103
upwelling yang diduga terjadi pada periode MT, menyebabkan banyaknya massa air
yang bersalinitas tinggi dari kolom air bagian bawah naik ke atas bahkan sampai pada lapisan permukaan. Selain karena adanya fenomena upwelling tersebut, juga
diduga disebabkan karena tingginya intensitas penyinaran matahari dan sebaliknya dengan curah hujan yang rendah.
Sebaran melintang salinitas di perairan Selat Makassar menunjukkan bahwa pada periode MT, kolom air lapisan permukaan memiliki homogen layer yang relatif
lebih tipis dibandingkan dengan pada periode PMBT dan PMTB Gambar 29. Hal tersebut diduga disebabkan karena adanya proses pencampuran massa air yang
relatif lebih baik akibat adanya pengangkatan massa air yang bersalinitas lebih tinggi dari kolom air yang lebih dalam. Lapisan air pada kedalaman 20 – 30 m selama
periode MT terlihat terjadi penurunan dari 34,19‰ pada lapisan permukaan menjadi 32,31‰ pada lapisan air di bawahnya, kemudian meningkat kembali menjadi
34,40‰ pada lapisan air berikutnya. Dengan demikian nampak terjadi dengan jelas adanya stratifikasi nilai salinitas perairan pada setiap kolom air selama periode MT.
4.5.3 Arus Permukaan Laut
Arus permukaan laut APL yang diperoleh selama tiga periode musim pengamatan lapang berlangsung dari keempat daerah penangkapan ikan DPI,
disajikan pada Tabel 30.
Kecepatan APL selama pengamatan berlangsung, menunjukkan bahwa di DPI I, APL diperoleh tertinggi 0,90 mmnt pada trip penangkapan ikan 3 PMBT, dan
APL terendah 0,05 mmnt didapatkan pada trip penangkapan ikan 1 MT. Di DPI II APL tertinggi 0,14 mmnt diperoleh pada trip penangkapan ikan 3 PMTB, dan APL
terendah 0,07 mmnt didapatkan pada trip penangkapan ikan 1 MT. APL di DPI III diperoleh tertinggi 0,18 mmnt pada trip penangkapan ikan 3 PMTB, dan terendah
0,05 mmnt didapatkan pada trip penangkapan ikan 1 dan 3 MT serta pada trip penangkapan ikan 1 PMTB. DI DPI IV, APL didapatkan tertinggi 0,18 mmnt pada
trip penangkapan ikan III PMTB dan sebaliknya terendah 0,05 mmnt pada trip
penangkapan ikan 2 MT. Kecepatan APL yang diperoleh selama pengamatan, menunjukkan bahwa
rata-rata APL secara temporal didapatkan tertinggi selama periode PMBT dan sebaliknya terendah didapatkan pada periode MT. Secara spasial rata-rata
kecepatan APL di bagian utara diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan
104
kecepatan APL di bagian selatan. Begitu pula dengan rata-rata kecepatan APL secara spasial dan temporal pada setiap periode musim penangkapan MPI, mulai
dari awal periode musim penangkapan PMBT sampai pada akhir periode musim penangkapan PMTB juga didapatkan rata-rata tertinggi di bagian utara
dibandingkan dengan di bagian selatan, terutama pada PMBT.
Tabel 30 Kecepatan arus permukaan laut pada daerah pengamatan
Kecepatan Arus cmdtk Daerah
Penangkapan Ikan DPI
Trip Penangkapan
PMBT MT
PMTB 1
0,13 0,05
0,11 2
0,15 0,07
0,14 I
3 0,20
0,10 0,16
1 0,11
0,07 0,09
2 0,11
0,13 0,10
II 3
0,12 0,12
0,14 1
0,13 0,05
0,05 2
0,12 0,14
0,09 III
3 0,08
0,05 0,18
1 0,17
0,07 0,08
2 0,15
0,05 0,10
IV 3
0,10 0,09
0,18
Sumber
: Hasil Pengukuran Lapang, 2004
4.5.4 Kandungan Nutrien 1 Kandungan fosfat
Kandungan fosfat di dalam suatu perairan merupakan salah satu unsur nutrien yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk pertumbuhan fitoplankton.
Kandungan fosfat dalam suatu perairan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman. Konsentrasi fosfat yang tinggi pada lapisan permukaan
perairan, biasanya dijumpai pada daerah dimana terjadi proses upwelling. Ketersediaan kandungan fosfat yang cukup pada lapisan permukaan, akan
mendorong proses pertumbuhan fitoplankton di daerah itu.
106
Hasil pengukuran kecepatan arus permukaan laut dari proyek ARLINDO,
ditunjukkan pada Tabel 27 dan 28. Letak geografis suatu wilayah perairan, sangat berperan dalam menentukan proses pergerakan arus permukaan di suatu perairan,
termasuk di Selat Makassar. Dengan letak geografis Selat Makassar yang memanjang dari arah utara ke selatan, maka sepanjang tahun dapat dikatakan arus
permukaan tidak mengalami perubahan arah, yaitu dari utara ke selatan kecuali pada bagian selatan yakni pada daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa, Laut
Flores dan perairan Selat Makassar bagian selatan. Pada bagian perairan ini, tampak nyata perubahan arus permukaan yang sesuai dengan arah angin muson
Gordon dan Susanto, 1999. Selama MT, massa air dari Laut Flores bertemu dengan massa air yang keluar dari Selat Makassar dan mengalir bersama-sama
masuk ke Laut Jawa. Dalam kondisi seperti ini menimbulkan banyaknya massa air pada lapisan permukaan perairan Selat Makassar bagian selatan yang ikut terangkut
dan bergerak ke barat, sehingga mengakibatkan terjadinya ruang kosong di permukaan yang memungkinkan massa air lapisan bawah naik untuk mengisinya.
Pada kondisi seperti ini apabila terjadi dalam waktu yang relatif lama pada perairan yang sama, selanjutnya dapat menimbulkan fenomena terjadinya upwelling. Massa
air tadi yang berasal dari Laut Flores bahkan juga dari Laut Banda yang mengalir masuk ke perairan Selat Makassar bagian selatan, merupakan suatu massa air yang
memiliki kandungan nutrien yang tinggi, sehingga proses upwelling yang terjadi di selat Makassar pada MT ikut memberikan andil terhadap proses pengayaan hara di
perairan tersebut.
Pada Musim Barat, massa air dari Laut Jawa bertemu dengan massa air yang keluar dari Selat Makassar dan mengalir bersama -sama ke arah Laut Flores.
