Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok Rina Fitriana 169
Gambar 1. Skema rantai pasok pertanian Sumber: Vorst, 2004, Hadiguna, 2007 Manajemen  rantai  pasok  produk
pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok  produk  manufaktur  karena:  1
produk  pertanian  bersifat  mudah  rusak,  2 proses
penanaman, pertumbuhan
dan pemanenan  tergantung  pada  iklim  dan
musim, 3 hasil panen memiliki bentuk dan ukuran
yang bervariasi,
4 produk
pertanian  bersifat  kamba  sehingga  produk pertanian  sulit  untuk  ditangani  Austin,
1992;  Brown,  1994.  Seluruh  faktor tersebut  harus  dipertimbangkan  dalam
desain  manajemen  rantai  pasok  produk pertanian  karena  kondisi  rantai  pasok
produk  pertanian  lebih  kompleks  daripada rantai  pasok  pada  umumnya.  Selain  lebih
kompleks,  manajemen  rantai  pasok  produk pertanian  juga  bersifat  probabilistik  dan
dinamis.
Berdasarkan  konsep  supply  chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material.
Bahan mentah
didistribusikan ke
manufaktur membentuk
suatu sistem
physical  supply, manufaktur  mengolah
bahan mentah,
dan produk
jadi didistribusikan  kepada  konsumen  akhir
membentuk  sistem  physical  distribution. Aliran  material  tersebut  dapat  dilihat  pada
Gambar 2 Arnold dan Chapman, 2004.
Gambar 2. Pola Aliran Material
Dari  gambar  di  atas  dapat  diketahui bahwa
bahan mentah
didistribusikan kepada  pemasok  dan  pabrik  melakukan
pengolahan  sehingga  menjadi  barang  jadi siap  didistribusikan  kepada  konsumen
melalui  distributor.  Aliran  produk  terjadi
170 , ISSN:1411-6340
mulai  dari  pemasok  hingga  ke  konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran
permintaan dan
informasi. Dimana,
permintaan  dari  konsumen  diterjemahkan oleh
distributor, dan
distributor menyampaikan  pada  pabrik  selanjutnya
pabrik menyalurkan informasi tersebut pada pemasok.
Rantai pasok intelijen adalah inisiatif baru  yang  menyediakan  kapabilitas  untuk
mengungkapkan kesempatan
untuk memotong  biaya,  meningkatkan  penjualan
dan  meningkatkan  kepuasan  pelanggan dengan
memanfaatkan kolaborasi
pengambilan keputusan Stefanovic, 2009.
2.2 Failure  Mode  And  Effect  Analysis
FMEA FMEA
adalah suatu
prosedur terstruktur  untuk  mengidentifikasi  dan
mencegah sebanyak
mungkin mode
kegagalan  failures  mode.  Suatu  failures mode
adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatankegagalan  dalam  desain,  kondisi
di  luar  batas  spesifikasi  yang  telah diterapkan,
atau perubahan-perubahan
dalam produk
yang menyebabkan
terganggunya  fungsi  dari  produk  itu. Melalui  menghilangkan  mode  kegagalan,
maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari  produk  dan  pelayanan  sehingga
meningkatkan  kepuasan  pelanggan  yang menggunakan  produk  dan  pelayanan  itu
Gaspersz, 2002.
FMEA desain
akan membantu
menghilangkan  kegagalan-kegagalan  yang terkait  dengan  desain,  misalnya  kegagalan
karena  kekuatan  yang  tidak  tepat,  material yang  tidak  sesuai,  dan  lain-lain.  FMEA
proses  akan  membantu  menghilangkan kegagalan
yang disebabkan
oleh perubahan-perubahan
dalam variable
proses,  sebagai  misalnya:  kondisi  diluar batas-batas  spesifikasi  yang  ditetapkan
seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan warna  yang  tidak  sesuai,  ketebalan  yang
tidak tepat, dan lain-lain Gaspersz, 2002.
Dalam  pembutan  FMEA  dilakukan masalah
kerumitan severity
yang kemudian
dapat dilakukan
dengan karakteristik yang spesial. Penilaian dengan
mengunakan  skala  1-10,  dimana  masalah yang  lebih  serius  mendapat  rating  lebih
tinggi.  Menilai  kemudahan  pendeteksian terhadap  produk  cacat  detection  dengan
menggunakan skala 1-10.  Menghitung Risk Priority  Number
RPN  dan  tindakan- tindakan
prioritas untuk
mengetahui masalah yang paling serius.
RPN = Severity x Occurrence x Detection 1
Nilai  RPN  dari  setiap  masalah  yang ada  dijumlahkan,  dimana  nilai  RPN  yang
paling  tinggi  menandakan  bahwa  masalah tersebut  memerlukan  penanganan  yang
serius  RPN  maksimum  adalah  1000 Gaspersz, 2002.
