14
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS
2.1.1.1 Pengertian MTBS Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit  merupakan  suatu  pendekatan
keterpaduan  dalam  tatalaksana  balita  sakit  yang  datang  berobat  ke  fasilitas rawat  jalan  pelayanan  kesehatan  dasar  yang  meliputi  upaya  kuratif  terhadap
penyakit  pneumonia,  diare,  campak,  malaria,  infeksi  telinga,  malnutrisi  dan upaya promotif dan preventif  yang  meliputi  imunisasi, pemberian  vitamin  A
dan  konseling  pemberian  makan  yang  bertujuan  untuk  menurunkan  angka kematian  bayi  dan  anak  balita  dan  menekan  morbiditas  karena  penyakit
tersebut Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2. Manjemen  Terpadu  Balita  Sakit  merupakan  suatu  pendekatan
keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit. MTBS bukan merupakan program vertikal.  Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit  atau  IMCI  Integrated
Management  of  Childhood  Illness  di  Indonesia  merupakan  bagian  dari primary  health  care.  Oleh  karena  itu  sebagai  focal  point  bagi  kegiatan  ini
adalah  Direktorat  Bina  Kesehatan  Keluarga,  Direktorat  Jenderal  Binkesmas, Depkes RI yang dalam hal ini adalah pada Subdirektorat Bina Kesehatan Bayi
dan Anak Prasekolah. Langkah-langkah  yang diterapkan dalam MTBS,  jelas bahwa  keterkaitan  peran  dan  tanggung  jawab  antar  petugas  kesehatan  di
puskesmas  perlu  memahami  MTBS  dan  perannya  untuk  memperlancar penerapan  MTBS.  Persiapan  yang  perlu  dilakukan  oleh  setiap  puskesmas
yang  akan  mulai  menerapkan  MTBS  dalam  pelayanan  pada  balita  sakit meliputi  diseminasi  informasi  MTBS  kepada  seluruh  petugas  puskesmas,
rencana  penerapan  MTBS  di  puskesmas,  rencana  penyiapan  obat  dan  alat yang akan digunakan dalam pelayanan MTBS, serta pencatatan dan pelaporan
hasil  pelayanan  MTBS  di  puskesmas.  Kegiatan  diseminasi  informasi  MTBS kepada seluruh petugas puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang
dihadiri  oleh  semua  petugas  yang  meliputi  perawat,  bidan,  petugas  gizi, petugas  imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, pengelola program P2M,
petugas  loket  dan  lain-lain.  Diseminasi  informasi  dilaksanakan  oleh  petugas yang  lebih  dilatih  MTBS,  bila  perlu  dihadiri  oleh  supervisor  dari  Dinas
Kesehatan kabupaten kota Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2. Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit  merupakan  suatu  bentuk
pengelolaan balita yang mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat  kesehatan  anak  serta  kualitas  pelayanan  kesehatan  anak.  Bentuk  ini
sebagai  salah  satu  cara  yang  efektif  untuk  menurunkan  angka  kematian  dan kesakitan  pada  bayi  dan  anak,  mengingat  bentuk  pengelolaan  ini  dapat
dilakukan  pada  pelayanan  tingkat  pertama  seperti  di  unit  rawat  jalan, puskesmas, polindes dan lain-lain. Bentuk manajemen ini dilaksanakan secara
terpadu  tidak  terpisah,  dikatakan  terpadu  karena  bentuk  pengelolaannya dilaksanakan secara bersama dan penanganan kasus tidak terpisah-pisah yang
meliputi  manajemen  anak  sakit,  pemberian  nutrisi,  pemberian  imunisasi,
pencegahan  penyakit  sereta  promosi  untuk  tumbuh  kembang  Aziz  Alimul Hidayat, 2008: 142.
MTBS  merupakan  sistem  untuk  mengklasifikasikan  penyakit  dan pemberian  pengobatan  atau  tindakan  dengan  panduan  bagan  alur  MTBS.
