belajar kongkrit yang secara langsung dialami siswa terletak di bagian bawah kerucut. Di sinilah pengalaman belajar yang paling besar
memperoleh manfaat karena dengan cara mengalaminya sendiri. Berdasarkan data hasil belajar dan wawancara, maka dapat dikatakan
bahwa hasil belajar siswa rendah pada konsep kesetimbangan kimia. Sehingga, perlu diadakan perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dengan memperhatikan tuntutan kurikulum pada konsep tersebut. Untuk mencapai SK dan KD pada konsep kesetimbangan kimia maka metode
yang tepat adalah dengan melaksanakan praktikum dan diskusi. Praktikum merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengalaman langsung kepada
siswa. Pembelajaran dengan diskusi dapat meningkatkan interaksi antara siswa pada saat belajar. Oleh karena itu, perlu diterapkan suatu pendekatan yang mampu
melibatkan siswa secara utuh. Pendekatan yang mampu melibatkan siswa agar siswa dibiarkan mencari
sendiri makna dari suatu konsep baik dalam proses praktikum dan diskusi adalah pendekatan inkuiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam Mulyasa, bahwa
inkuiri adalah suatu metode yang mempersiapkan peserta didik untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, serta
People Generally Remember
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan
yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan penemuan peserta didik yang
lain.
5
Pendekatan inkuiri yang diterapkan adalah inkuiri terstruktur. Hal ini dikarenakan
dalam inkuiri dengan “aktivitas terstruktur” siswa memperoleh petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk
memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu. Pendekatan inkuiri terstruktur menuntut siswa untuk mengikuti dengan tepat instruksi guru untuk menyelesaikan
kegiatan hands-on dengan sempurna. Pembelajaran dengan inkuiri ini kegiatan siswa adalah mengumpulkan data dari masalah yang diajukan guru, membuat
hipotesis, melakukan penyelidikan, menganalisis hasil, membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan.
Pengajaran dengan menggunakan metode inkuiri ini dapat memberikan hasil belajar yang berupa kemampuan siswa untuk berpikir pada tingkat tinggi
yang membutuhkan kemampuan untuk mengembangkan ide. Siswa diberikan kesempatan untuk memecahkan masalah, dengan begitu diharapkan siswa mampu
memahami konsep dalam bahasa mereka sendiri. Sehingga lebih mudah diingat serta lebih lama melekat dalam ingatan mereka. Dengan demikian penerapan
pendekatan inkuiri dapat membuat siswa untuk menemukan sendiri makna pada konsep kesetimbangan kimia dan membantu siswa untuk memahami secara
mendalam konsep tersebut. Sehingga dapat berpengaruh pada hasil belajar kimia siswa pada konsep kesetimbangan kimia.
Hal inilah yang kemudian mendorong untuk melakukan penelitian dengan judul: “Implementasi Pendekatan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa pada Konsep Kesetimbangan Kimia”.
5
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. I, h. 108.