RELASI DINAMIS ANTARA PERUSAHAAN DENGAN MASYARAKAT LOKAL : Kajian Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Industri Geothermal Kepada Masyarakat Lokal.

(1)

1

Masyarakat adalah mitra penting dan utama dalam kegiatan CSR.

Masyarakat lokal

memandang,bahwa sudah merupakan hal yang wajar dan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan kegiatan CSR bagi masyarakat, karena perusahaan telah mengeksploitasi sumber daya alam ‘milik’ masyarakat. Dominasi, signifikansi, dan legitimasi dari relasi ekonomi, relasi sosial, relasi budaya cenderung membuat masyarakat tergantung pada korporasi dan tidak mandiri. Lemahnya fungsi pemerintah pusat dan daerah memperkuat signifikasi, dominasi dan legitimasi korporasi terhadap masyarakat.

UNPAD

PRESS

2013

RELASI DINAMIS

ANTARA PERUSAHAAN

DENGAN MASYARAKAT LOKAL

Kajian Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Industri Geothermal Kepada Masyarakat Lokal


(2)

ii

RELASI DINAMIS

ANTARA PERUSAHAAN

DENGAN MASYARAKAT LOKAL

Kajian Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Industri Geothermal Kepada Masyarakat Lokal

SANTOSO T. RAHARJO

UNPAD

PRESS


(3)

iii ISBN: 978-602-9238-49-5

RELASI DINAMIS

ANTARA PERUSAHAAN

DENGAN MASYARAKAT LOKAL

(Kajian Mengenai Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Industri Geothermal Kepada Masyarakat Lokal)

© Santoso T. Raharjo

Hak cipta yang dilindungi ada pada penulis Hak penerbitan ada pada Unpad Press

UNPAD PRESS

Jl. Raya Bandung – Sumedang km 21 Sumedang Tlp.(022) 843 88812

Website: lppm.unpad.ac.id Email:lppm.unpad.ac.id Bandung, 2013

1 Jil., 287 hlm., 17,5 cm X 24 cm ISBN: 978-602-9238-49-5

UNPAD


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbillalamin patut penulis panjatkan kehadirat Allah Subhannahuwatala, karena proses penulisan buku ini. Buku ini merupakan hasil penelitian lapangan yang ditujukan dalam rangka penyelesaian disertasi penulis. Semoga penulisan buku ini dapat memberikan sumbangan akademis dan guna laksana, baik bagi masyarakat, pemerintah dan pemerhati lainnya. Ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang berperan penting dalam proses penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Prof. H. Oekan Soekotjo Abdoellah, MA., Ph.D, selaku ketua tim promotor atas bimbingan, interaksi dan stimulan intelektual yang tak ternilai harganya. Demikian pula kepada Prof. Dr. Drs. H. Asep Kartiwa, SH., MS. dan Dr. H. Soni Akhmad Nulhakim, S.Sos., M.Si., selaku anggota tim promotor penulis yang telah membimbing dan dengan pengetahuan yang tak ternilai, mengingatkan dan terus menyemangati dengan penuh kesabaran dan kecermatan, sehingga membawa penulis selalu fokus mengarungi kedalaman dunia ilmu melalui pemahaman teoritik dan metodologi kritis.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Drs. H. Haryo Martodirdjo; Prof. Drs. H. Sudardja Adiwikarta, MA., Ph.D; dan Prof. Dr. Drs. H. Josy Adiwisastra; para oponen ahli yang telah hati-hati memeriksa, memberikan saran perbaikan konstruktif, serta kritis.

Terima kasih yang tulus kepada Bapak Tig Yulianto dan Bapak H.Yusep Akbar, selaku staf PGPA (Policy Goverments and Public Affair) PT. Chevron Geothermal Indonesia dan Kang Hadiyan (LSM PUPUK Bandung, perwakilan Garut) yang sudi meluangkan waktu di sela kesibukannya untuk berdiskusi berkenaan dengan pengumpulan data di lapngan. Serta ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Farhan Aditya, S.Kesos, Dian Nugraha, S.Kesos, serta Addico Porsiana, S.Kesos., yang telah membantu dan menemani penulis di lapangan.

Ucapan terima kasih rekan-rekan sejawat di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad yang selalu membantu untuk mengingatkan penyelesaian studi, sekaligus mitra diskusi dalam penyelesaian Program Doktor.

Khusus, penulis ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Budhi Wibhawa, MS., sebagai sesepuh, orang tua, pembimbing, dan mitra yang


(5)

v

memberi dukungan penuh dalam penyelesaian. Serta kepada Drs. Bambang Hermanto, M.Si., yang selalu memberikan kemudahan dan dukungan.