Massa air yang berasal dari Laut Jawa merupakan massa air yang hangat namun tidak memiliki kandungan nutrien yang tinggi, sehingga massa air tadi yang ikut
masuk ke perairan Selat Makassar bagian selatan hanya berdampak pada peningkatan suhu perairan walaupun pada saat yang bersamaan secara umum
terjadi curah hujan yang relatif tinggi di daerah tersebut Gordon dan Susanto, 1999.
Selanjutnya Gordon dan Susanto, 1999 melakukan pengamatan terhadap karakteristik arus di Selat Makassar pada saat terjadinya ElNino 19971998 dan
Lanina tahun 1998 pada dua stasiun pengamatan arus yakni pada mooring Maks-1
02
o
52 LS dan 118
o
27 BT dan pada mooring Maks-2 02
o
51 LS dan 118
o
38
107
BT. Pada saat ElNino tahun 19971998 sebagian besar arus ditemukan mengalir ke selatan, kecuali pada bulan Mei-Juni 1997 dimana sebagian ditemukan arus
mengalir ke utara dengan kecepatan antara 46.6 cmdet sampai 64.5 cmdet. Data yang diperoleh dari BPPT Jakarta dari hasil pengukuran buoy yang
ditempatkan pada dua stasiun pengamatan di perairan Selat Makassar, menunjukkan bahwa pada bulan Juni ditemukan adanya pergerakan arus yang
cukup besar mengalir ke utara yakni sebesar 46.6 cmdet, pada bulan Agustus sebesar 64.5 cmdet pada stasiun pengamatan 1 dan pada bulan lainnya pergerakan
air ke utara lebih kecil lagi. Begitu pula pada stasiun pengamatan 2 ditemukan arus yang mengarah ke utara pada bulan Juni, dengan kecepatan 26.94 cmdet,
walaupun hampir sepanjang tahun ditemukan pergerakan arus dengan kecepatan
yang lebih besar selalu bergerak dari utara ke selatan baik pada stasiun pengamatan 1 maupun pada stasiun pengamatan 2.
Tabel 27.
Kecepatan cmdet dan arah U-S arus di Selat Makassar pada stasiun 1 tahun 1997.
Musim PMBT
MT PMTB
Bulan Maks.
Min. Maks.
Min. Maks.
Min. Februari
-86.4 -4.5
Maret -69.4
-9.83 April
-71.4 -3.56
Mei -66.2
19.5 Juni
-65.7 46.6
Juli -66.8
20.6 Agustus
-65.3 64.5
September -64.6
26.9 Oktober
-60.8 13.9
Catatan : tanda - berarti arah selatan, dan + sebaliknya.
Tabel 28.
Kecepatan cmdet dan arah U-S arus di Selat Makassar pada stasiun 2 tahun 1997.
Musim PMBT
MT PMTB
Bulan Maks.
Min. Maks.
Min. Maks.
Min. Februari
-83.05 5.92
Maret -76.83
5.12 April
-77.59 -1.20
Mei -76.83
0.39 Juni
-82.32 26.94
108
Juli -81.10
6.98 Agustus
-79.09 2.18
September -65.53
0.20 Oktober
-65.59 13.67 Catatan : tanda - berarti arah selatan, dan + sebaliknya.
105 Konsentrasi fosfat di perairan Selat Makassar dari hasil pengukuran lapang
didapatkan pada PMBT berkisar antara 0,08 – 0,84 ug-at PO
4
l, pada MT berkisar antara 0,47 – 1,00 ug-at PO
4
l dan pada PMTB adalah berkisar antara 0,08 – 0,56 ug-at PO
4
l. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kandungan fosfat di perairan Selat Makassar tertinggi terjadi pada MT. Hal itu diduga disebabkan terutama
karena selain pada musim tersebut terjadi fenomena upwelling yang menyebabkan beberapa kandungan nutrien termasuk fosfat dari kolom air yang lebih dalam
terangkut naik ke atas bahkan sampai pada lapisan permukaan bersamaaan dengan proses pengangkutan massa air yang relatif besar. Selain itu diduga juga
diakibatkan adanya massa air yang masuk dari Laut Banda dan Laut Flores pada MT yang sekaligus membawa sejumlah bahan nutrien. Seperti di ketahui bahwa
selama MT, antara Juni - Agustus di Selat Makassar bagian selatan terjadi fenomena upwelling akibat besarnya dorongan massa air yang mengalir dari Laut
Banda dan Laut Floes yang selanjutnya menyebabkan sebagian massa air di lokasi tersebut juga ikut terangkut yang kemudian meninggalkan kantong-kantong air yang
kosong. Kantong-kantong air yang kosong tersebut kemudian terisi dari lapisan air yang lebih dalam yang juga ikut me ngangkut zat hara.
Berdasarkan hasil uji rata-rata nilai kandungan fosfat perairan menunjukkan adanya perbedaan secara nyata menurut musim. Perbedaan kandungan fosfat
perairan terjadi selama tiga periode musim pengamatan. Nilai rata-rata kandungan fosfat perairan tertinggi yakni 0,52 ug-at PO
4
l terjadi pada MT dan nilai rata-rata terendah yakni 0,29 ug-at PO
4
l terjadi pada PMBT. Nilai kandungan fosfat perairan dari stasiun pengukuran, tertinggi yakni 1,00 ug-at PO
4
l ditemukan pada MT tetapi sebaliknya nilai kandungan fosfat perairan terendah yakni 0,00 ug-at PO
4
l juga ditemukan pada musim yang sama.
Sebaran mendatar kandungan fosfat di permukaan perairan Selat Makassar pada PMBT, terlihat bahwa konsentrasi fosfat tertinggi ditemukan pada stasiun 43
dan 46 yang berada pada sisi paling selatan dari semua stasiun pengamatan. Pada MT kandungan fosfat tertinggi yakni 1,00 ug-at PO
4
l dijumpai pada stasiun 3 yang merupakan stasiun terdekat dengan pantai. Pada periode PMTB, kandungan fosfat
tertinggi adalah sebesar 0,66 ug-at PO
4
l dijumpai pada stasiun 4 yang juga berada
pada pesisir pantai Selat Makassar Gambar 30.
106
11 6.
00 11
6. 50
11 7.
00 11
7. 50
11 8.
00 11
8. 50
11 9.
00 11
9. 50
12 0.
00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
0.00 0.13
0.25 0.38
0.50 0.63
0.75
SULAWESI KAL
11 6.
00 11
6. 50
11 7.
00 11
7. 50
11 8.
00 11
8. 50
11 9.
00 11
9. 50
12 0.
