bekerja disana. Yang dikirim ke Timor Loro Sa’e itu orang-orang dari Afrika dari Goa atau Macao. Lulusan dari Lisboa yang berasal dari Timor dikirim ke Angola atau Mozambique.
56
Usaha Gereja untuk memperkenalkan pendidikan di Timor Loro Sa’e itu lebih kuat daripada usaha pemerintah. Yang sebelum 1962, membuka sekolah di pegunungan di
Timor Loro Sa’e itu hanya Gereja saja. Menjelang penyerangan Indonesia pada tahun 1975, Gereja sudah menjalankan 57 eskolah primaria tingkat sekolah dasar, dan satu eskola
segundaria satu sekolah SMA dan ada dua seminario menengah yang tingkatannya sama dengan Liceu. Sebagian dari pemimpin-pemimpin pertama dari Partido Fretilin Partai
Fretilin lulusan seminario di Dare, termasuk Presiden Fretilin yang pertama yang lulusan seminario tinggi di Macao.
Bagaimanapun juga pada tahun 1974 masih ada 90 dari rakyat yang tidak mempunyai kebiasaan membaca-menulis. Dari jumlah orang muda yang umurnya sudah
cukup untuk bersekolah itu pada tahun 1970-1971 hanya 28 yang jadi masuk sekolah. Tetapi tiga tahun kemudian jumlah itu sudah bertambah betul-betul menjadi 77 . Jadi dalam
tahun ketujuh puluhan keinginan untuk berkembang itu menjadi kuat sekali.
4.1. Usaha Indonesia di Bidang Pendidikan
Proses serupa juga berlangsung dalam sistem pendidikan. Sampai kudeta pada 25 April 1974, kira-kira 93 persen orang Timor Loro Sa’e masih buta huruf. Dalam proses
dekolonisasi, Fretilin telah berkomitmen untuk memberantas buta huruf. Termasuk dalam program ASDT dan Fretilin. Tetapi persiapan program baru dimulai sekitar pertengahan
tahun 1974; bahan-bahan untuk membuat buku panduan belajar membaca dalam bahasa tetum dikumpulkan. Bahasa tetum adalah salah satu bahasa Timor yang paling dikenal, dan
56
. Albert Rutten, “Curso da Historia de Timor Leste” tanpa penerbit tahun 2006. hlm. 45-46.
menjadi bahasa pergaulan umum. Program pendidikan diorganisir oleh salah seorang Fretilin yang paling cerdas dan menonjol, bekas mahasiswa di Lisboa, Antonio Cavarinho kemudian
menggunakan nama Mau Lear.
57
Indonesia mendirikan banyak sekolah di Timor Loro Sa’e. Jumlah Sekolah Dasar di Timor pada tahun Indonesia masuk Timor Loro Sa’e 1975, itu tujuh puluh dua, dengan
murid-murid sebanyak 13.501. Jumlahnya pada tahun 1986 sudah menjadi 498 dengan jumlah murid 109.884. Bahasa yang dipakai bahasa Indonesia. Harapan pemerintah supaya
mereka yang sudah pandai berbahasa Indonesia juga senang kalau dapat tetap bersatu dengan Negara Indonesia. Mereka lupa bahwa zaman dulu memakai bahasa Belanda dan belajar
dimacam-macam sekolah di negeri Belanda. Tetapi kepandaian mereka yang berbahasa Belanda sama sekali tidak membuat mereka ingin tetap bersatu dengan Negara Belanda.
Bahkan sebaliknya mereka makin kuat memahami kemampuan mereka untuk mengatur hidup mereka sendiri menurut kebudayaan mereka sendiri. Demikian anak-anak Timor dalam
tahun-tahun delapan puluhan dan Sembilan puluhan.
4.2. Usaha Pendidikan Non Formal Oleh ISMAIK
Dalam pendidikan non formal yang diadakan oleh ISMAIK, dengan berbagai cara untuk mendampingi, baik secara intelektual maupun bidang humanihora. Pendidikan tidak
hanya terggantung pada keluarga saja melainkan dari niat, kemauan dan usaha. Seperti yang digambarkan “pelayanan sosial kepada masyarakat dalam konteks kegiatan Misi yang sering
terlupakan dalam kajian sejarah Gereja adalah penyelenggaraan pendidikan non formal”.
58
Maka asrama atau yang disebut dengan istilah Timor uma bibi atan diak rumah gembala baik, ISMAIK tidak pernah memungut biaya dari asrama yang ditempati, hanya
57
. John G. Taylor “PERANG TERSEMBUNYI” Sejarah Timor-Timur yang Dilupakan, Forum Solidaritas untuk Rakyat Timor Timur Jakarta. tahun 1998. hlm. 63-64.
58
. Anton Haryono “Awal Mulanya adalah Muntilan”, Kanisius, Yogyakarta, 2009, hlm. 147.
mengutamakan solidaritas dan bela rasa untuk mendidik anak-anak dari keluarga yang tak mampu ini.