Kepada Saudara-saudaraku, E. Supriyadi, Budi Maryanto, S.Pd, dan Agus Pratikno, A.Md, serta Heni Nugraheni yang selalu memberikan dorongan moril kepada penulis. Rasa terima kasih penulis haturkan kepada Ibunda Marinah (almh) dan Ayahanda Mishan (alm) yang telah mendidik dan menanamkan nilai-nilai kerja keras dan kesabaran yang tanpa lelah selalu berjuang sepanjang hidup mereka, mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya. Demikian pula kepada ayahanda H. Ali Ratman dan ibunda mertua Hj. Ida Badriyah, Amd., yang dengan sabar dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan studi ini, penulis ucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih kepada yang terkasih dan tersayang Nurliana Cipta Apsari, S.Sos., MSW, yang dengan penuh pengertian dan pemahaman, rasanya tidak mungkin naskah disertasi ini terwujud tanpa bantuan ‘mu ibu. Terima kasih atas kesabaran, curahan pengertian, untuk terus saling berbagi dalam suka dan duka. Untuk Arya Muhammad Rafi Raharjo dan Aslam Aulia Raharjo, terima kasih atas kesabaran, pengertian, dan selalu menyemangati penyelesaian studi ini.

Mudah-mudahan karya ini dapat memotivasi penulis untuk terus berkarya dan berkontribusi kepada masyarakat, bangsa dan negara, serta agama. Amiin...

Bandung, Oktober 2013


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………. 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ………. 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Metode Penelitian ... 15

1. Metode yang Digunakan ...………... 15

2. Sumber Data dan Penentuan Informan …... 16

3. Teknik Pengumpulan Data……… .. 19

4. Instrumen Penelitian ……… 21

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data . ……… 22

6. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) ... 27

1. Instrumental CSR ... 31

2. Politik CSR ... 34

3. Integratif CSR ... 36

4. Etik CSR ... 39

B. Relasi Dinamis Perusahaan dengan Masyarakat Lokal ... 47

C. Operasionaliasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Struktur, Agen dan Praktik Sosial... 69

1. Konsep Agen ... 73

2. Konsep Struktur ... 77

3. Konsep Dualitas Struktur dan Praktik Sosial ... 81

4. Konsep Kesadaran ... 87


(7)

vii

BAB III GAMBARAN MASYARAKAT LOKAL DAN

PERUSAHAAN: Kasus Desa Karya Mekar Kecamatan Pasirwangi Garut dan PT. Chevron Geothermal Indonesia

(CGI) ... 101

A.Kecamatan Pasirwangi ... 102

B.Desa Karyamekar ... . 109

C.PT. Chevron Geothermal Indonesia ... 132

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT LOKAL AKAN PERUSAHAAN DAN KEGIATAN CSR ... 135

A. Pandangan Masyarakat Lokal akan Kehadiran PT. Chevron Geothermal Indonesia (CGI) ... 135

1. Pengetahuan Masyarakat Lokal ... 136

2. Pandangan Masyarakat Lokal... 138

3. Inisiatif Masyarakat Lokal ... 145

4. Alasan Masyarakat Lokal melakukan Aksi ... 149

B. Operasionalisasi Kegiatan Tanggung Jawab Sosial PT.CGI menurut Pandangan Masyarakat Lokal ... 154

1. Inisiatif Usulan Kegiatan ... 154

2. Tahapan Kegiatan ... 159

C. Relasi Perusahaan dengan Masyarakat Lokal menurut Masyarakat Lokal ... 181

BAB V PANDANGAN PERUSAHAAN AKAN KEGIATAN CSR DAN MASYARAKAT LOKAL ... 187

A. Pandangan Perusahaan akan Keberadaan Masyarakat Lokal ... 187

B. Operasionalisasi Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ... 190

1. Landasan Etis Kegiatan CSR ... 194

2. Fokus dan Mekanisme Kegiatan CSR ... 198

3. Respon Perusahaan Menghadapi Masyarakat ... 231

4. Tantangan dan Hambatan... 234

5. Harapan Perusahaan ... 243

BAB VI RELASI DINAMIS ANTARA MASYARAKAT LOKAL DENGAN PERUSAHAAN: PERSPEKTIF STRUKTURASI... 249


(8)

viii

A. Relasi Perusahaan Melalui Kegiatan Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan... 251

1. Pemahaman perusahaan : Contoh kasus PT. Chevron Geothermal akan masyarakat lokal... 254

2. Kesadaran Perusahaan: Contoh kasus PT. Chevron Geothermal Indonesia (CGI) dalam melakukan kegiatan CSR... 256

B. Relasi Masyarakat Lokal Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 260

1. Pemahaman masyarakat local akan Perusahaan : Contoh kasus warga Desa Karyamekar akan keberadaan PT. Chevron Geothermal Darajat Garut... 263

