14
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS
2.1.1.1 Pengertian MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap
penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A
dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit
tersebut Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2. Manjemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit. MTBS bukan merupakan program vertikal. Manajemen Terpadu Balita Sakit atau IMCI Integrated
Management of Childhood Illness di Indonesia merupakan bagian dari primary health care. Oleh karena itu sebagai focal point bagi kegiatan ini
adalah Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Binkesmas, Depkes RI yang dalam hal ini adalah pada Subdirektorat Bina Kesehatan Bayi
dan Anak Prasekolah. Langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS, jelas bahwa keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas kesehatan di
puskesmas perlu memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Persiapan yang perlu dilakukan oleh setiap puskesmas
yang akan mulai menerapkan MTBS dalam pelayanan pada balita sakit meliputi diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas,
rencana penerapan MTBS di puskesmas, rencana penyiapan obat dan alat yang akan digunakan dalam pelayanan MTBS, serta pencatatan dan pelaporan
hasil pelayanan MTBS di puskesmas. Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang
dihadiri oleh semua petugas yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, pengelola program P2M,
petugas loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh petugas yang lebih dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas
Kesehatan kabupaten kota Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2. Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu bentuk
pengelolaan balita yang mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Bentuk ini
sebagai salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi dan anak, mengingat bentuk pengelolaan ini dapat
dilakukan pada pelayanan tingkat pertama seperti di unit rawat jalan, puskesmas, polindes dan lain-lain. Bentuk manajemen ini dilaksanakan secara
terpadu tidak terpisah, dikatakan terpadu karena bentuk pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasus tidak terpisah-pisah yang
meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi,
pencegahan penyakit sereta promosi untuk tumbuh kembang Aziz Alimul Hidayat, 2008: 142.
MTBS merupakan sistem untuk mengklasifikasikan penyakit dan pemberian pengobatan atau tindakan dengan panduan bagan alur MTBS.
Bagan alur MTBS memandu petugas kesehatan untuk mengenali gejala-gejala penyakit balita, mengklasifikasikan penyakit tersebut, dan memberikan
pengobatan atau tindakan yang diperlukan. Intervensi inti dari MTBS adalah keterpaduan tatalaksana kasus dari 5 penyebab utama dari kematian balita,
antara lain ISPA, diare, campak, malaria, dan malnutrisi, serta kondisi yang biasa mengikutinya. Pada setiap negara, kombinasi intervensi yang ada pada
MTBS dapat dimodifikasi untuk mencakup kondisi penting lain yang sudah mempunyai cara pengobatan dan atau cara pencegahan yang efektif.
Intervensi utama dari strategi MTBS global bisa berubah, tergantung adanya data baru hasil penelitian tentang penyebab utama penyakit anak.
Selama ini upaya menurunkan angka kematian bayi AKB dan balita AKBa di tingkat pelayanan kesehatan dasar disamping menekankan
pencegahan primer melalui upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif, telah memanfaatkan upaya pencegahan sekunder termasuk upaya kuratif dan
rehabilitatif di unit rawat jalan. Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia, yang dipakai selama ini adalah program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi
secara vertikal, antara lain pada program pemberantasan penyakit infeksi
saluran pernafasan akut ISPA, program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan
gizi. Penanganan yang terpisah seperti ini akan menimbulkan masalah kehilangan peluang dan putus pengobatan pada pasien yang menderita
penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama. Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi
tersebut, pada tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan
intervensi yang terpisah tersebut menjadi satu paket tunggal yang disebut Integrated Management of Chilhood Ilness IMCI. IMCI yang oleh WHO
dikembangkan di negara-negara Afrika dan India telah berhasil memberikan keterampilan terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan
dasar. Keterampilan tersebut antara lain meliputi bagaimana cara melakukan klasifikasi penyakit, menilai status gizi, melakukan pengobatan secara benar,
melakukan proses rujukan dengan cepat dan benar dan juga dapat menjadikan pengurangan biaya pada pelayanan kesehatan. Pada tahun 1997 IMCI mulai
dikembangkan di Indonesia dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam menangani
balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS menangani balita sakit menggunakan suatu algoritme,
program ini dapat mengklasifikasi penyakit-penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang diderita oleh balita sakit, melakukan rujukan secara
cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status gizi dan memberikan
imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu, bagi ibu balita juga diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di
rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera
kembali untuk mendapat pelayanan tindak lanjut, sehingga Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS merupakan paket komprehensif yang meliputi
aspek preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar.
