Perdamaian dalam Perspektif Alkitab dan Teologis

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 123 mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan perdamaian suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan keberadaan pemeluk agama lain. Terdapat dua EHQWXNNRQÀLN\DQJEHUVXPEHUSDGDDJDPD\DLWX a. Perbedaan doktrin dan sikap mental yang memandang bahwa hanya agama yang dianutnyalah yang memiliki kebenaran claim of truth sedangkan yang lain sesat, atau setidaknya kurang sempurna. Klaim kebenaran inilah \DQJPHQMDGLVXPEHUPXQFXOQ\DNRQÀLN\DQJEHUODWDUEHODNDQJDJDPD b. Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama. Dalam suatu masyarakat yang majemuk atau plural, masalah mayoritas dan minoritas VHULQJNDOLPHQMDGLIDNWRUSHQ\HEDEPXQFXOQ\DNRQÀLNVRVLDO0D\RULWDV sering menindas atau menekan minoritas dalam hal menjalankan ibadah masing-masing. Bagi umat Kristen, perdamaian adalah panggilan iman. Perdamaian yang dikehendaki adalah: a. Perdamaian yang otentik dan dinamis. Artinya, perdamaian yang kita usahakan dan kembangkan bukanlah sekadar “asal damai”, melainkan damai yang benar-benar keluar dari hati yang tulus dan murni. b. Ada kaitan antara perdamaian dan kebebasan. Artinya, perdamaian harus terpancar dalam kebebasan, bukan perdamaian yang dipaksakan dan justru melumpuhkan dan mematikan kebebasan. Perpaduan antara kedua hal ini disebut tanggung jawab. Kebebasan beragama tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan apa saja, melainkan harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Salah satu tujuan tanggung jawab itu adalah menjaga dan memelihara kesejahteraan hidup bersama sebagai tugas dan tanggung jawab semua umat beragama. Agama pada dasarnya bertujuan untuk menghadirkan damai dan sejahtera bagi hidup manusia. Dalam kekristenan kita beriman kepada Allah karena karya pendamaian-Nya melalui Yesus Kristus, yang seharusnya mendorong kita untuk terus-menerus membangun perdamaian dengan sesama kita. Orang Kristen harus sadar bahwa ketika hubungan damai dengan Allah secara vertikal dibangun, maka pada saat yang sama seharusnya hubungan damai dengan sesama secara horisontal juga dikembangkan.