00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
0.00 0.13
0.25 0.38
0.50 0.63
0.75
KAL SULAWESI
11 6
.00 11
6 .50
11 7
.00 11
7 .50
11 8
.00 11
8 .50
11 9
.00 11
9 .50
12 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li n
tan g
S e
la ta
n
0.00 0.13
0.25 0.38
0.50 0.63
0.75
KAL SULAWESI
A
B
C
Gambar 30
Sebaran mendatar kandungan fosfat ug-at PO
4
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
107 Konsentrasi fosfat yang tinggi dalam suatu perairan pada waktu tertentu,
selain dapat ditemukan pada perairan dimana terjadi fenomena upwelling, juga dapat dijumpai pada daerah pesisir pantai dimana muara-muara sungai banyak
membawa sampah dan kompos lainnya sebagai sumber bahan-bahan organik yang akan menjadi nutrien di laut setelah mengalami proses dekomposasi penguraian.
Sebaran melintang kandungan fosfat di perairan Selat Makassar dapat
dilihat pada Gambar 31. Sebaran melintang kandungan fosfat pada periode PMBT di semua stasiun pengamatan menunjukkan bahwa, pada lapisan 50 m terdapat
kecenderungan konsentrasi fosfat meningkat pada stasiun 32, 33 dan 34 yakni berkisar antara 0,80 – 1,20
µ g-at PO
4
l. Konsentrasi fosfat yang tinggi pada lapisan yang lebih dangkal atau kurang dari 25 m, terjadi pada stasiun 48 yaitu sebesar
0,60 µ
g-at PO
4
l. Peningkatan konsentrasi fosfat yang drastis, terlihat terjadi pada kedalaman sekitar 50 m di stasiun 33 yakni sebesar 1,20
µ g-at PO
4
l. Konsentrasi fosfat pada periode MT di kedalaman 25 - 50 m hanya terjadi
peningkatan yang relatif kecil, yakni berkisar antara 0,55 – 0,65 µ
g-at PO
4
l. Pada kedalaman sekitar 100 - 150 m terjadi peningkatan yang lebih besar dengan rata-
rata berkisar antara 1,05 – 1,25 µ
g-at PO
4
l. Sebaliknya pada lapisan kedalaman di bawahnya, terlihat mengalami penurunan dan hanya sekitar 1,15
µ g-at PO
4
l sampai pada kedalaman 200 m. Konsentrasi fosfat yang rendah pada kedalaman
yang lebih dalam, kemungkinan diakibatkan adanya proses pengangkatan ke lapisan atas melalui fenomena upwelling yang terjadi pada musim tersebut.
Struktur vertikal konsentrasi fosfat pada PMTB, ditandai dengan adanya kandungan fosfat yang cukup tinggi pada lapisan kedalaman sekitar 25 m yakni
sebesar 0,50
µ g-at PO
4
l yang terjadi pada stasiun 4, kemudian mengalami penurunan pada kedalaman di bawahnya sampai pada lapisan 100 m yang hanya
berkisar antara 0,20 – 0,50 µ
g-at PO
4
l. Pada lapisan yang lebih dalam antara 100 - 200 m, konsentrasi fosfat kembali meningkat berkisar antara 0,65 – 0,95
µ g-at
PO
4
l. Kecenderungan konsentrasi fosfat yang terjadi pada PMTB, yakni pada
lapisan air yang lebih dalam memiliki kandungan yang lebih tinggi, diduga diakibatkan karena fenomena penaikan massa air telah berakhir sehingga hanya
pada lapisan tengah yang memiliki konsentrasi yang paling rendah.
108 A
B
C
Gambar 31
Sebaran melintang kandungan fosfat ug-at PO
4
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
33 35
37 39
41 43
45 47
49 51
53 55
57
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K ed
a la
m a
n m
1 2
3 4
5 Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K ed
al am
an m
2 4
6 8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K eda
la m
an m
109
2 Kandungan nitrat
Unsur nitrat yang terdapat dalam suatu perairan merupakan hasil dari proses penguraian dari beberapa hewan-hewan air yang mengalami kematian ditambah
dengan limpahan dari darat. Unsur nitrat di dalam perairan banyak diserap dan dimanfaatkan oleh beberapa hewan kecil seperti fito dan zooplankton.
Ketersediaan unsur nitrat di dalam suatu perairan akan mendorong proses pertumbuhan fito dan zooplankton, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan kebutuhan akan unsur fosfat.
Di perairan Selat Makassar bagian selatan pada lapisan permukaan diperoleh kandungan nitrat berkisar antara 0,17 – 0,55 µg-at NO
3
l pada PMBT, antara 0,16 – 0,66 µg-at NO
3
l pada MT dan antara 0,20 – 1,19 µg-at NO
3
l pada PMTB. Hasil uji perbedaan rata-rata kandungan nitrat perairan Selat Makassar
menurut musim pengamatan, disajikan pada Lampiran 30. Rata-rata kandungan nitrat perairan terendah yakni 0,16 µg-at NO
3
l didapatkan pada periode PMTB dan rata-rata kandungan nitrat perairan tertinggi yakni 0,47 µg-at NO
3
l pada PMBT. Kandungan nitrat perairan dari semua stasiun pengukuran, ditemukan terendah
yakni 0,00 µg-at NO
3
l pada MT dan kandungan nitrat perairan tertinggi yakni 1,19 µg-at NO
3
l diperoleh pada PMBT. Sebaran mendatar kandungan nitrat pada PMTB diperoleh tertinggi yakni
sebesar 1,19 µg-at NO
3
l, disusul pada MT sebesar 0,66 µg-at NO
3
l dan terendah ditemukan pada PMBT yakni sebesar 0,55 µg-at NO
3
l Gambar 32. Kandungan
nitrat yang tinggi pada PMTB, diduga karena aktivitas fitoplankton dalam memanfaatkan unsur nitrat sebagai nutrien mulai menurun seiring dengan
menurunnya intensitas cahaya matahari memasuki pergeseran musim dari timur ke barat. Pada periode MT walaupun sebetulnya memiliki kandungan nitrat yang
cukup tinggi akibat adanya pengangkatan massa air karena proses upwelling,
namun karena aktivitas fitoplankton yang tinggi dalam memanfaatkan unsur nitrat untuk proses fotosintesis, mengakibatkan kandungan nitrat tersebut menjadi
menurun.
