138
2. Pandangan Masyarakat Lokal akan Keberadaan PT. Chevron Geothermal Indonesia
Kehadiran peusahan besar berteknologi tinggi ditengah-tengah masyarakat seringkali menimbulkan pro dan kontra bagi mereka. Bagi
masyarakat yang pro atau mendukung terhadap kehadiran PT. CGI, karena kehadiran tersebut membawa dampak positif menurut mereka.
Sedangkan mereka yang kontra, mereka menganggap kehadiran tersebut membawa dampak negatif.
Pada beberapa informan yang melihat kehadiran PT. CGI secara positif, sebagian melihat banyaknya bantuan yang diberikan oleh
perusahaan kepada warga sekitar. Bantuan yang paling dirasakan sangat bermanfaat adalah pada pembangunan infrastruktur, seperti jalan
dan gorong-gorong. Khusus mengenai pembangunan jalan dari PT. CGI, hampir semua informan bersikap positif. Mulusnya jalan
mendukung mobilitas kegiatan ekonomi masyarakat lokal, yang sebagian besar adalah petani sayur. Waktu tempuh untuk mengirim
sayuran untuk dijual ke pasar menjadi lebih cepat. Sebagaimana pendapat dari salah seorang informan, bahwa:
“Pendapat bapak mah alhamdulilah dengan adanya Chevron teh jalan-jalan
terutama lingkungan-lingkungan
diantara masyarakat teh alhamdulillah ku Chevron ka bantos, pami
ngabangun jalan, irigasi, air bersih pami ku swadaya mah moal
kadugi , tapi ku Chevron mah alhamdulillah kebijakan Chevron
teh karaos ku bapak. Bapak ngan saukur ngajengkeun terutama
nampi , pami masalah pembiayaan mah teu terang nu didamel
teu terang upah tah kitu diantarana mah biaya secara globalna
mah teu terang ” TM.
139
Bahkan berdasarkan informasi informan, setiap tahunnya selalu dilakukan perbaikan jalan atas sumbangan Chevron. Perbaikan jalan ini
dimuali dari jalur masuk dari arah Tarogong --kecamatan Samarang--- kecamatan Pasirwangi menuju lokasi PT. CGI. Dengan demikian jalur
ini juga penting bagi mobilitas kepentingan perusahaan tersebut. Namun jika diperhatikan secara seksama tidak semua jalan di desa-desa
di Kecamatan Pasirwangi dilakukan perbaikan oleh PT. CGI. Terutama desa-desa yang lokasinya agak jauh terpencil dan tidak dilalui jalur
utama menuju PT. CGI, mereka jarang memperoleh bantuan. Sedangkan pada warga yang berpandangan negatif, menurut
informan antara lain mereka khawatir dengan kebocoran gas, dan tenaga kerja lokal yang masih jarang dipekerjakan oleh PT. CGI. Pihak
perusahan kurang terbuka untuk memberikan informasi kebutuhan tenaga kerja. Bahkan pada sebagian warga masyarakat, mereka
memandang PT. CGI telah mengeksploitasi sumber daya alam milik mereka. Mereka merasa, masyarakat tidak pernah diberi informasi
berkaitan dengan eksploitasi, mereka tidak diberi tahu sampai kapan periodesasi kontrak PT. CGI, dan ketiga berkaitan dengan hutan di
Darajat Pass yang semakin gundul. Tidak banyak warga masyarakat lokal yang dapat menanami hutan, karena lahan hutan sudah diambil
alih oleh PT. CGI. Menurut mereka masyarakat membutuhkan 3 tiga hal pertama, persoalan ekonomi, kedua masalah infrastruktur, dan
ketiga adalah masalah pendidikan. Tetapi masyarakat merasa tidak berdaya, karena sumberdaya alam, menurut mereka, terus dikeruk;
sementara pemerintah setempat pun seolah tutup mata.