2.1.1.2 Tujuan MTBS MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita.
2.1.1.3 Strategi MTBS MTBS merupakan kombinasi perbaikan tatalaksana balita sakit
kuratif dengan aspek nutrisi, imunisasi preventif dan promotif. Penyakit anak dipilih yang merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan bayi
dan anak balita. Diantaranya strategi seperti berikut ini : 1. Kuratif meliputi
a. Pneumonia e. DBD
b. Diare f. Masalah telinga
c. Malaria g. Masalah gizi
d. Campak 2. Promotif dan preventif
a. Upaya mengurai missed opportunities imunisasi b. Konseling gizi
c. Konseling pemberian ASI d. Suplemen Vitamin A
Menurut WHO dalam Depkes RI 2006a implementasi strategi MTBS di seluruh dunia mengikuti tiga komponen, yaitu: memperbaiki
keterampilan petugas kesehatan lewat pembekalan tentang petunjuk MTBS dan kegiatan promosi, perbaikan sistem kesehatan yang dibutuhkan untuk
pengelolaan anak sakit dengan efektif serta perbaikan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak.
Strategi tersebut meliputi intervensi pada kegiatan preventif dan kuratif dengan tujuan untuk memperbaiki pelayanan di sarana pelayanan kesehatan
dan pelayanan rumah. Implementasi MTBS juga berguna untuk memperbaiki keterampilan petugas kesehatan pada tingkat pertama pelayanan kesehatan
juga termasuk kemampuan berkomunikasi dan konseling sehingga diharapkan kualitas layanan kesehatan pada anak juga dapat diperbaiki serta komunikasi
yang baik pada orang tua. Implementasi MTBS merupakan gabungan antara tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS serta pemecahan
masalahnya pada tingkat distrik dan sarana pelayanan kesehatan sekitarnya, petugas kesehatan serta anggota masyarakat yang dilayani.
2.1.1.4 Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit
Tenaga kesehatan di unit rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat dasar meliputi :
a. Paramedis bidan, perawat b. Dokter puskesmas karena merupakan supervisor dari paramedis
2.1.1.5 Pelaksanaan MTBS 1. Pelaksanaan Saat Pelatihan
Para fasilitator dari Dinas Kesehatan mengundang tenaga ahli untuk melatih peserta dokter puskesmas, perawat dan bidan dilatih selama 48 jam
dengan ketentuan 4 hari teori, 2 hari praktek di Puskesmas dan RSUD di bangsal anak dan perinatologi. Dalam pelaksanaan praktek langsung dengan
pasien dengan menggunakan formulir MTBS dan MTBM serta bagan, diharapkan dalam pelaksanaan sesuai dengan bagan dan alur MTBS sebagai
bahan ajar acuan dalam pelatihan tersebut setiap peserta diberikan modul sebanyak 7 buah dengan materi pada masing-masing modul sebagai berikut:
Modul I memuat tentang pengantar MTBS, modul II memuat tentang penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun, modul III
memuat tentang penentuan tindakan dan pemberian obat, modul IV memuat tentang konseling bagi ibu, modul V memuat tentang tindak lanjut yang perlu
diberikan, modul VI memuat tentang manajeman terpadu bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan, modul VII memuat tentang pedoman penerapan MTBS
di Puskesmas. 2. Pelaksanaan Di Puskesmas
Pelaksanaan MTBS di puskesmas dilakukan setiap hari, tempat pelaksanaannya disediakan ruangan khusus untuk MTBS dimasing-masing
puskesmas. Setelah diadakan pelatihan dari dokter puskesmas, perawat dan bidan maka akan diadakan kalakarya yang melibatkan seluruh lapisan
organisasi puskesmas mulai dari kepala puskesmas sampai staf walaupun tidak semua nantinya sebagai pelaksana MTBS. Kala karya ini bertujuan
untuk menyatukan persepsi, visi dan misi dari semua lapisan organisasi puskesmas yang ada tentang MTBS.