Bagan alur MTBS memandu petugas kesehatan untuk mengenali gejala-gejala penyakit  balita,  mengklasifikasikan  penyakit  tersebut,  dan  memberikan
pengobatan atau tindakan  yang diperlukan. Intervensi  inti dari MTBS adalah keterpaduan  tatalaksana  kasus  dari  5  penyebab  utama  dari  kematian  balita,
antara  lain  ISPA,  diare,  campak,  malaria,  dan  malnutrisi,  serta  kondisi  yang biasa mengikutinya. Pada setiap negara, kombinasi  intervensi  yang ada pada
MTBS  dapat  dimodifikasi  untuk  mencakup  kondisi  penting  lain  yang  sudah mempunyai  cara  pengobatan  dan  atau  cara  pencegahan  yang  efektif.
Intervensi utama dari strategi MTBS global bisa berubah, tergantung adanya data baru hasil penelitian tentang penyebab utama penyakit anak.
Selama ini upaya menurunkan angka kematian bayi AKB dan balita AKBa  di  tingkat  pelayanan  kesehatan  dasar  disamping  menekankan
pencegahan primer melalui upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif, telah memanfaatkan upaya pencegahan sekunder termasuk upaya  kuratif dan
rehabilitatif di unit rawat jalan. Pendekatan  program  perawatan  balita  sakit  di  negara-negara
berkembang  termasuk  Indonesia,  yang  dipakai  selama  ini  adalah  program intervensi  secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program  intervensi
secara  vertikal,  antara  lain  pada  program  pemberantasan  penyakit  infeksi
saluran  pernafasan  akut  ISPA,  program  pemberantasan  penyakit  diare, program  pemberantasan  penyakit  malaria,  dan  penanggulangan  kekurangan
gizi.  Penanganan  yang  terpisah  seperti  ini  akan  menimbulkan  masalah kehilangan  peluang  dan  putus  pengobatan  pada  pasien  yang  menderita
penyakit  lain  selain penyakit  yang dikeluhkan dengan  gejala yang sama atau hampir  sama.  Untuk  mengatasi  kelemahan  program  atau  metode  intervensi
tersebut,  pada  tahun  1994  WHO  dan  UNICEF  mengembangkan  suatu  paket yang  memadukan  pelayanan  terhadap  balita  sakit  dengan  cara  memadukan
intervensi  yang  terpisah  tersebut  menjadi  satu  paket  tunggal  yang  disebut Integrated  Management  of  Chilhood  Ilness  IMCI.  IMCI  yang  oleh  WHO
dikembangkan di negara-negara  Afrika dan  India telah berhasil  memberikan keterampilan terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan
dasar. Keterampilan  tersebut antara  lain meliputi bagaimana  cara melakukan klasifikasi penyakit, menilai status  gizi, melakukan pengobatan secara benar,
melakukan proses rujukan dengan cepat dan benar dan juga dapat menjadikan pengurangan  biaya  pada  pelayanan  kesehatan.  Pada  tahun  1997  IMCI  mulai
dikembangkan  di  Indonesia  dengan  nama  Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit MTBS  yaitu  suatu  program  yang  bersifat  menyeluruh  dalam  menangani
balita  sakit  yang  datang  ke  pelayanan  kesehatan  dasar.  Manajemen  Terpadu Balita  Sakit  MTBS  menangani  balita  sakit  menggunakan  suatu  algoritme,
program ini dapat mengklasifikasi penyakit-penyakit secara tepat, mendeteksi semua  penyakit  yang  diderita  oleh  balita  sakit,  melakukan  rujukan  secara
cepat  apabila  diperlukan,  melakukan  penilaian  status  gizi  dan  memberikan
imunisasi  kepada  balita  yang  membutuhkan.  Selain  itu,  bagi  ibu  balita  juga diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di
rumah,  pemberian  nasihat  mengenai  makanan  yang  seharusnya  diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera
kembali  untuk  mendapat  pelayanan  tindak  lanjut,  sehingga  Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS merupakan paket  komprehensif  yang meliputi
aspek  preventif,  promotif,  kuratif,  maupun  rehabilitatif  yang  dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar.