Kandungan nitrat tertinggi selama periode PMBT yakni sebesar 0,55 µg-at NO
3
l ditemukan pada perairan sekitar pantai, yakni pada stasiun 57 dan 58. Pada periode MT, kandungan nitrat tertinggi yakni sebesar 0,66 µg-at NO
3
l didapatkan pada perairan bagian selatan. Sedangkan pada periode PMTB didapatkan tertinggi
yakni sebesar 1,19 µg-at NO
3
l pada stasiun 14 yang berada di sekitar pesisir
110
116 .0
116 .5
117 .0
117 .5
118 .0
118 .5
119 .0
119 .5
120 .0
Bujur Timur
-7.00 -6.50
-6.00 -5.50
-5.00 -4.50
-4.00 -3.50
-3.00
L in
ta ng
S e
la ta
n
0.20 0.32
0.45 0.57
0.70 0.82
0.95
K A L SULAWESI
116 .0
116 .5
117 .0
117 .5
118 .0
118 .5
119 .0
119 .5
120 .0
Bujur Timur
-7.00 -6.50
-6.00 -5.50
-5.00 -4.50
-4.00 -3.50
-3.00
L in
ta ng
S e
la ta
n
0.20 0.32
0.45 0.57
0.70 0.82
0.95
KAL SULAWESI
116 .0
116 .5
117 .0
117 .5
118 .0
118 .5
119 .0
119 .5
120 .0
Bujur Timur
-7.00 -6.50
-6.00 -5.50
-5.00 -4.50
-4.00 -3.50
-3.00
L in
ta ng
S e
la ta
n
0.20 0.32
0.45 0.57
0.70 0.82
0.95
KAL SULAWESI
A
B
C
Gambar 32
Sebaran mendatar kandungan nitrat µg-at NO
3
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
111 pantai Selat Makassar. Tingginya kandungan nitrat pada perairan pesisir pantai
Selat Makassar, diduga karena banyaknya unsur-unsur nitrat yang dibawa oleh luapan massa air dari aliran sungai yang bermuara ke laut. Tingginya nilai
kandungan nitrat pada perairan bagian selatan Selat Makassar selama periode MT, menunjukkan bahwa terjadi proses penaikan unsur hara dari lapisan air yang lebih
dalam bersamaan dengan terjadinya pengangkatan massa air selama proses
upwelling berlangsung.
Sebaran melintang kandungan nitrat di perairan Selat Makassar selama tiga
periode musim pengamatan, ditunjukkan pada Gambar 33. Pada periode PMBT, sebaran melintang kandungan nitrat dari kedalaman 25 m sampai pada kedalaman
50 m diperoleh sebesar 2,50 µg-at NO
3
l. Peningkatan kandungan nitrat yang tinggi berdasarkan profil kedalaman, terjadi pada lapisan kedalaman antara 75 - 200 m
yakni berkisar antara 7,50 - 15,00 µg-at NO
3
l. Sebaran melintang kandungan nitrat pada periode MT terlihat bahwa pada
lapisan atas, konsentrasi nitrat hanya sebesar 0,50 µg-at NO
3
l. Konsentrasi nitrat pada lapisan air di bawah kedalaman 50 m, nampak terjadi peningkatan mencapai
3,00 µg-at NO
3
l. Peningkatan kandungan nitrat yang tinggi terlihat pada lapisan kedalaman perairan antara 100 - 200 m, yakni sebesar 8,00 – 13,00 µg-at NO
3
l. Sebaran melintang kandungan nitrat pada periode PMTB menunjukkan
bahwa, kolom air pada lapisan atas berkisar antara 1,00 – 2,00 µg-at NO
3
l. Kolom air pada kedalaman antara 50 - 100 m selama periode musim tersebut berkisar
antara 3,00 – 5,00 µg-at NO
3
l, dan pada kolom air lapisan dibawahnya memiliki kandungan nitrat antara 7,00 – 13,00 µg-at NO
3
l. Hal itu menunjukkan terjadinya peningkatan nilai rata-rata kandungan nitrat yang tinggi selama periode musim
tersebut dibandingkan pada kedua periode musim lainnya, yakni sebesar 2,50 µg-at NO
3
l. Hal itu menunjukkan bahwa peranan musim yang terjadi pada suatu perairan sangat menentukan terhadap besarnya kandungan nitrat pada perairan tersebut.
112
33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K e
da la
m an
m
1 2
3 4
5
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K ed
a la
m an
m
2 4
6 8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K eda
la m
an m
A
B
C
Gambar 33
Sebaran melintang kandungan nitrat µg-at NO
3
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
113
3 Kandungan silikat
Kandungan silikat di dalam suatu perairan akan diserap dan dimanfaatkan oleh hewan-hewan kecil seperti plankton terutama jenis zooplankton untuk proses
pembentukan jaringan dan cangkang. Kandungan silikat di dalam perairan semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Kandungan silikat yang masuk ke
dalam perairan akan mengendap di lapisan bawah, kecuali bila terjadi proses pengangkatan massa air sampa i ke lapisan permukaan seperti dengan terjadinya
upwelling .
Konsentrasi silikat pada lapisan permukaan di perairan Selat Makassar pada periode PMBT berkisar antara 0,05 – 3,86 µg-at SiO
3
l, pada MT berkisar antara 2,25 – 3,26 µg-at SiO
3
l dan pada PMTB berkisar antara 0,07 – 8,69 µg-at SiO
3
l. Konsentrasi kandungan silikat tertinggi ditemukan di stasiun 4 yakni 8, 69 µg-at
SiO
3
l pada periode PMTB. Sebaliknya konsentrasi silikat terendah, yakni sebesar 0,07 µg-at SiO
3
l ditemukan di stasiun 34 juga pada musim yang sama. Hasil uji rata-rata kandungan silikat perairan Selat Makassar didapatkan
rata-rata kandungan silikat perairan tertinggi, yakni 0,47 µg-at SiO
3
l diperoleh pada PMBT dan rata-rata kandungan silikat perairan terendah yakni 0,16 µg-at SiO
3
l terjadi pada periode MT. Kandungan silikat perairan tertinggi pada semua stasiun
pengamatan yakni 1,19 µg-at SiO
3
l ditemukan pada PMBT dan kandungan silikat perairan terendah yakni 0,00 µg-at SiO
3
l terjadi pada MT . Dari keseluruhan stasiun pengukuran, didapatkan kandungan silikat perairan berfluktuasi menurut musim.
Hasil analisis perbedaan rata-rata kandungan silikat perairan, menunjukkan adanya perbedaan pada semua musim pengamatan.
Sebaran mendatar kandungan silikat di perairan Selat Makassar selama tiga periode musim pengamatan, menunjukkan bahwa rata-rata kandungan silikat
secara spasial tertinggi berada di sekitar perairan pantai dan kemudian menurun ke
arah bagian tengah laut Gambar 34. Fenomena tersebut dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan bahwa konsentrasi kandungan silikat di laut
kemungkinan banyak ditentukan oleh limpasan air sungai yang membawa banyak
bahan organik dan mengalir ke laut. Pada periode PMBT didapatkan konsentrasi silikat meningkat ke arah
pantai, yakni berkisar antara 2,00 – 2,50 µg-at SiO
3
l dan perairan di bagian selatan berkisar antara 1,00 – 1,50 µg-at SiO
3
l. Konsentrasi silikat pada periode MT secara spasial hanya ditemukan adanya variasi yang sangat kecil, namun
114
116 .00
116 .50
117 .00
117 .50
118 .00
118 .50
119 .00
119 .50
120 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
lin ta
ng S
el at
an
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00
K A L S U L A W E S I
116 .00
116 .50
117 .00
117 .50
118 .00
118 .50
119 .00
119 .50
120 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
an g
S el
at an
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00
K A L S U L A W E S I
11 6.