140
Sebagian masyarakat mengetahui pemilik PT. CGI adalah pihak asing, yaitu Amerika yang kemudian dikaitkan dengan Yahudi.
Sehingga muncul sentimen di kalangan sebagian warga keinginan untuk menasionalisasi kepemilikan PT. CGI. Tentang pengalihan
kepemilikan tersebut, bagi sebagian warga seringkali dikaitkan dengan kehadiran PT. CGI yang belum mampu memberikan dampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Bahkan pada sebagian warga yang dahulu memiliki lahan, bahwa mereka dipaksa untuk
menjual tanah mereka dengan harga murah kepada Pertamina pada era tahun 1982-an. Sebagaimana dikemukakan oleh informan berikut ini:
“...tahun ’82. Jadi eta teh pertama-tamana tanah masyarakat, ngan eta teh tanah paksa tea, jual paksa ke pertamina, mula-
mulana mah. Kahoyong masyarakat mah jadi eta teh hoyong sapartos sewa lahan. Ayeuna aya perkembangan
, Chevron, jadi perkembangan deui naik deui, sewaan. Ternyata-nyata
pemerintah itu gabung dengan tokoh-tokoh yang terkaya di Kepakan, seperti Pak Maman, dulu-dulunya. Jadi, dipaksa
dijual-belikan kitu. Jadi per meter 7.000 Rupiah. Ti payun teh per meter kana leuweung ti payun
. Tah ari jadi ka hoyong ku abdi mah jadi hoyong sewa lahan kitu
. Jadi, nambah deui PLTU tenaga uap berkembang, jadi berkembang deui, jadi ka
anak incu teh kabagian . Jadi lamun dijual beli keun mah, ka
anak incu mah, ka anu bungsu-bungsu na, bontot-bontot na teu kabagian kitu. Jadi anu ageng na hungkul ka tuang teh. Tah
ayeuna mah jadi sisa, anu jadi kanyeuri kapeurih teh iwal ku alit-alitna kitu. Tenjo ka
….. jadi ka anak incu mah teu turun- menurun
. Jadi tanah paksa tadi na mah, kedah dipaksa ku tokoh-tokoh na. jadi atos ageng tea penggusuran kitu.
Disuhunkeun 20 ge permeter ti payun ge henteu iyeu, 7.000 eta teh permeter Da Jadi 150 tumbak naming kabagian artos abdi
teh
45 juta. Nuju SMP abdi oge eta teh. Ayeuna teh anu meserna pertamina
kebelakang, sekarang Chevron anu meserna
. Anu ngelolana. Ti payun mah Pertamina, anu mula- mulana
. WM 2.
141
Berdasarkan pernyataan
tersebut nampak
bahwa ada
pengalaman negatif yang mempengaruhi pandangan mereka menjadi pandangan negatif terhadap keberadaan perusahaan di daerah mereka.
Suatu persepsi yang muncul dengan tidak tiba-tiba, tetapi suatu persepsi negatif yang terpelihara seiring perjalanan waktu, hingga saat
ini. Persepsi negatif ini merupakan gejolak masyarakat yang bersifat laten, dan tidak muncul ke permukaan. Apabila PT. CGI dan
pemerintah lokal, pemerintah daerah dan pemerintah pusat tidak mampu mengelola konflik laten tersebut, maka dikhawatirkan situasi
tersebut akan muncul menjadi konflik yang manifes. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang informan, bahwa:
“sebenernya mah masyarakat mah pingin nasionalisasi lah. Jadi perusahaan asing ke beralih... sebenernya nunggu waktu lah,
sebenernya gerakan itu pasti ada, tapi kan masih menunggu waktu. Jadi keinginan masyarakat pingin nasionalisasi, jadi
pengelola Pertamina gitu. Karena sulit gitu kalo dengan perusahaan
asing mah.” TP 1.