2.3 Sistem Pendukung Keputusan
Definisi Sistem
Pendukung Keputusan  SPK  adalah  sistem  informasi
terkomputerisasi, didesain
untuk mendukung
bisnis dan
aktivitas pengambilan  keputusan  organisasi  Niu
et.al,  2009. Menurut Eriyatno 1998 pendekatan
sistem  adalah  metodologi  yang  bersifat rasional  sampai  bersifat  intuitif  yang
memecahkan  masalah  guna  mencapai tujuan
tertentu. Permasalahan
yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem
dalam  pengkajiannya  yaitu  masalah  yang memenuhi karakteristik :
1. Kompleks,  yaitu interaksi antar  elemen
cukup rumit 2.
Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah  menurut  waktu  dan  ada
pendugaan ke masa depan 3.
Probabilistik yaitu
diperlukannya fungsi
peluang dalam
inferensi kesimpulan maupun rekomendasi.
Komponen SPK adalah Vercelis, 2009 : 1.
Manajemen Data
. Termasuk
database, yang  mengandung data yang relevan  untuk  berbagai  situasi  dan
diatur  oleh  software  yang  disebut Database
Management Systems
DBMS. 2.
Manajemen Model
. Melibatkan
model  finansial,  statistika,  manajemen pengetahuan,  atau  berbagai  model
kuantitatif  lainnya,  sehingga  dapat memberikan
ke sistem
suatu kemampuan  analitis,  dan  manajemen
software yang diperlukan.
Sistem Pendukung Keputusan Rantai Pasok Rina Fitriana 171
3. Interaksi
.  Pengetahuan    pekerja  dapat berinteraksi
pada SPK
untuk melakukan analisa.
4. Manajemen  Pengetahuan
.  Modul Manajemen
Pengetahuan juga
berinterkoneksi dengan
Sistem Integrasi
Manajemen Pengetahuan
Perusahaan.
3. METODE PENELITIAN
Pengembangan  Sistem  Pendukung Keputusan untuk Pengelolaan Rantai Pasok
Agroindustri Susu mengacu kepada tahapan penelitian  menggunakan  pendekatan sistem
sebagai berikut:
1. Mempelajari
sistem rantai
pasok agroindustri  susu  dengan  transaksi
penjualan dan pembelian koperasi susu, resiko
mutu, peramalan
dan transportasi.  Wawancara  mendalam
untuk  mendapatkan  variable-  variabel keputusan  penting  dalam  rantai  pasok
agroindustri susu.
2. Mengidentifikasi  faktor-faktor  pemicu
resiko mutu,
kegiatan kunci,
merumuskan basis aturan agregasi nilai dan
penanganan resiko
mutu berdasarkan pendapat para pakar.
3. Desain sistem untuk merancang model-
model  pengambilan  keputusan,  basis data  dan  user  interface  pada  sistem
penunjang keputusan.
4. Verifikasi  model  menggunakan  data
Koperasi  Pengolahan  Susu  KPS    X sebagai studi kasus
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rantai Pasok Agroindustri Susu
Rantai  pasok  agroindustri  susu  yang dibahas  dalam  penelitian  ini  terdiri  dari
Pemasok  yaitu  Petani  Susu,  Kemudian petani  susu  menyalurkan  ke  koperasi  Susu,
kemudian sebagian kecil susu diolah dalam Industri  kecilmenengah  Koperasi  Susu,
Susu  kemudian  ada  yang  diolah  menjadi yoghurt  dan  susu  pasteurisasi  sedangkan
sebagian  besar  susu  segar  dipasok  ke Industri Pengolahan Susu skala Besar yang
diolah menjadi susu cair kotak, susu bubuk, susu kental manis dll. Produk jadi baik dari
koperasi  susu  maupun  dari  IPS  kemudian disalurkan ke Retailer, kemudian konsumen
dapat membelinya dari retailer.
Gambar 1 Rantai Pasok Agroindustri Susu
4.2. Pemodelan
Sistem Penunjang
Keputusan untuk Koperasi Susu
Pemodelan  sistem  yang  dirancang untuk  rancangan  aplikasi  SPK  untuk
penilaian  aplikasi  SPK  untuk  penilaian Rantai  Pasok  Koperasi  Susu,  dirancang
dalam  bentuk  paket  komputer  yang  terdiri dari  komponen  sistem  manajemen  basis
data,  sistem  manajemen  basis  pengetahuan dan  sistem  manajemen  model  yang
dihubungkan  dengan  sistem  manajemen dialog yang akan memudahkan komunikasi
dengan pengguna yang bersifat interaktif. Konfigurasi  model  sistem  penunjang
keputusan  menggambarkan  komponen  di dalam
sistem dan
keterkaitan antar
komponen  sistem.  Konfigurasi  model  SPK disajikan pada gambar yang terdiri dari tiga
komponen  utama  yaitu  Sistem  Manajemen Basis  Model,  Sistem  Manajemen  Basis
Data dan Sistem Manajemen Dialog.