C. Perdamaian dalam Perspektif Alkitab dan Teologis

Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak awal penciptaan dunia, Tuhan telah mempunyai rencana yang indah bagi ciptaan-Nya. Taman Firdaus merupakan taman yang asri dan damai bagi manusia pertama, Adam dan Hawa. Mereka berdua dipanggil untuk saling mengasihi antarsesama dan mengasihi Tuhan 124 Kelas IX SMP sebagai Sang Pencipta. Manusia dipanggil untuk bertanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan Tuhan, agar dapat hidup penuh damai dan sejahtera. Terutama kitab Kejadian 1:26-28 mendeskripsikan bahwa manusia diciptakan PHQXUXWFLWUD7XKDQVXSD\DPHUHNDEHUNXDVDDWDVÀRUDIDXQDEDKNDQVHOXUXK ciptaan Allah. Artinya, manusia diberikan tugas oleh Tuhan untuk memelihara dan bertanggung jawab atas seluruh ciptaan-Nya. Citra manusia yang serupa dengan Allah tersebut perlu dihargai dan dihormati oleh manusia. Mereka memiliki relasi yang damai, baik dengan Tuhan sang Khalik maupun dengan sesamanya, bahkan dengan keseluruhan alam ciptaan Tuhan. Dalam teks-teks Alkitab pembahasan tentang perdamaian ditunjukkan oleh dua kata yang sering muncul dalam kaitannya dengan pemahaman mengenai damai yaitu syalom dalam Perjanjian Lama, eirene dan soteria atau keselamatan dalam Perjanjian Baru. Ayat-ayat Alkitab menjelaskan bahwa kata damai dipakai dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hubungan antarmanusia. Damai dipakai sebagai salam saat bertemu dan berpisah. Sebagai salam pertemuan atau perjumpaan, yang memberi salam mengharapkan lawan bicara dalam keadaan sehat, bahagia, senang, dan sentosa. Sementara itu, sebagai salam perpisahan, yang memberi salam damai mengharapkan masing-masing di antara mereka tetap dalam keadaan selamat setelah perjumpaan terjadi. Mengingat kata damai tersebut memuat harapan untuk keselamatan, maka kata tersebut juga menjadi semacam berkat yang diucapkan secara khusus di dalam suatu perpisahan. Dalam hal ini, kata damai secara langsung maupun tidak langsung dikaitkan dengan dimensi religius, karena kehadiran berkat tersebut diimani hanya dapat terjadi karena pekerjaan Tuhan. Damai sebagai salam atau salam berkat, khususnya dalam Perjanjian Lama, hanya terjadi dalam situasi ketika orang taat kepada Tuhan. Di dalam Alkitab kata damai juga memiliki konsep keutuhan, kesentosaan, dan kesejahteraan, baik berkaitan dengan aspek personal maupun sosial. 3HUWDPDGDPDLGDODPSHUVSHNWLISULEDGL\DLWXPHQFDNXSDVSHN¿VLNPDXSXQ batin atau dimensi keutuhan pribadi maupun martabat manusia. Damai secara ¿VLNGLDUWLNDQDSDELODRUDQJWLGDNEHUNHNXUDQJDQFXNXSPDNDQDQDGDWHPSDW tinggal, dan tidak mengalami kesulitan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh. Karena itu, orang-orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar kehidupan, adalah manusia yang tidak mengalami damai. Kedua, damai berkaitan dengan lingkup sosial. Di sini damai berarti adanya keutuhan sosial, kesejahteraan sosial ketika masyarakat hidup dalam suasana yang aman dan damai. Dengan demikian damai berkaitan dengan relasi antarmanusia. Di sini juga penting kita menghubungkan makna damai dengan keutuhan dalam masyarakat dengan ide relasi antara penguasa dan warga masyarakat, atau antara pemimpin dan rakyat atau yang dicirikan dengan relasi harmonis. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 125 Tuhan Yesus menggunakan kata damai eirene sebagai salam perjumpaan dan salam perpisahan. Secara khusus, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa nilai tertinggi dari damai berkaitan erat dengan ajaran sentral Tuhan Yesus tentang “Kerajaan Allah”. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa Kerajaan Allah adalah suatu keadaan di mana Tuhan “hadir sebagai Raja”. Jadi sangat berbeda dengan konsep kerajaan yang kita kenal yang lebih bersifat teritorial dan berkaitan erat dengan kekuasaan. Dalam konsep Kerajaan Allah, kekuasaan Allah melingkupi semua aspek kehidupan manusia baik dalam hubungan antarmanusia, maupun hubungan dengan Tuhan bahkan dengan alam semesta. Sebagaimana dinubuatkan oleh para nabi, di dalam Kerajaan Allah akan ada kebenaran, kebebasan, kasih, rekonsiliasi, dan kedamaian yang abadi. Aspek-aspek tersebut menjadi nilai- nilai yang perlu dikembangkan dalam kehidupan kristiani. Kekuasaan Allah sebagai raja tersebut merupakan situasi yang semestinya ada. Tanpa damai, Kerajaan Allah tidak dapat dihadirkan, karena damai merupakan tanda hadirnya Kerajaan Allah. Dalam Injil sinoptik Matius, Markus, dan Lukas dapat dilihat bahwa Tuhan Yesus sering berbicara mengenai Kerajaan Allah. Meskipun demikian, dia juga sering mengganti Kerajaan Allah dengan istilah “Kerajaan Surga” sampai 30 kali. Secara khusus Matius menyebut kata damai dalam khotbah Tuhan Yesus di atas bukit: “Berbahagialah orang-orang yang membawa damai” Mat. 5:9. Dalam Khotbah di Bukit, kata damai berkaitan dengan solidaritas bersama kaum miskin, tindakan etis berlandaskan kasih Allah, dan pemahaman akan Allah yang sangat baik dan berbelas kasih. Dalam kisah- kisah Injil, kita menemukan bahwa Tuhan Yesus sendirilah yang menjadi pembawa damai, yang memperdamaikan relasi manusia yang rusak dengan Allah dan relasi manusia dengan sesamanya. Dapat pula kita telusuri bahwa para pengikut Kristus pada perkembangan gereja awal memaknai kata damai dengan menghubungkannya pada Tuhan Yesus sendiri. Salah satu tokoh penyebar kekristenan di Asia Kecil yang terkenal adalah Rasul Paulus, yang tulisan-tulisannya selalu menghubungkan hampir semua topik bahasan dengan pribadi Yesus yang adalah Kristus, termasuk pembahasannya tentang damai. Dalam suratnya untuk Jemaat Roma, dia mengungkapkan bahwa orang-orang yang mengalami damai adalah mereka yang hidup di dalam Kristus mis. Rm. 2:10; 3:17, 25; 5:1. Kegiatan 2 : Mendalami Alkitab Baca dan pahamilah teks dalam Mazmur 133 Sebutkan dua gambaran berkat yang terdapat dalam teks ini apabila manusia hidup dalam damai. Jelaskan maknanya 126 Kelas IX SMP

D. Perdamaian Antar Umat Beragama