2.1.1.2 Tujuan MTBS MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
unit  rawat  jalan  fasilitas  kesehatan  dasar,  yang  pada  gilirannya  diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi dan balita.
2.1.1.3 Strategi MTBS MTBS  merupakan  kombinasi  perbaikan  tatalaksana  balita  sakit
kuratif  dengan  aspek  nutrisi,  imunisasi  preventif  dan  promotif.  Penyakit anak  dipilih  yang  merupakan  penyebab  utama  kematian  dan  kesakitan  bayi
dan anak balita. Diantaranya strategi seperti berikut ini : 1.  Kuratif meliputi
a. Pneumonia e. DBD
b. Diare f. Masalah telinga
c. Malaria g. Masalah gizi
d. Campak 2.  Promotif dan preventif
a. Upaya mengurai missed opportunities imunisasi b. Konseling gizi
c. Konseling pemberian ASI d. Suplemen Vitamin A
Menurut  WHO  dalam  Depkes  RI  2006a  implementasi  strategi MTBS  di  seluruh  dunia  mengikuti  tiga  komponen,  yaitu:  memperbaiki
keterampilan  petugas  kesehatan  lewat  pembekalan  tentang  petunjuk  MTBS dan  kegiatan  promosi,  perbaikan  sistem  kesehatan  yang  dibutuhkan  untuk
pengelolaan anak sakit dengan efektif serta perbaikan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Strategi utama dari MTBS adalah pengelolaan masalah penyakit anak di negara berkembang dengan fokus penting pada pencegahan kematian anak.
Strategi  tersebut  meliputi  intervensi  pada  kegiatan  preventif  dan  kuratif dengan  tujuan  untuk  memperbaiki  pelayanan  di  sarana  pelayanan  kesehatan
dan pelayanan rumah. Implementasi MTBS juga berguna untuk memperbaiki keterampilan  petugas  kesehatan  pada  tingkat  pertama  pelayanan  kesehatan
juga termasuk kemampuan berkomunikasi dan konseling sehingga diharapkan kualitas  layanan  kesehatan pada anak juga dapat diperbaiki serta  komunikasi
yang baik pada orang  tua.  Implementasi MTBS merupakan  gabungan antara tatalaksana  Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit  MTBS  serta  pemecahan
masalahnya  pada  tingkat  distrik  dan  sarana  pelayanan  kesehatan  sekitarnya, petugas kesehatan serta anggota masyarakat yang dilayani.
2.1.1.4 Pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit
Tenaga  kesehatan  di  unit  rawat  jalan  di  fasilitas  kesehatan  tingkat dasar meliputi :
a.  Paramedis bidan, perawat b.  Dokter puskesmas karena merupakan supervisor dari paramedis
2.1.1.5 Pelaksanaan MTBS 1.  Pelaksanaan Saat Pelatihan
Para  fasilitator  dari  Dinas  Kesehatan  mengundang  tenaga  ahli  untuk melatih peserta dokter puskesmas, perawat dan bidan dilatih selama 48 jam
dengan  ketentuan  4  hari  teori,  2  hari  praktek  di  Puskesmas  dan  RSUD  di bangsal  anak  dan  perinatologi.  Dalam  pelaksanaan  praktek  langsung  dengan
pasien  dengan  menggunakan  formulir  MTBS  dan  MTBM  serta  bagan, diharapkan dalam pelaksanaan  sesuai dengan bagan dan alur MTBS sebagai
bahan  ajar  acuan  dalam  pelatihan  tersebut  setiap  peserta  diberikan  modul sebanyak 7 buah dengan materi pada masing-masing modul sebagai berikut:
Modul  I memuat tentang pengantar MTBS, modul II memuat tentang penilaian dan  klasifikasi anak sakit umur 2 bulan  sampai 5 tahun, modul  III
memuat  tentang  penentuan  tindakan  dan  pemberian  obat,  modul  IV  memuat tentang konseling bagi ibu, modul V memuat tentang tindak lanjut yang perlu
diberikan, modul VI  memuat  tentang manajeman terpadu bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan, modul VII memuat tentang pedoman penerapan MTBS
di Puskesmas. 2.  Pelaksanaan Di Puskesmas
Pelaksanaan  MTBS  di  puskesmas  dilakukan  setiap  hari,  tempat pelaksanaannya  disediakan  ruangan  khusus  untuk  MTBS  dimasing-masing
puskesmas.  Setelah  diadakan  pelatihan  dari  dokter  puskesmas,  perawat  dan bidan  maka  akan  diadakan  kalakarya  yang  melibatkan  seluruh  lapisan
organisasi  puskesmas  mulai  dari  kepala  puskesmas  sampai  staf  walaupun tidak  semua  nantinya  sebagai  pelaksana  MTBS.  Kala  karya  ini  bertujuan
untuk  menyatukan  persepsi,  visi  dan  misi  dari  semua  lapisan  organisasi puskesmas yang ada tentang MTBS.
2.1.1.6 Indikator Keberhasilan Program MTBS Indikator  prioritas  MTBS  yang  digunakan  dalam  fasilias  pelayanan
dasar  meliputi  keterampilan  petugas  kesehatan,  dukungan  sistem  kesehatan dalam  menjalankan  MTBS  dan  kepuasan  ibu  balita  atau  pendamping  balita
Departemen Kesehatan RI, 2006a. Sedangkan Indikator keberhasilan MTBS adalah angka mortalitas dan
morbiditas  anak  balita  menurun,  juga  cakupan  neonatal  dalam  kunjungan rumah meningkat.
2.1.1.7 Sasaran Manajeman Terpadu Balita Sakit Menurut Departemen Kesehatan RI 2006a, sasaran dari Manajemen
Terpadu Balita Sakit, meliputi : 1.  Bayi muda umur 1 minggu - 2 bulan
2.  Anak umur 2 bulan - 5 tahun 2.1.1.8 Langkah-langkah dalam Melaksanakan MTBS
Pada  Manajemen  Terpadu  Balita  Sakit  ini  model  pengelolaannya dapat meliputi :
1.  Penilaian  adanya  tanda  dan  gejala  dari  suatu  penyakit  dengan  cara bertanya,  melihat  dan  mendengar,  meraba  dengan  kata  lain  dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara dasar dan anamnesa. 2.  Membuat  klasifikasi,  dengan  menentukan  tingkat  kegawatan  dari  suatu
penyakit  yang  digunakan  untuk  menentukan  tindakan  bukan  diagnosis khusus penyakit.
3.  Menentukan  tindakan  dan  mengobati,  yakni  memberikan  tindakan pengobatan  di  fasilitas  kesehatan,  membuat  resep  serta  mengajari  ibu
tentang obat serta tindakan yang harus dilakukan di rumah. 4.  Memberikan  konseling dengan menilai cara pemberian makan dan kapan
anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan. 5.  Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang.
2.1.1.9 Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan  menjadi  lebih  lama.  Untuk  mengurangi  waktu  tunggu  bagi  balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan. Khusus untuk pelayananan
bayi  muda  sehat  maupun  sakit  dapat  dilaksanakan  di  unit  rawat  jalan puskesmas  ataupun  pustu,  akan  tetapi  diutamakan  dikerjakan  pada  saat
kunjungan neonatal oleh para bidan di desa.