Tekanan-tekanan tertentu yang dialami oleh rakyat dibidang pendidikan juga karena dipedesaan yang sulit dijangkau. Daerah-daerah atau pendalaman yang ditempati oleh
rakyat sangat sulit untuk menempuh pendidikan dan mutu pendidikan juga sangat kurang. Seperti digambarkan diatas bahwa perkembangan pendidikan di tahun 1970-an sudah
berkembang, namun ditingkat perkotaan. Dibandingkan dengan tingkat pedesaan masih kurang, dalam hal ini kurangnya tenaga pengajar, buku-buku sangat terbatas dan ekonomi
menjadi salah satu faktor penghambat juga dibidang pendidikan. Timor Leste dibumi-hanguskan pada tahun 1999. Salah satu insiden kekerasan
yang paling awal dan paling mengejutkan di tahun 1999 adalah pembantaian di Liquica. Selama serangan itu terjadi, pada tanggal empat dan lima April, puluhan rumah dibakar dan
sejumlah penduduk sipil dibunuh.
59
Tanda-tanda awal dari kerusuhan Timor mulai nampak. Mulai dari jajak pendapat 30 Agustus hingga September 1999, semua bangunan dibakar dan
dihancurkan gedung sekolah kantor-kantor pemerintahan, rumah-rumah pribadi juga dihancurkan oleh tangan kanan Militer alias milisi. Sesuai dengan hasil pengamatan di
lapangan. Pada tahun 1999-2000 pendidikan di Timor Leste tersendat oleh situasi politik
dan sama sekali tidak ada sekolah, karena gedung-gedung sekolah dibakar hanya tinggal puing-puingnya saja tanpa dokumen yang diselamatkan.
60
Pendidikan di Timor Leste mulai lagi pada Oktober 2000 tetapi tidak berjalan dengan lancar berhubung dengan tidak adanya
gedung sekolah dan prasarana yang mendukung pendidikan: berupa kursi, meja, buku-buku
59
. Geoffrey Robinson “Timor-Timur 1999” Kejahatan Terhadap Umat Manusia, Perkumpulan Hak dan Elsam, Dili dan Jakarta. tahun 2003. hlm. 183.
60
. Berdasarkan pengamatan dan pengelaman penulis atas situasi Timor Leste.
dan kurangnya sarana dan prasarana lainnya. Salah satu contoh di kabupaten Aileu, ketika anak-anak asrama ke sekolah harus membawa kursi dari rumah agar bisa duduk untuk
mendapat pelajaran. Pada tahun 2000-2001-an gedung-gedung sekolah diperbaiki lagi agar memperlancar kinergi belajar-mengajar di Timor Leste setelah kerusuhan itu terjadi.
Hal ini menjadi keprihatinan ISMAIK juga dalam situasi sosial masyarakat. Keterlibatan ISMAIK dalam situasi yang riil dalam Gereja dan Negara, yang sangat
sederhana untuk menjawab persoalan masyarakat. Secara mendalam menelusuri faktor pendorong untuk merintisnya Institut Sekular “Maun Alin Iha Kristu” didalam Gereja. Secara
institusional Gereja lokal, khusunya Dioses Dili ikut memotivasikan atau mendorong, bergeraknya Institut Sekular “Maun Alin Iha Kristu” dalam bidang pelayanan. Gereja yang
tumbuh dari bawah, yang melibatkan kaum awam untuk bergerak dibidang pewartaan iman.
BAB III DINAMIKA ISMAIK DI GEREJA TIMOR LESTE DAN
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKATNYA.
Pada bab ini akan memfokuskan pembahasan tentang pembinaan para calon menjadi anggota pertama dan perkembangan karya pelayanan di pedesaan Timor Leste, serta
proses perubahan masyarakatnya sesuai dengan situasi politik yang terjadi. Situasi politik juga membawa pengaruh yang sangat kental sekali, dalam hal ini kekerasan yang dialami
oleh masyarakat. Ketika mau menjelaskan dinamika perkembangan sejarah lahirnya Institut, tidak terlepas dari proses sejarah politik yang terjadi di Timor Leste. Situasi politik yang
terjadi, menjadi suatu inspirasi bagi Pendiri untuk merintis ISMAIK di Gereja Timor, karena melihat penderitaan rakyat. Bukanlah semata-mata menceritakan perjalanannya sejarah,
melainkan suatu tindakan konkret yang di kisahkan dalam sejarah Gereja Timor. Tindakan konkret ini berlangsung dalam ISMAIK melalui karya pelayanan yang dikembangkan oleh
para anggota dan kolaborator di wilayah pedesaan Timor Leste. Dan akan dibahas dalam bab ini, bagaimana proses dinamikanya pelayanan ISMAIK di wilayah pedesaan untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat melalui karya-karya yang dikembangkan oleh Pendiri, para anggota dan kolaborator ISMAIK. Tidak terlepas juga sedikit menjelaskan
tentang perubahan sosial masyarakat yang terjadi di Timor Leste. Perubahan yang terjadi di Timor tidak terlepas dari sejarahnya. Sejarah rakyat
Timor Timur seakan terulang. Jika dulu tali-temali sejarah yang mempersatukan orang Timor Timur dengan orang Timor Barat NTT diputus oleh kolonialismeimperialisme Portugal dan
Belanda dan sekarang Timor Timur lepas dari Indonesia melalui tangan PBB. Rakyat Timor Timur dalam segala hal terikat hubungan dengan orang Timor Barat. Perkawinan antarsuku
di kedua daerah telah lama berlangsung, bahkan jauh sebelum Portugal dan Belanda datang