00 11
6. 50
11 7.
00 11
7. 50
11 8.
00 11
8. 50
11 9.
00 11
9. 50
12 0.
00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00
KAL SULAWESI
A
B
C
Gambar 34
Sebaran mendatar kandungan silikat µg-at SiO
3
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
115 tertinggi ditemukan pada stasiun 3 yakni sebesar 3,26 µg-at SiO
3
l. Pada musim berikutnya yaitu PMTB, struktur kandungan silikat pada lapisan permukaan terjadi
variasi yang sangat mencolok dimana tertinggi yakni 8,69 µg-at SiO
3
l ditemukan pada stasiun 4 dan terendah yakni 0,07 µg-at SiO
3
l ditemukan di stasiun 11. Kisaran kandungan silikat yang tinggi selama periode musim ini, diperoleh pada
stasiun 2, 4 dan 27 dan sebaliknya kisaran terendah ditemukan pada stasiun 11 dan 15. Di tengah laut konsentrasi silikat meningkat dengan bertambahnya
kedalaman sebagai akibat adanya sisa-sisa organiSelat Makassare laut yang mati, kemudian tenggelam ke kolom air yang lebih dalam dan akhirnya mengendap di
dasar perairan dan mengalami proses penguraian yang kemudian salah satunya menghasilkan unsur silikat. Selain itu terjadinya peningkatan konsentrasi silikat
pada kolom air di bawah lapisan permukaan, diduga sebagai akibat rendahnya aktivitas fitoplankton yang memanfaatkan unsur hara tersebut karena cahaya
matahari sebagai sumber energi yang semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman. Sebaliknya pada lapisan permukaan konsentrasi silikat dapat menurun,
karena akibat pemanfaatan yang intensif oleh aktivitas fotosintesa dari fitoplankton.
Sebaran melintang kandungan silikat di perairan Selat Makassar ditunjukkan
pada Gambar 35. Pada periode PMBT terlihat bahwa kolom air di lapisan atas perairan memiliki kandungan silikat berkisar antara 4,50 – 5,50 µg-at SiO
3
l, pada lapisan perairan antara 50 – 100 m kandungan silikat adalah 6,50 - 7,50 µg-
at SiO
3
l, dan pada kolom air pada kedalaman antara 100 – 200 m berkisar antara 7,50 – 8,50 µg-at SiO
3
l. Struktur kandungan silikat berdasarkan kedalaman selama periode MT
terlihat bahwa pada kolom air lapisan atas sampai kedalaman sekitar 50 m, memiliki kandungan silikat sekitar 2,00 µg-at SiO
3
l. Lapisan perairan pada kedalaman antara 50 – 100 m memiliki kandungan silikat berkisar antara 4,00 – 10,00 µg-at
SiO
3
l. Pada lapisan air yang lebih dalam antara 100 – 200 m, kandungan silikat berkisar antara 10,00 – 14,00 µg-at SiO
3
l. Kandungan silikat yang relatif rendah pada kolom air lapisan atas, memperlihatkan bahwa kemungkinan terjadi aktivitas
pemanfaatan silikat yang tinggi oleh plankton. Sementara pada kolom air lapisan di bawahnya, terjadi peningkatan yang cukup tinggi dengan kisaran mencapai 10,00
µg-at SiO
3
l. Sebaran melintang kandungan silikat pada PMTB memperlihatkan adanya
peningkatan konsentrasi yang rendah berdasarkan kedalaman dan bahkan sampai
116
33 35
37 39
41 43
45 47
49 51
53 55
57
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K e
d al
a m
a n
m
1 2
3 4
5
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K ed
al am
an m
2 4
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K ed
a la
m an
m
A
B
C
Gambar 35
Sebaran melintang kandungan silikat µg-at SiO
3
l perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
117 lapisan air pada kedalaman 100 m, kandungan silikat hanya berkisar antara 2,00–
4,00 µg-at SiO
3
l. Peningkatan kandungan silikat yang relatif besar, terjadi pada kedalaman antara 100 – 200 m, yakni berkisar antara 6,00 – 12,00 µg-at SiO
3
l. Konsentrasi kandungan silikat secara keseluruhan dari ketiga musim
berdasarkan struktur kedalaman memperlihatkan bahwa pada periode MT, konsentrasi kandungan silikat tertinggi ditemukan terjadi dari lapisan permukaan
perairan sampai pada lapisan kedalaman antara 50 -100 m. Kondisi ini diduga disebabkan oleh adanya proses pengangkatan unsur hara dari lapisan air yang
lebih dalam bersamaan dengan terjadinya proses upwelling selama periode MT di perairan tersebut.
4 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut sebagai salah satu parameter oseanografi di dalam suatu perairan, dimanfaatkan oleh organiSelat Makassare laut dalam proses pernafasan.
Semakin tinggi aktivitas suatu jenis organi Selat Makassare, semakin besar pula kebutuhan akan oksigen di dalam proses aktivitasnya. Pada perairan terbuka
seperti halnya di perairan laut Indonesia sebagai perairan tropis, konsentarsi oksigen terlarut hampir stabil. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung relatif lebih
tinggi pada lapisan permukaan, disamping karena terjadi penambahan oksigen
melalui proses diffusi dari atmosfir yaitu melalui proses pemasukan gelembung udara yang dihasilkan oleh puncak gelombang dan selanjutnya terjadi pengadukan
dalam molekul air sehingga gas tersebut menjadi larut. Selain itu penambahan oksigen terlarut di dalam suatu perairan, juga dihasilkan dari proses fotosintesis
oleh beberapa tumbuhan pada waktu siang hari.
Kandungan oksigen terlarut pada lapisan permukaan laut di perairan Selat Makassar selama periode PMBT berkisar antara 4,10 – 4,32 mll, pada MT berkisar
antara 4,37 – 4,55 mll, dan pada PMTB berkisar antara 4,24 – 4,53 mll. Konsentrasi oksigen terlarut tertinggi yakni 4,55 mll didapatkan di stasiun 1 pada
periode MT dan terendah yakni 4,10 diperoleh di beberapa stasiun pada PMBT.
Hasil analisis nilai rata-rata oksigen terlarut di dalam perairan, menunjukkan adanya perbedaan pada semua musim pengamatan.