2. Pemahaman masyarakat akan CSR: Contoh kasus warga Desa Karyamekar terhadap program CSR PT. Chevron Geothermal Darajat Garut ... 265

C. Relasi Dinamis Antar Masyarakat Lokal dan Perusahaan Melalui Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 268

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 293

A.Kesimpulan ... 293

B.Rekomendasi ... 296

1. Saran Akademik ... 296

2. Saran Praktis ... 297

DAFTAR PUSTAKA ………... 301


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori Informan... 18

Tabel 2. Fokus dan Aspek Kajian... 19

Tabel 3. Corporate social responsibilities theories and related ... approaches... 42

Tabel 4. Perbandingan Perspektif teoritis terhadap strategi CSR ... 47

Tabel 5. Tipe Kelompok Sosial ... 49

Tabel 6. Kecenderungan Relasi Korporasi-Stakeholder... 67

Tabel 7. Operasionalisasi Konsep ”Keadilan dan Pemerataan” ... 68

Tabel 8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirwangi ... 103

Tabel 9. Keadaan Penduduk Laki-laki, Perempuan dan KK di Kecamatan Pasirwangi, 2012 ... 104

Tabel 10. Jenis Mata pencaharian Penduduk kecamatan Pasirwangi 105 Tabel 11. Kondisi Sarana dan Prasarana Pendidikan di kecamatan Pasirwangi ... 106

Tabel 12. Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Pasirwangi ... 107

Tabel 13. Orbitrasi Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 110

Tabel 14. Jumlah Penduduk per Dusun Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 113

Tabel 15. Jumlah Penduduk menurut Usia Laki-laki dan Perempuan Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 114

Tabel 16. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi ... 115

Tabel 17. Jumlah Penduduk menurut Pendidikan Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 116

Tabel 18. Jumlah Sarana dan Prasarana Pendidikan Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 117

Tabel 19. Jenis Sumber Daya Alam Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi... 119


(10)

x

Tabel 20. Kegiatan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa Karyamekar

Kecamatan Pasirwangi... 120 Tabel 21. Kepemilikan Ternak oleh Masyarakat Desa Karyamekar

Kecamatan Pasirwangi... 121 Tabel 22. Sarana Keagamaan (Islam) Desa Karyamekar Kecamatan

Pasirwangi ... 122 Tabel 23. Sarana Olah Raga di Desa Karyamekar Kecamatan

Pasirwangi... 123 Tabel 24. Kelompok Kesenian dan Budaya di Desa Karyamekar

Kecamatan Pasirwangi ... 124 Tabel 25. Kelembagaan dan Organisasi di Desa Karyamekar Kecamatan

Pasirwangi ... 125 Tabel 26. Catatan Pembangunan Desa Karyamekar Kecamatan

Pasirwangi ... 131 Tabel 27. Deskripsi pelaksanaan program community engagement

unggulan bidang pendidikan dan pelatihan... 204 Tabel 28. Deskripsi bidang unggulan peningkatan ekonomi masyarakat

melalui pengembangan domba terpadu ... 210 Tabel 29. Deskripsi bidang unggulan local economic development

(LED) dan inisiatives economic engagement and

empowering (I3E)... 230 Tabel 30. Jenis Program dan Bantuan dari PT. Chevron Geothermal

Indonesia, menurut masyarakat local ... 276 Tabel 31. Sejumlah Aksi atau Tuntutan Sosial Masyarakat kepada

PT. Chevron (yang terekam berita media massa) dalam kurun 7 tahun terakhir ... 280


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur, Sistem dan Strukturasi ... 80 Gambar 2. Model Stratifikasi (tindakan) Agen (Giddens, 2010:8)... 90 Gambar 3. Dimensi-dimensi dualitas struktur (Giddens, 2010:46) ... 91 Gambar 4. Kerangka Alur Pikir Relasi Perusahaan dengan Masyarakat

Lokal ... 95 Gambar 5. Struktur Departemen Policy Government and Public Affair

(PGPA) CGI , (sumber, Chevron: 2012) ... 191 Gambar 6. Program Community Engagement CGI, Sebuah Pendekatan