Penyesuaian  alur  pelayanan  balita  sakit  disusun  dengan  memahami langkah-langkah pelayanan  yang diterima oleh balita sakit. Langkah-langkah
tersebut  adalah  sejak  penderita  datang  hingga  mendapatkan  pelayanan  yang lengkap meliputi :
1.  Pendaftaran 2.  Pemeriksaan dan konseling
3.  Tindakan yang diperlukan di Klinik 4.  Pemberian obat, atau
5.  Rujukan, bila diperlukan 2.1.1.10 Penatalaksanaan Balita Sakit dengan Pendekatan MTBS
Seorang  balita  sakit  dapat  ditangani dengan  pendekatan  MTBS  oleh petugas  kesehatan  yang  telah  dilatih.  Petugas  memakai  tool  yang  disebut
algoritma MTBS untuk melakukan penilaian atau pemeriksaan, yakni dengan cara : menanyakan kepada orang tua wali, apa saja keluhan-keluhan masalah
anak kemudian memeriksa dengan cara lihat dan dengar atau lihat dan raba. Setelah  itu  petugas  akan  mengklasifikasikan  semua  gejala  berdasarkan  hasil
tanya-jawab  dan  pemeriksaan. Berdasarkan  hasil  klasifikasi,  petugas  akan menentukan  jenis tindakan  pengobatan,  misalnya  anak  dengan  klasifikasi
pneumonia  berat  atau  penyakit  sangat  berat  akan  dirujuk  ke  dokter puskesmas,  anak  yang  imunisasinya  belum  lengkap  akan  dilengkapi,  anak
dengan masalah gizi akan dirujuk ke ruang konsultasi gizi, dst. Gambaran tentang  begitu  sistematis  dan  terintegrasinya  pendekatan
MTBS  dapat  dilihat  pada  item  di  bawah  ini  tentang  hal-hal  yang  diperiksa
pada  pemeriksaan  dengan  pendekatan  MTBS. Ketika  anak  sakit  datang  ke ruang  pemeriksaan,  petugas  kesehatan  akan  menanyakan  kepada  orang  tua
wali secara berurutan, dimulai dengan memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :
a.  Apakah anak bisa minummenyusu? b.  Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c.  Apakah anak
menderita kejang?
Kemudian petugas
akan melihatmemeriksa apakah anak tampak letargistidak sadar?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain: a.  Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b.  Apakah anak menderita diare? c.  Apakah anak demam?
d.  Apakah anak mempunyai masalah telinga? e.  Memeriksa status gizi
f.  Memeriksa anemia g.  Memeriksa status imunisasi
h.  Memeriksa pemberian vitamin A i.  Menilai masalahkeluhan-keluhan lain
Berdasarkan  hasil  penilaian  hal-hal  tersebut  di  atas,  petugas  akan mengklasifikasi  keluhanpenyakit  anak,  setelah  itu  melakukan  langkah-
langkah tindakanpengobatan
yang telah
ditetapkan dalam
penilaianklasifikasi. Tindakan yang dilakukan antara lain : a.  Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b.  Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah c.  Menjelaskan  kepada  ibu  tentang  aturan-aturan  perawatan  anak  sakit  di
rumah, misal aturan penanganan diare di rumah d.  Memberikan  konseling  bagi  ibu,  misal:  anjuran  pemberian  makanan
selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat e.  Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
2.1.1.11 Praktik MTBS Di Puskesmas Pada  pelayanan  MTBS  di  puskesmas,  petugas  puskesmas  ikut
berperan  dalam  menentukan  kelancaran  dan  pelaksanaan  langkah-langkah dari  MTBS  tersebut.    Oleh  karena  itu  seluruh  petugas  puskesmas  perlu
memahami  MTBS  dan  perannya  untuk  memperlancar  penerapan  MTBS. Petugas puskesmas tersebut, antara lain: bidan, perawat, petugas gizi, petugas
imunisasi,  petugas  obat,  pengelola  SP2TP,  maupun  petugas  loket.  Pada pelaksanaannya, petugas memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing
dan disesuaikan dengan jumlah kunjungan balita yang sakit dan juga petugas kesehatan yang ada. Untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya
maka,  petugas  harus  mengetahui  tentang  MTBS  tersebut.  Hal  ini  berkaitan dengan perilaku dari petugas tersebut Departemen Kesehatan RI, 2006f: 2.