2.1.1.6 Indikator Keberhasilan Program MTBS Indikator prioritas MTBS yang digunakan dalam fasilias pelayanan
dasar meliputi keterampilan petugas kesehatan, dukungan sistem kesehatan dalam menjalankan MTBS dan kepuasan ibu balita atau pendamping balita
Departemen Kesehatan RI, 2006a. Sedangkan Indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan
morbiditas anak balita menurun, juga cakupan neonatal dalam kunjungan rumah meningkat.
2.1.1.7 Sasaran Manajeman Terpadu Balita Sakit Menurut Departemen Kesehatan RI 2006a, sasaran dari Manajemen
Terpadu Balita Sakit, meliputi : 1. Bayi muda umur 1 minggu - 2 bulan
2. Anak umur 2 bulan - 5 tahun 2.1.1.8 Langkah-langkah dalam Melaksanakan MTBS
Pada Manajemen Terpadu Balita Sakit ini model pengelolaannya dapat meliputi :
1. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara bertanya, melihat dan mendengar, meraba dengan kata lain dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa. 2. Membuat klasifikasi, dengan menentukan tingkat kegawatan dari suatu
penyakit yang digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis khusus penyakit.
3. Menentukan tindakan dan mengobati, yakni memberikan tindakan pengobatan di fasilitas kesehatan, membuat resep serta mengajari ibu
tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan di rumah. 4. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan kapan
anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan. 5. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.
2.1.1.9 Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan. Khusus untuk pelayananan
bayi muda sehat maupun sakit dapat dilaksanakan di unit rawat jalan puskesmas ataupun pustu, akan tetapi diutamakan dikerjakan pada saat
kunjungan neonatal oleh para bidan di desa.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami langkah-langkah pelayanan yang diterima oleh balita sakit. Langkah-langkah
tersebut adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap meliputi :
1. Pendaftaran 2. Pemeriksaan dan konseling
3. Tindakan yang diperlukan di Klinik 4. Pemberian obat, atau
5. Rujukan, bila diperlukan 2.1.1.10 Penatalaksanaan Balita Sakit dengan Pendekatan MTBS
Seorang balita sakit dapat ditangani dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih. Petugas memakai tool yang disebut
algoritma MTBS untuk melakukan penilaian atau pemeriksaan, yakni dengan cara : menanyakan kepada orang tua wali, apa saja keluhan-keluhan masalah
anak kemudian memeriksa dengan cara lihat dan dengar atau lihat dan raba. Setelah itu petugas akan mengklasifikasikan semua gejala berdasarkan hasil
tanya-jawab dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil klasifikasi, petugas akan menentukan jenis tindakan pengobatan, misalnya anak dengan klasifikasi
pneumonia berat atau penyakit sangat berat akan dirujuk ke dokter puskesmas, anak yang imunisasinya belum lengkap akan dilengkapi, anak
dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst. Gambaran tentang begitu sistematis dan terintegrasinya pendekatan
MTBS dapat dilihat pada item di bawah ini tentang hal-hal yang diperiksa
pada pemeriksaan dengan pendekatan MTBS. Ketika anak sakit datang ke ruang pemeriksaan, petugas kesehatan akan menanyakan kepada orang tua
wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :
a. Apakah anak bisa minummenyusu? b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak
menderita kejang?