Hasil uji rata-rata kandungan oksigen terlarut di perairan Selat Makassar
Lampiran 32, didapatkan rata-rata kandungan oksigen terlarut tertinggi yakni 0,47
mll pada PMBT dan rata-rata kandungan oksigen terlarut terendah yakni 0,16 mll
118 pada MT. Kandungan oksigen terlarut tertinggi pada salah satu stasiun
pengamatan didapatkan yakni 1,19 mll terjadi pada PMBT dan kandungan oksigen terlarut terendah yakni 0,00 mll terjadi pada MT. Dari keseluruhan stasiun
pengamatan oseanografi di perairan Selat Makassar didapatkan kandungan oksigen terlarut berfluktuasi menurut musim.
Sebaran mendatar oksigen terlarut pada permukaan laut perairan Selat
Makassar, ditunjukkan pada Gambar 36. Pada gambar tersebut terlihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut selama pengamatan, ditemukan terjadi peningkatan
secara spasial ke wilayah perairan pantai. Kecenderungan ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya gerakan permukaan air laut di dekat pantai yang sangat
dinamis oleh pengaruh angin dan riak-riak ombak yang berlangsung secara terus-
menerus yang mengakibatkan terjadinya proses difusi oksigen dari udara masuk ke dalam air. Sebaliknya lapisan permukaan laut yang statis memberikan dampak
terhadap rendahnya proses difusi oksigen dari udara yang masuk ke dalam air. Selain itu proses respirasi yang terjadi di sekitar perairan pantai yang tinggi
akibat konsentrasi zat hara yang cukup untuk kebutuhan organi Selat Makassare laut, menyebabkan jumlah oksigen yang dihasilkan di dalam air juga meningkat.
Sebaran melintang oksigen terlarut pada PMBT, menunjukkan adanya distribusi spasial yang hampir merata dengan nilai kisaran yang tidak mencolok
pada semua stasiun pengamatan, kecuali pada stasiun 36 dan 37 serta 49 dan 50 dengan nilai sebesar 4,10 mll. Sebaliknya pada beberapa stasiun pengamatan,
ditemukan nilai oksigen terlarut sebesar 4,22 – 4,26 mll di bagian selatan perairan. Pada periode MT, sebaran mendatar oksigen terlarut terlihat pada stasiun yang
berada paling selatan dari semua stasiun pengamatan, ditemukan nilai oksigen terlarut paling tinggi yakni sebesar 3,75 – 4,50 mll. Sebaliknya pada stasiun
lainnya, konsentrasi oksigen terlarut hanya berkisar antara 2,25 – 3,00 mll. Sebaran mendatar kandungan oksigen terlarut pada periode PMTB
memperlihatkan bahwa, konsentrasi oksigen terlarut pada bagian perairan selatan dan dekat pantai memiliki nilai yang cukup tinggi berkisar antara 4,44 – 4,54 mll
dan sebaliknya pada bagian perairan lainnya hanya berkisar antara 4,24 – 4,34 mll.
Sebaran melintang kandungan oksigen terlarut di perairan Selat Makassar,
ditunjukkan pada Gambar 37. Pada periode PMBT, kandungan oksigen terlarut memiliki pola yang hampir merata pada kolom air lapisan atas sampai kedalaman
75 m dengan nilai berkisar antara 3,60 - 4,00 mll. Lapisan air di bawahnya memiliki
119
116 .00
116 .50
117 .00
117 .50
118 .00
118 .50
119 .00
119 .50
120 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
4.00 4.07
4.15 4.22
4.30 4.38
4.45
K A L S U L A W E S I
116 .00
116 .50
117 .00
117 .50
118 .00
118 .50
119 .00
119 .50
120 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
4.00 4.07
4.15 4.22
4.30 4.38
4.45
K A L S U L A W E S I
116 .00
116 .50
117 .00
117 .50
118 .00
118 .50
119 .00
119 .50
120 .00
Bujur Timur -7.00
-6.50 -6.00
-5.50 -5.00
-4.50 -4.00
-3.50 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
4.00 4.07
4.15 4.22
4.30 4.38
4.45
K A L S U L A W E S I
A
B
C
Gambar 36
Sebaran mendatar oksigen terlarut mll perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
120
3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 4 0 4 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 4 7 4 8 4 9 5 0 5 1 5 25 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 - 7 5
- 5 0 - 2 5
K eda
la m
an m
1 2
3 4
5
Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
Ke da
la m
an m
2 4
6 8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 Stasiun
-200 -175
-150 -125
-100 -75
-50 -25
K eda
la m
an m
A
B
C
Gambar 37
Sebaran melintang oksigen terlarut mll di perairan Selat Makassar : A PMBT, B MT, dan C PMTB.
121 kandungan oksigen dengan kemiringan sebesar 3,20 mll dari kedalaman sekitar
75 - 175 m, kecuali pada stasiun 53, 54, dan 55. Sebaran menegak konsentrasi oksigen terlarut pada MT, terlihat bahwa pada kolom air bagian atas sampai
kedalaman sekitar 50 m, nilai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 4,00 - 4,40 mll. Pada lapisan air berikutnya sampai kedalaman 200 m, konsentrasi oksigen
terlarut berkisar antara 3,00 - 3,60 mll. Dari kedalaman 50 sampai dengan 100 m, terjadi kemiringan yang tajam dengan nilai 3,60 mll mengarah pada stasiun 4
dan 5. Sebaran melintang kandungan oksigen terlarut pada periode PMTB, terlihat bahwa pada stasiun 2 – 9, konsentrasi oksigen terlarut mengalami penurunan dan
berkisar antara 4,00 - 4,40 mll dari kolom air bagian atas sampai dengan kedalaman sekitar 75 m. Pada lapisan air di bawahnya sampai kedalaman 200 m,
konsentrasi kandungan oksigen terlarut berkisar antara 3,20 - 3,80 mll. 4.5.5 Kandungan klorofil
Distribusi dan pergerakan kawanan ikan pada suatu perairan, selain dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan, juga ditentukan oleh ketersediaan
makanan pada perairan tersebut. Ketersediaan unsur hara seperti telah diurakan sebelumnya didalam suatu perairan, menentukan tingkat kesuburan perairan
tersebut. Kesuburan suatu perairan, biasanya ditandai dengan terdapatnya sejumlah kawanan ikan yang menjadi parameter utama tingkat kesuburan perairan
itu pada waktu tertentu.