Keberlanjutan Untuk Memberdayakan Komunitas (sumber Chevron, 2010) ... 200 Gambar 7. Program Education For Forestry Community - Ed4Comm

2009-2014, (Sumber: Chevron 2010) ... 203 Gambar 8. Project Grand Design : Income Generation For Community

(IGP4Com) and Beneficiaries Target: Woman/Youth Farming Labor (Chevron, 2010) ... 208 Gambar 9. Roadmap – Pengembangan Ternak Domba terpadu,

(Chevron, 2010) ... 209 Gambar 10. Relasi ‘Agen’ Perusahaan - ‘Struktur’ kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan ... 253 Gambar 11. Relasi ‘Agen’ Masyarakat lokal –‘Struktur’ kegiatan

tanggung jawab sosial perusahaan ... 261 Gambar 12. Skema Relasi Dinamis antara Masyarakat Lokal dengan

Perusahaan Melalui Kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan . (Sumber: Gidden, Gidden 2009, 2010,

modifikasi oleh peneliti, 2013) 270

Gambar 13. Alur proses pengusulan kegiatan masyarakat desa kepada PT. CGI Menurut Masyarakat lokal ... 272 Gambar 14. Alur proses dan tahapan program menurut PT. CGI ... 273


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peraturan Pemeritah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

Lampiran 2 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Lampiran 3 Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi Lampiran 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kehadiran industri tidak terlepas dari penerapan teknologi modern dalam proses industrialisasi dan pengembangan industri, yang secara langsung maupun tidak langsung akan membawa perubahan baik fisik maupun non fisik (sosial-ekonomi) pada masyarakat sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Schneider (1986:429), bahwa

“..., industri tidak terlepas dalam keterisolasian. Sebaliknya, industri kita berada dalam matriks sosial yang kita sebut komunitas dan masyarakat, industri di satu pihak serta komunitas dan masyarakat di lain pihak terus-menerus saling mempengaruhi dengan berbagai cara”.

Dengan demikian kehadiran industri pada suatu komunitas atau masyarakat tidak dapat dilepaskan dengan keadaan dan kondisi dari masyarakat tersebut. Keberadaan industri di suatu daerah sedikit banyak akan berpengaruh kepada masyarakat sekitar.

Perubahan yang berlangsung cepat di masyarakat sebagai akibat perkembangan industri yang pesat ini di satu sisi telah membawa dampak kemajuan yang berarti, terutama dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun di lain pihak, perubahan itu pun tidak luput pula membawa efek terhadap pergeseran tata nilai kehidupan masyarakat yang tidak diinginkan. Dengan kata lain, pembangunan


(14)

2

ekonomi dapat juga menimbulkan kemunduran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat (Soemardjan, 1986).

Keberadaan industri di daerah tentunya akan berkaitan dengan adanya nilai-nilai baru, sikap dan pola tingkah laku yang lebih bercirikan perindustrian. Hal ini akan berbeda dengan masyarakat sekitar yang lebih bercirikan tradisional. Perbedaan-perbedaan antara masyarakat industri dan masyarakat sekitarnya yang terlalu mencolok akan mengarah pada timbulnya gejolak-gejolak sosial. Dengan demikian, proses penyesuaian dan penserasian sosial bagi industri dan masyarakat sekitar menjadi begitu penting. Harapan adanya keserasian ini tidak hanya milik dari masyarakat setempat, tetapi juga merupakan harapan pihak industri. Sebab, dari adanya keserasian akan menumbuhkan hubungan yang ‘mutualis’ antara industri dan

masyarakat sekitar. Keadaan dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan melaksanakan fungsinya masing-masing dan saling mengisi kekosongan fungsi akan menimbulkan harmoni dalam masyarakat yang pada akhirnya akan menciptakan social equilibrium (Soemardjan, 1986).

Atas dasar kesesuaian dan keserasian, maka industri sebagai suatu unit produksi berteknologi tinggi sudah selayaknya berusaha sedapat mungkin menempatkan diri pada lingkungan masyarakat setempat, melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Persoalannya adalah bagaimana industri membangun dan mengembangkan relasi yang saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar, dan bagaimana pula masyarakat sekitar mengembangkan pola hubungan yang baik dengan industri tersebut.


(15)

3

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat dipandang sebagai salah satu upaya membangun relasi yang baik atau harmonis dengan masyarakat sekitar. Berbagai cara dan pendekatan dilakukan oleh perusahaan dalam rangka membangun hubungan yang serasi dengan masyarakat sekitar dalam lingkup tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar.

