10
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati dengan dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga dapat
menimbulkan kerusakan hati akut, subkronik, maupun kronik Zimmerman, 1978.
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hepatotoksin teramalkan intrinsik Merupakan obat atau senyawa yang bila diberikan dapat
mempengaruhi sebagian besar orang yang menelan senyawa tersebut dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan efek toksik. Hepatotoksin teramalkan
bergantung kepada dosis pemberian. Contoh dari obat-obat tipe ini adalah parasetamol, salisilat, tetrasiklin Forrest, 2006.
Hepatotoksin teramalkan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a. Hepatotoksin kerja langsung
Hepatotoksin kerja langsung meliputi zat beracun zat induk atau metabolitnya yang mampu menimbulkan luka secara langsung pada
membran plasma, retikuloendoplasma, dan organel lain hepatosit. Prototipenya adalah karbon tetraklorida.
b. Hepatotoksin kerja tak langsung Hepatotoksin kerja tak langsung meliputi zat beracun yang menimbulkan
luka dengan cara mengganggu jalur atau proses metabolik yang khas,
11
yang mengakibatkan kerusakan atau kekacauan struktur sel hati. Prototipenya etionin dan galaktosamina Zimmerman, 1978.
2. Hepatotoksin tak teramalkan idiosinkratik Senyawa yang termasuk golongan ini, yaitu senyawa yang
mempunyai sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati pada individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut
yang diperantarai oleh mekanisme alergi misalnya sulfonamid, halotan atau karena keabnormalan metabolik menuju penumpukan metabolit toksik
misalnya iproniazid, isoniazid Zimmerman, 1978; Donatus, 1992. Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh hepatotoksin golongan ini tidak dapat
diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis Donatus, 1992.
D. Karbon tetraklorida
Gambar 3. Struktur karbon tetraklorida Dirjen POM, 1995
Karbon tetraklorida Gambar 3 merupakan cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, dan memiliki rumus molekul CCl
4
. Karbon tetraklorida memiliki BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air, dapat
bercampur dengan etanol mutlak dan dengan eter Dirjen POM, 1995. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, jika diberikan kepada
berbagai spesies dapat menyebabkan sentrilobular nekrosis hepatik dan
12
perlemakan di hati. Pemberian atau pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga kerusakan ginjal. Dosis rendah karbon tetraklorida
menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450, terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Hal ini juga selektif untuk isoenzim tertentu,
CYP2E1 di tikus, sedangkan isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak terpengaruh. Penghancuran CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia Timbrell,
2008. Karbon tetraklorida akan mengalami reduksi dehalogenasi di hati dengan
adanya katalis enzim sitokrom P-450 sehingga membentuk radikal bebas triklorometil
•
CCl
3
. Radikal bebas ini jika bereaksi dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi
•
OOCCl
3
yang lebih reaktif. Saat konsumsi CCl
4
telah mencukupi, Ca
2+
dalam sitoplasma intrasel meningkat maka dapat menyebabkan kematian sel. Peningkatan Ca
2+
ini terjadi karena gangguan dalam mekanisme transport Ca
2+
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran Ca
2+
Gregus dan Klaaseen, 2001. Toksisitas CCl
4
banyak digunakan untuk model kerusakan sel-sel hati. Pemberian CCl
4
secara intragastrikal, subkutan, intraperitoneal, dan inhalasi dapat menunjukkan ciri kerusakan nekrosis sentrilobular dan steatosis Zimmerman,
1978. Mekanisme nekrosis dapat terjadi karena adanya gangguan pada mitokondria dalam sel, dimana mitokondria merupakan penghasil ATP. Gangguan
ini terjadi karena meningkatnya Ca
2+
di sitoplasma sehingga mengakibatkan pengambilan Ca
2+
ke dalam mitokondria meningkat dan sintesis ATP terganggu. Jika gangguan terjadi di seluruh mitokondria, maka dapat mengakibatkan