Kemudian petugas
akan melihatmemeriksa apakah anak tampak letargistidak sadar?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain: a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b. Apakah anak menderita diare? c. Apakah anak demam?
d. Apakah anak mempunyai masalah telinga? e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status imunisasi
h. Memeriksa pemberian vitamin A i. Menilai masalahkeluhan-keluhan lain
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi keluhanpenyakit anak, setelah itu melakukan langkah-
langkah tindakanpengobatan
yang telah
ditetapkan dalam
penilaianklasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain : a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di
rumah, misal aturan penanganan diare di rumah d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan
selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
2.1.1.11 Praktik MTBS Di Puskesmas Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas puskesmas ikut
berperan dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-langkah dari MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu
memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS. Petugas puskesmas tersebut, antara lain: bidan, perawat, petugas gizi, petugas
imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, maupun petugas loket. Pada pelaksanaannya, petugas memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing
dan disesuaikan dengan jumlah kunjungan balita yang sakit dan juga petugas kesehatan yang ada. Untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya
maka, petugas harus mengetahui tentang MTBS tersebut. Hal ini berkaitan dengan perilaku dari petugas tersebut Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2.
Pemeriksaan balita sakit di puskesmas ditangani oleh tim yang dipimpin oleh pengelola MTBS atau pemegang program MTBS yang
berfungsi sebagai case manager. Semua kegiatan pemeriksaan dan konseling tersebut dilakukan di ruang khusus MTBS. Case manager di sini adalah bidan
yang telah dilatih MTBS yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kegiatan MTBS.
1. Fungsi dan Kedudukan Case Manager. Kedudukan case manager tidak ada dalam struktur organisasi
puskesmas. Pemilihannya oleh kepala puskesmas berdasarkan pertimbangan pernah mengikuti pelatihan dan sanggup untuk mengelola MTBS. Dalam
keseharian pengelola bertanggung jawab kepada koordinator KIA puskesmas. Case manager bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dari penilaian
membuat klasifikasi serta mengambil tindakan serta melakukan konseling dengan dipandu buku bagan dan tercatat dalam formulir pemeriksaan. Case
manager bertanggung jawab mengelola kasus balita sakit dari penilaian, membuat klasifikasi, dan menentukan tindakan, serta case manager
menentukan konseling yang diperlukan oleh pasien. Apabila memerlukan konseling gizi, kesehatan lingkungan kesling, serta imunisasi, petugas
mengirim ke petugas yang dibutuhkan dan pasien akan disuruh kembali kepada case manager. Sesudah mendapatkan konseling baru dilakukan
penulisan resep serta penjelasan agar ibu pengantar balita mematuhi perintah yang diberikan dalam pengobatan di rumah. Konseling mengenai cara
pemberian obat, dosis, lama pemberian, waktu pemberian, cara pemberian dan lain-lain menjadi hal yang rutin dilakukan. Hasil kegiatan pemeriksaan
dicatat dalam register kunjungan, kemudian direkap setiap akhir bulan untuk laporan kegiatan MTBS kepada Dinas Kesehatan.
Keberadaan tim dalam penanganan balita sakit sangat mendukung praktik MTBS. Tim yang dipimpin oleh seorang manajer kasus case
manager yaitu seorang bidan yang bertanggungjawab kepada bidan koordinator KIA. Apabila ada masalah yang berkenaan dengan MTBS bidan
koordinator mengkonsultasikan kepada kepala puskesmas. Manajer kasus mendistribusikan tugas serta pekerjaan kepada anggota tim lainnya yaitu
petugas gizi untuk menangani konseling gizi, petugas imunisasi untuk pemberian imunisasi yang dibutuhkan anak pada saat pemeriksaan serta
petugas kesehatan lingkungan yang menangani penyuluhan berkenaan dengan penyakit yang diakibatkan oleh perilaku dan lingkungan. Kejelasan tugas
dalam pembagian kerja menyebabkan penanganan kasus lebih efektif. Masing-masing petugas bisa mengerti pekerjaan dan tugas-tugas yang lain
sehingga ketika petugas lain yang diperlukan tidak ada, petugas yang ada bisa mengambil alih. Sifat yang fleksibel antar anggota tim inilah yang membantu
dalam praktik MTBS sehingga pekerjaan terus berlangsung walaupun ada anggota tim yang tidak ada.
2.1.2 Pelayanan Kesehatan