Konsep CSR didasari oleh tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines yang dikenal sebagai 3P (people, profit, planet) yaitu kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) agar keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan. Pertimbangan implementasi CSR terkait dengan upaya memenuhi regulasi, hukum dan aturan yang mengaturnya. Selain itu CSR juga berperan sebagai investasi sosial perusahaan untuk mendapatkan image yang positif, sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan, sehingga perusahaan memperoleh licence to operate dari masyarakat setempat. Hal lain adalah sebagai bagian dari

risk management perusahaan untuk meredam atau menghindari konflik. Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di Indonesia diatur menurut Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No.25/2007 tentang Penanaman Modal. Perusahaan yang wajib melaksanakan CSR, berdasarkan UU PT tersebut yaitu:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang


(16)

4

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian kehadiran UU PT tersebut di kalangan dunia usaha telah menimbulkan pro dan kontra. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukarmi (2008:11), bahwa.

Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan.

Dengan keluarnya UU PT No 40 tahun 2007, berikut dengan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2012, maka konsep CSR yang semula merupakan kewajiban moral, menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum, tetapi khusus hanya perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan /atau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi perseroan lainnya, CSR hanya merupakan kewajiban moral.

Sebagai suatu agent of development’, sangat penting bagi industri untuk mengetahui kondisi-kondisi sosial budaya masyarakat sekitar. Keberhasilan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh


(17)

5

pihak industri akan terlihat dari adanya interaksi yang ‘assosiatif’ antara pihak industri dengan masyarakat sekitar, sehingga tidak menimbulkan gejolak-gejolak sosial. Akan tetapi, apabila kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tidak terselesaikan dengan baik maka akan dapat menimbulkan kondisi sosial yang kurang menunjang terhadap keberadaan industri di tengah-tengah masyarakat.

Kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dengan demikian membutuhkan pemahaman yang baik dan mendalam kondisi masyarakat setempat dimana kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut diwujudkan. Peran serta masyarakat dan

stakeholder menjadi penting untuk dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Tanggung jawab sosial perusahaan masyarakat merupakan suatu proses yang bergerak dan bertalian dengan sumber-sumber yang ada di masyarakat, yang saat ini mulai dimanfaatkan secara maksimal oleh perusahaan dan industri.

Konsep CSR dipopulerkan pada tahun 1953 dengan diterbitkan buku yang bertajuk “Social Responsibility of the Businessman” karya Howard R. Bowen yang kemudian dikenal dengan bapak CSR (Garriga & Mele, 2004). Gema CSR mulai berkembang pada tahun 1960-an dimana persoalan-persoalan kemiskinan dan keterbelakangan mulai mendapat perhatian lebih luas dari berbagai kalangan.

Perkembangan konsep CSR kemudian diperkuat pada KTT Bumi (earth summit), tahun 1992 di Rio De Janeiro menegaskan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang didasarkan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial sebagai hal yang harus diimplementasikan. Lalu, World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di


(18)

6

Yohannesberg, Afrika Selatan memunculkan konsep Social Responsibility yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu economic and environment sustainability. Kemudian rencana diberlakukannya sertifikasi ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility

pada tahun 2010. Dalam draft akhir (final draft) ISO 26000 berkaitan dengan labour practices, fair operating practices, consumer issues, the environment, community involvement and development dan human rights. Rangkaian tersebut mendorong banyak kalangan menaruh perhatian lebih terhadap perlunya kajian-kajian mengenai tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar.

Sejumlah penelitian telah dilakukan berkaitan dengan relasi antara korporasi dengan masyarakat sekitar melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, baik itu relasi yang positif maupun negatif (konflik) (sebagai contoh, Suharto, 2010; Idemudia, 2009; Eweje, 2007; Imbun, 2007; Wahyudi & Muzni, 2005; Prayogo, 2004, Ngadisah, 2002), namun kesemua penelitian tersebut belum menyentuh persepsi atau pandangan masyarakat sekitar mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang berada di lingkungan sekitar mereka.

Ada pula penelitian CSR dari sudut pandang komunikasi, seperti misalnya (Chariri & Nugroho, 2009; Harmoni, 2009) kedua penelitian tersebut mengungkapkan pentingnya pelaporan CSR dalam rangka membangun imej perusahaan, namun kedua penelitian tersebut masih bersifat informatif saja, sehingga rekomendasi yang dihasilkan adalah menekankan pada pentingnya komunikasi yang terjalin antara pihak perusahaan dengan para stakeholder.