Sebagian masyarakat lokal yang memandang kehadiran PT. CGI sebagai sesuatu yang kontradiktif. Masyarakat lokal memahami
bahwa pendapatan yang diperoleh PT. Chevron adalah triliunan, sangat kontradiktif dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Bahkan muncul
nada sarkastik dari sebagian warga yang menyatakan kehadiran PT. CGI sebagai mengerikan, sehingga masyarakat selalu was-was jika
suatu saat terjadi bencana. “ya itu pernyataan sikap masyarakat mah, karena itu tanah
kami, itu sumber daya alam kami, maka kembalikan lagi kepada kami. Terkait dengan masalah pengelolaan, ya silahkan mau
142
dikelola. Tapi masyarakat juga harus menikmati. Jangan hasil buminya dikeruk semua, diambil gitu harta kekayaannya,
masyarakat dibiarkan.” TP 1
Pada sebagian masyarakat, mereka memahami kalau seandainya banyak bantuan yang diberikan di desa-desa wilayah Kecamatan
Pasirwangi, daripada daerah lainnya di wilayah Kabupaten Garut. Desa-desa yang berdekatan dengan lokasi operasional PT. CGI masuk
dalam wilayah Ring 1, sedangkan Kecamatan Samarang masuk wilayah Ring 3. Sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang informan,
mengenai kehadian PT. CGI, bahwa: “...sangat mendukung sekali, boleh dikatakan undang-undang
ya? Sekarang dengan adanya undang-undang nomer 33 tentang perimbangan keuangan sudah ada ya, sudah ada pembagian
hasil dari pada penghasilan pajaknya. Kalau dulu ketika belum
diselesaikan itu kabupaten itu hanya “to” menerima itu “DAPU” penghasilan yang dikelola oleh Chevron sendiri
langsung ke pusat. Nah sekarang ada bagian tapi masuknya tidak ke kecamatan terdekat, tapi ke APBD kabupaten, itu di
bidang
keuangannya. Terus
di bidang
kesejahteraan masyarakatnya juga ada andil yang terdekat saat ini ada
penerimaan karyawan diutamakan putra daerah dari ini masyarakat lokal ya tapi itu untuk pekerja kasarnya saja, kalau
untuk yang ahli pastinya ya yang sudah ahli. CSR, sangat mendukung sekali wilayah yang ada disekitar Chevron terutama
di wilayah Pasirwangi itu. Sangat besar program untuk ke sana, kan Pasirwangi dekat sekali dengan Chevron. Kalau Samarang
ini mah katanya ring 3, kalau tidak salah ya. Da saya kan soalnya orang baru juga disini, kalau katanya mah ring satunya
itu pasirwangi, ring 2 nya Sukaresmi nah Samarang ini ring 3. Sehingga sebagian besar CSRnya ada di Pasirwangi tapi di
Samarang juga ada kebagian, ada pembangunan gedung SD, musholla, madrasah, sarana kesehatannya juga ada, kemudian
infrastruktur jalan, ya jadi banyaklah kalau dari Chevron yang di kabupaten Garut ini mah
”. PK 3
143
Kalau melihat pendapat dari salah satu informan di atas yang berasal dari aparat Kecamatan Samarang dapat terlihat mulai
munculnya kecemburuan mengenai penyaluran program tanggung jawab sosial perusahaan CSR dari PT. CGI. Informan tersebut
menganggap bahwa bantuan CSR dari PT. CGI lebih banyak dinikmati oleh masyarakat Kecamatan Pasirwangi. Namun demikian mereka
memaklumi besarnya bantuan untuk warga di Kecamatan Pasirwangi tersebut. Karena bantuan CSR PT. CGI baik untuk infrastruktur dan
non infrastruktur juga diberikan untuk kepentingan warga masyarakat di wilayah Kecamatan Samarang. Jika diperhatikan lebih seksama
mengenai fokus wilayah program CSR PT. CGI, nampaknya Kecamatan Pasirwangi dan Kecamatan Samarang memperoleh