Pemeriksaan  balita  sakit  di  puskesmas  ditangani  oleh  tim  yang dipimpin  oleh  pengelola  MTBS  atau  pemegang  program  MTBS  yang
berfungsi sebagai case manager. Semua kegiatan pemeriksaan dan konseling tersebut dilakukan di ruang khusus MTBS. Case manager di sini adalah bidan
yang  telah  dilatih  MTBS  yang  bertanggung  jawab  terhadap  kelangsungan kegiatan MTBS.
1.  Fungsi dan Kedudukan Case Manager. Kedudukan  case  manager  tidak  ada  dalam  struktur  organisasi
puskesmas.  Pemilihannya  oleh  kepala  puskesmas  berdasarkan  pertimbangan pernah  mengikuti  pelatihan  dan  sanggup  untuk  mengelola  MTBS.  Dalam
keseharian pengelola bertanggung jawab kepada koordinator KIA puskesmas. Case  manager  bertanggung  jawab  melakukan  pemeriksaan  dari  penilaian
membuat  klasifikasi  serta  mengambil  tindakan  serta  melakukan  konseling dengan dipandu buku bagan dan  tercatat dalam formulir pemeriksaan. Case
manager  bertanggung  jawab  mengelola  kasus  balita  sakit  dari  penilaian, membuat  klasifikasi,  dan  menentukan  tindakan,  serta  case  manager
menentukan  konseling  yang  diperlukan  oleh  pasien.  Apabila  memerlukan konseling  gizi,  kesehatan  lingkungan  kesling,  serta  imunisasi,  petugas
mengirim  ke  petugas  yang  dibutuhkan  dan  pasien  akan  disuruh  kembali kepada  case  manager.  Sesudah  mendapatkan  konseling  baru  dilakukan
penulisan resep serta penjelasan agar ibu pengantar balita mematuhi perintah yang  diberikan  dalam  pengobatan  di  rumah.  Konseling  mengenai  cara
pemberian  obat,  dosis,  lama  pemberian,  waktu  pemberian,  cara  pemberian dan  lain-lain  menjadi  hal  yang  rutin  dilakukan.  Hasil  kegiatan  pemeriksaan
dicatat dalam register  kunjungan, kemudian direkap  setiap akhir bulan untuk laporan kegiatan MTBS kepada Dinas Kesehatan.
Keberadaan  tim  dalam  penanganan  balita  sakit  sangat  mendukung praktik  MTBS.  Tim  yang  dipimpin  oleh  seorang  manajer  kasus  case
manager  yaitu  seorang  bidan  yang  bertanggungjawab  kepada  bidan koordinator KIA. Apabila ada  masalah  yang berkenaan dengan MTBS bidan
koordinator  mengkonsultasikan  kepada  kepala  puskesmas.  Manajer  kasus mendistribusikan  tugas  serta  pekerjaan  kepada  anggota  tim  lainnya  yaitu
petugas  gizi  untuk  menangani  konseling  gizi,  petugas  imunisasi  untuk pemberian  imunisasi  yang  dibutuhkan  anak  pada  saat  pemeriksaan  serta
petugas kesehatan lingkungan yang menangani penyuluhan berkenaan dengan penyakit  yang  diakibatkan  oleh  perilaku  dan  lingkungan.  Kejelasan  tugas
dalam  pembagian  kerja  menyebabkan  penanganan  kasus  lebih  efektif. Masing-masing  petugas  bisa  mengerti  pekerjaan  dan  tugas-tugas  yang  lain
sehingga ketika petugas lain yang diperlukan tidak ada, petugas yang ada bisa mengambil alih. Sifat yang fleksibel antar anggota tim inilah  yang membantu
dalam  praktik  MTBS  sehingga  pekerjaan  terus  berlangsung  walaupun  ada anggota tim yang tidak ada.
2.1.2 Pelayanan Kesehatan