Ikan terbang diketahui sebagai ikan pelagis kecil Selat Makassarall pelagic fish species
, merupakan jenis ikan pemakan plankton, baik zooplankton maupun fitoplankton. Jenis ikan yang demikian itu di dalam penentuan kebiasaan makan di
dalam rantai makanan, dinamakan sebagai jenis ikan pemakan plankton plankton feeder
. Kuantifikasi jumlah satuan unit fitoplankton yang terdapat di dalam suatu perairan, dapat diprediksi melalui perhitungan jumlah kandungan pigmen hijau yang
dihasilkan oleh fitoplankton sebagai organiSelat Makassare produsen tingkat pertama didalam rantai makanan. Besarnya kandungan pigmen hijau yang
terdeteksi melalui metode tertentu, diantaranya dengan satelit penginderaan jauh dinyatakan sebagai besarnya nilai jumlah kandungan plankton didalam perairan itu.
Fitoplankton yang menghasilkan sejumlah energi dari proses
pertumbuhannya dengan memanfaatkan sejumlah unsur hara yang terdapat di dalam perairan, merupakan persediaan makanan bagi zooplankton dan jenis-jenis
122 ikan pemakan fitopankton lainnya. Dengan demikian besarnya nilai ketersediaan
pigmen hijau yang terdeteksi, akan menentukan besarnya kawanan ikan yang diperkirakan akan datang ke perairan itu dalam kegiatan mencari makanan, atau
biasa disebut dengan migrasi karena mencari makan feeding migration. Kawanan ikan terbang sebagai salah satu jenis ikan yang menyukai plankton, akan
berhubungan erat dengan proses pergerakan kawanan ikan tersebut pada waktu tertentu, selain karena pengaruh faktor oseanografi lingkungan perairan dan faktor
biologi ikan itu sendiri. Keterkaitan ini akan sangat membantu dalam memprediksi pergerakan kawanan ikan didalam suatu lingkungan perairan pada waktu tertentu.
Profil sebaran kandungan klorofil di perairan Selat Makassar berdasarkan data citra yang mewakili bulan Maret untuk periode PMBT, terlihat memiliki nilai
kandungan klorofil lebih tinggi di sekitar perairan pantai bagian selatan Kalimantan dibandingkan dengan di sekitar perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Kandungan
klorofil yang diperkirakan sebagai daerah penangkapan ikan terbang di perairan Selat Makassar bagian selatan, berkisar antara 1,00 – 1,50 mgm3 Gambar 38.
Memasuki awal periode MT, terlihat sebaran kandungan klorofil di perairan pantai barat bagian selatan Selat Makassar mengalami peningkatan, terutama pada
citra yang mewakili bulan Agustus, yakni berikisar antara 3,00 – 5,00 mgm3 Gambar 39. Hal ini kemungkinan sebagai akibat terjadinya peningkatan
kandungan nutrien bersamaan dengan terjadinya fenomena upwelling pada awal musim timur, sehingga proses pertumbuhan fitiplankton di sekitar perairan tersebut
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Fenomena ini juga terjadi dimana kegiatan penangkapan ikan terbang mengalami peningkatan jumlah hasil tangkapan
selama periode waktu tersebut.
Sebaliknya memasuki awal periode PMTB, sebaran kandungan klorofil di perairan Selat Makassar bagian selatan mulai menurun seperti halnya dengan
kondisi sebaran kandungan klorofil pada periode musim tersebut. Kandungan klorofil di dalam perairan pada periode musim ini tertinggi yakni sekitar 1,00 – 2,50
mgm3 terlihat pada citra satelit yang mewakili bulan September Gambar 40. Kandungan klorofil pada bulan berikutnya, terlihat dengan jelas mulai menurun
dengan drastis yang diperkirakan seiring dengan meredanya proses fenomena
upwelling yang terjadi di sekitar perairan tersebut, yakni dibagian selatan pantai
barat Sulawesi Selatan.
123
Gambar 38
Sebaran mendatar kandungan klorofil perairan Selat Makassar pada PMBT.
124
Gambar 39
Sebaran mendatar kandungan klorofil perairan Selat Makassar pada MT.
125
Gambar 40
Sebaran mendatar kandungan klorofil perairan Selat Makassar pada PMTB.
126
4.6 Pola angin Selat Makassar
Selat Makasar merupakan perairan yang terletak di antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Selat ini berbatasan dengan Laut Sulawesi di sebelah utara
dan dengan Laut Jawa serta Laut Flores di sebelah selatan. Kondisi oseanografis Selat Makassar, selain dipengaruhi oleh massa air yang ada di dalam selat, juga
dipengaruhi oleh dinamika oseanografi di luar selat dan keadaan iklim yang terjadi. Perairan pantai Kalimantan dan perairan pantai Sulawesi yang mengapit Selat
Makassar, juga berperan terhadap dinamika massa air dalam selat tersebut Illahude, 1978.
Angin utama yang berhembus di perairan Selat Makassar adalah angin muson. Angin ini dalam setahun mengalami pembalikan arah dua kali. Perubahan
arah dan pergerakan angin muson, berhubungan erat dengan terjadinya perbedaan tekanan udara di atas Benua Asia dan Australia. Pada bulan Desember-Februari,
umumnya angin bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia sehingga di atas perairan Selat Makassar angin bertiup dari arah utara ke arah selatan yang disebut
dengan angin muson barat, sedangkan pada bulan Juni-Agustus angin bertiup dari Benua Australia ke Benua Asia yang mengakibatkan arah angin di atas perairan
Selat Makassar bertiup dari arah tenggara ke arah utara yang dikenal dengan angin muson timur.
Pergantian angin muson dari angin muson barat ke angin muson timur, menimbulkan berbagai macam pengaruh terhadap sifat perairan Selat Makasar.
Selama angin muson barat bertiup, curah hujan akan meningkat yang berakibat menurunnya nilai salinitas di sekitar wilayah perairan tersebut. Sebaliknya pada
angin muson timur, terjadi peningkatan salinitas akibat terjadinya penguapan yang besar, ditambah dengan masuknya massa air yang bersalinitas tinggi dari
Samudera Pasifik melalui Laut Sulawesi dan masuk ke perairan Selat Makassar
Wyrtki, 1961. Kecepatan dan arah angin yang didapatkan selama dalam pengambilan data
oseanografi di perairan Selat Makassar, ditunjukkan pada Gambar 41. Kecepatan
angin sesaat pada PMBT di perairan Selat Makassar berkisar antara 0 - 14 knot, pada MT berkisar antara 4 - 12 knot dan pada PMTB berkisar antara 0 - 10 knot.