perhatian lebih dari pada kecamatan lainnya di Kabupaten Garut. Isyu lain yang muncul dari kehadiran PT. CGI adalah persoalan
kekhawatiran kerusakan lingkungan yang mengakibatkan menurunnya produksi lahan pertanian, serta isyu ketenagakerjaan masyarakat lokal,
sebagaimana dikemukakan oleh infoman berikut ini. “secara pribadi sebagai masyarakat yang saya harapkan orang
Chevron bergaul dengan masyarakat, karena yang dapet bantuan orangnya itu-itu aja,...kenapa mereka membabat hutan
habis-habisan ...karena mereka kekurangan lahan yang pertama, yang kedua ...barangkali ada kan efek negatif dari gas yang
dikeluarkan dari Chevron.... Dulu hutan kita ...rindangnya bukan main, dinginnya bukan main tapi sekarang malem aja
udah panas, kalau dulu jam 2 siang teh udah banyak kabut dingin banget sejuk udaranya.... Sebetulnya masyarakat jangan
terlalu disalahkan, kalau ada kerjasama yah ayoo, misalkan ada ajakan ayo masyarakat desa Karyamekar kerjasama gue
misalkan, jangan yang kerja teh itu-itu aja harus ada rekomendasi lah harus ada ijazah lah. Masyarakat Desa
144
Karyamekar mah yang masuk Chevronnya hanya satu orang yang benar-
benar kerja di Chevron.” WM 4 WM 5 Informan mengkaitkan isyu menurunnya kualitas lingkungan di
kawasan hutan Darajat, dengan menipisnya hutan di wilayah tersebut. Perambahan hutan oleh warga tersebut karena berkurang lahan
pertanian, yang sebagian besar menanam kentang. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di sekitar puncak Darajat merupakan
wilayah potensi wisata yang berkembang dengan pesat. Beberapa warga yang memiliki modal yang menginvestasikan dananya untuk
membangun wisata kolam air panas. Setidaknya terdapat sekitar 10 sepuluh kolam air panas dengan wisata air lainnya terdapat di daerah
tersebut. perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya prasarana pendukung lainnya, seperti penginapan, rumah makan, serta
lahan parkir masih kurang. Namun, kebutuhan lahan untuk tersedianya prasarana wisata tersebut mendesak lahan-lahan pertanian
sehingga semakin menipis. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana wisata merupakan pull factor sehingga menjadikan jumlah wisatawan
yang datang ke lokasi tersebut terus meningkat. Menjelang libur atau hari Sabtu kepadatan pengunjung wisata ke Darajat Pasirwangi sudah
terasa sejak dari pasar Samarang. Sehingga apabila sedang padat pengunjung, waktu tempuh menuju tempat wisata Darajat dari
kecamatan Samarang yang seharusnya 30 menit menjadi 3 hingga 4 jam.
Dalam penelitian Prayogo 2008: 72 menunjukkan bahwa relasi masyarakat dengan perusahaan yang mengarah pada konflik atau
ketegangan hubunga n dimulai dengan ‘rumor’
‘kekecewaan’ ‘laporan’
demo massa dengan kekerasan. Gidden 2010
145
menyatakan bahwa agen dan struktur saling jalin-menjalin tanpa terpisahkan dalam praktik sosial manusia. Artinya dalam hal ini
perusahaan dan masyarakat merupakan agen, yaitu orang-orang atau kelompok yang terus terlibat dalam arus kontinu tindakan. Sementara
tindakan masyarakat dan perusahaan akan bergantung pada pemahaman kesadaran mereka akan struktur CSR yang mereka pahami.
Perbedaan-perbedaan pemahaman antara masyarakat dan perusahaan akan CSR ini lah yang mendorong timbulnya flukutuasi dan
dinamisnya hubungan antara masyarakat dengan perusahaan.
3. Inisiatif Masyarakat Lokal Membangun Relasi dengan Perusahaan