Plot vektor angin sesaat yang menunjukkan arah dan kecepatan angin pada PMBT, menunjukkan bahwa arah angin yang dominan pada saat pengamatan adalah dari
arah barat kecuali pada beberapa stasiun angin bergerak dari arah barat daya dan
127 barat laut. Arah angin yang bergerak terus melintasi Selat Makassar dari barat,
setelah sampai pada daratan Sulawesi terlihat mengalami pembelokan arah menuju tenggara dan timur laut. Pada periode MT terlihat bahwa arah angin sesaat yang
terjadi adalah angin yang bertiup dari arah timur laut, kecuali pada stasiun 4 dimana angin nampaknya berasal dari arah tenggara dengan kecepatan yang cukup tinggi
yakni sebesar 12 knot. Plot vektor angin sesaat pada PMTB di perairan Selat Makassar, menunjukkan angin sebagian berasal dari arah tenggara dan sebagian
lagi berasal dari arah timur laut. Angin yang berasal dari laut di perairan Selat Makassar, setelah sampai pada daratan Sulawesi kemudian terjadi pembelokan
arah menuju baratdaya.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa pergerakan angin kecepatan dan arah angin sesaat yang terjadi pada suatu perairan, akan turut menentukan
proses dinamika laut setempat. Adanya angin yang bertiup dalam waktu yang relatif lama dan dengan kecepatan tinggi yang menerpa permukaan laut suatu perairan,
dapat mengakibatkan terjadinya proses pengadukan massa air dan bahkan dapat juga menimbulkan adanya pengosongan massa air pada lapisan permukaan,
sehingga massa air dari lapisan bawah akan bergerak naik mengisi kekosongan massa air pada permukaan laut tersebut yang sering disebut sebagai suatu
fenomena upwelling sesaat.
128 A
B
C
Gambar 41
Arah angin sesaat tanda panah dan kecepatannya angka dalam knot di atas permukaan laut Selat Makassar :
A PMBT, B MT, dan C PMTB.
1 0 9
1 0 1 4
1 0 2
2 7
1 3
77 2
3 2
1 2 4
4 5
2 1
6 4
115.00 116.00
117.00 118.00
119.00 120.00
Bujur Timur -7.00
-6.00 -5.00
-4.00 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
KALIMANTAN SULAWESI
4 1 7
9 1 2
2 1
115.00 116.00
117.00 118.00
119.00 120.00
Bujur Timur -7.00
-6.00 -5.00
-4.00 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
KALIMANTAN SULAWESI
4 4
5 2
6 2
6 7
2 1
2 2
3 2
1 0 1 0
6 2
1 2
6 5
7 7
7 4
3
115.00 116.00
117.00 118.00
119.00 120.00
Bujur Timur -7.00
-6.00 -5.00
-4.00 -3.00
Li nt
ang S
el at
an
KALIMANTAN SULAWESI
5 PEMBAHASAN 5.1 Hasil Tangkapan Ikan dan Telur Ikan Terbang
5.1.1 Hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang menurut musim
Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang di daerah ini, berlangsung setiap tahunnya mulai dari bulan Maret hingga Nopember. Periode penangkapan
ikan terbang oleh nelayan dikelompokkan ke dalam awal musim, puncak musim, dan akhir musim. Pembagian periode penangkapan tersebut kemudian dikelompokkan
ke dalam tiga musim, yakni peralihan musim barat timur, musim timur, dan peralihan
musim timur barat. Pada bulan Nopember sampai dengan Februari yang lebih dikenal dengan musim barat di pantai barat Sulawesi Selatan Selat Makassar,
kegiatan penangkapan relatif rendah akibat kondisi cuaca yang buruk, bahkan beberapa kegiatan penangkapan termasuk penangkapan ikan dan telur ikan terbang
terbang tidak berlangsung, kecuali di perairan Teluk Bone dengan kondisi cuaca sangat tenang, sehingga kegiatan penangkapan justeru sangat intensif dilakukan.
Selain karena faktor kondisi cuaca yang buruk di perairan pantai barat Sulawesi
Selatan pada musim itu, hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan juga relatif rendah, sehingga tidak cukup menutupi biaya operasi penangkapan.
Hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang berdasarkan periode penangkapan di daerah ini, memberikan perbedaan jumlah hasil tangkapan ikan dan
telur ikan terbang Gambar 42. Hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang diperoleh tertinggi pada periode MT dibandingkan pada kedua peralihan musim. Hal
ini diperkirakan diakibatkan oleh perbedaan kondisi oseanogafi perairan dan periode
munculnya kawanan ikan terbang di perairan tersebut. Hasil penelitian sebelumnya Dwiponggo, et al., 1983 mengungkapkan bahwa, kawanan ikan terbang di perairan
Selat Makassar mulai muncul pada awal PMBT, sampai puncaknya selama periode
MT, dan kemudian perlahan mulai menghilang lagi memasuki akhir PMTB. Penangkapan ikan dan telur ikan terbang di perairan itu puncaknya terjadi selama
periode MT. Hal itu disebabkan pada periode waktu tersebut, merupakan saat yang paling sesuai dengan kondisi perairan dan kebutuhan biologi ikan terbang untuk
melakukan peneluran. Ikan terbang menyukai perairan dengan salinitas tinggi, tidak keruh dan tidak terjadi arus yang kencang, terdapat ketersediaan makanan yang
cukup dan aman dari predator.
130
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000
PMBT MT
PMTB
Musim Ikan Terbang Ekor
100 200
300 400
500 600
700
Telur Ikan Terbang Kg
IT TIT
Sumber
: Hasil Pengamatan Lapang, 2004
Gambar 42
Hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang menurut periode musim. Jumlah hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang yang diperoleh selama
penelitian dilakukan, menunjukkan adanya perbedaan menurut periode musim. Jumlah hasil tangkapan baik ikan maupun telur ikan terbang diperoleh tertinggi pada
MT, kemudian pada PMTB dan terendah didapatkan pada PMBT. Hal itu menunjukkan bahwa, produksi hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang menurut
periode musim diperoleh tertinggi pada MT. Kondisi itu menunjukkan bahwa awal periode penangkapan ikan dan telur ikan terbang di daerah ini dimulai pada PMBT
dan mencapai puncaknya pada MT dan kemudian menurun kembali memasuki PMTB.
Perbedaan jumlah hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang berdasarkan periode musim, dipengaruhi oleh proses pemunculan dan proses biologi ikan terbang
itu sendiri di perairan Selat Makassar. Ikan terbang mulai muncul dalam kawanan di perairan tersebut memasuki awan PMBT kemudian ditemukan dalam jumlah
kawanan besar selama MT dan kemudian mulai menghilang kembali pada akhir PMTB. Kawanan ikan terbang seperti halnya dengan kawanan beberapa jenis ikan
pelagis lainnya, dimana pada periode waktu tertentu melakukan mi gasi dan proses biologi lainnya misalnya dalam melakukan aktivitas pemijahan pada waktu dan
tempat yang sesuai dengan kondisi lingkungan perairan yang disenanginya.
131
5.1.2 Hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang menurut musim dan DPI