Sementara itu, penelitian yang berkaitan dengan CSR dalam industri ekstraktif (sebagai contoh Tahyudin, 2001; Ngadisah, 2002;


(19)

7

Alfitri, Yenrizal, & Hakim, 2004; Nanlohy, 2005; Wahyudi & Muzni, 2005; Alfitri, 2010) memunculkan fakta mengenai kurang harmonisnya relasi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, dan bahwa perusahaan melaksanakan CSR tanpa melibatkan masyarakat, mengakibatkan program CSR yang dilaksanakan perusahaan selalu berujung pada ketidakpuasan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan tersebut, belum memetakan secara tegas mengenai pandangan dan pemahaman masyarakat lokal serta pihak perusahaan dalam melihat program tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hal inilah, maka penelitian ini berupaya memetakan relasi antara perusahaan dengan masyarakat lokal, khususnya pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dari sudut pandang masyarakat lokal dan pihak perusahaan. Kemudian dalam kajian sosiologi belum banyak penelitian yang mencoba memetakan relasi perusahaan dengan masyarakat lokal, khususnya dengan menggunakan teori struktur–agen (Giddens 1999, 2006, 2010, dan 2011). Oleh karena itu, urgensi penelitian ini adalah memperkaya kajian-kajian sosiologis tentang CSR yang telah ada pada industri ektraktif di Indonesia, khususnya dengan menggunakan kerangka teori struktur-agen yang memang masih terbatas. Kajian sosiologi kontemporer khususnya dengan menggunakan kerangka teori struktur-agen Giddens dalam melihat relasi sosial antara masyarakat dengan perusahaan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Sejumlah isu muncul berkaitan dengan kehadiran perusahaan di dalam lingkungan dan masyarakat, apalagi pada industri yang memanfaatkan sumber daya alam. Isu-isu tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Crowther David (2008:29), antara lain:


(20)

8

1. The utilization of natural resouces as a part of its production processes

2. The effect of competition between it self and other organizations in the same market

3. The enrichment of a local community throught the creation of employment opportunities.

4. Transformation of the landscape due raw material extraction or waste product storage

5. The distribution of wealth created within the firm to the owners of that firm (via dividends) and the workers of that firm (throught wages) and the effect of this upon the welfare of individuals.

6. And more recently the greatest concern has been with climate change and the way in which the emission of greenhouse are exacerbating this.

Pelaksanaan otonomi daerah juga memunculkan persoalan tersendiri yang harus dihadapi oleh perusahaan multinasional di daerah. Seiring pula dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya untuk turut serta mengatur penyelenggaraan negara, masyarakat mulai ingin memperoleh manfaat dari keberadaan perusahaan yang beroperasi di daerahnya. Perusahaan nasional maupun multinasional dituntut untuk memberikan kontribusi langsung pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain melalui pemberdayaan masyarakat di tempat mereka melakukan operasi. Hal ini didukung oleh tuntutan penerapan konsep tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) baik secara lokal melalui berbagai aksi masyarakat, secara nasional melalui legitimasi hukum, serta iklim perindustrian di seluruh penjuru dunia. Seluruh perusahaan diminta untuk mewujudkan tanggung jawab sosialnya tidak lagi semata-mata bekerja untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik modal atau


(21)

9

pemegang saham, melainkan juga memberikan manfaat pada masyarakat pada umumnya dan pada komunitas sekitar khususnya. Berbagai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat berdirinya suatu kawasan industri, mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab kepada publik melalui aktivitas yang nyata.

Bentuk pemberian dari para perusahaan dikenal dengan semangat filantropi. Philanthropy atau kedermawanan, memiliki arti kebaikan hati yang diwujudkan dalam perbuatan baik dengan menolong dan memberikan sebagian harta, tenaga maupun pikiran secara sukarela untuk kepentingan orang lain. Sumbangan, amal, derma memang merupakan salah satu bentuk dari filantropi, namun barulah tahap yang paling awal. Bentuk akhir dari filantropi adalah sebagai investasi: yaitu investasi sosial (Ibrahim, 2005). Berdasarkan dari filantropi tersebut maka pelaku bisnis yang memiliki perusahaan besar maupun kecil (korporat) memiliki tanggung jawab untuk turut mengembangkan masyarakat di sekitarnya untuk menghindari terjadinya ketimpangan, kesenjangan serta kecemburuan sosial yang dapat mengakibatkan disharmonisasi sosial. Namun Paradigma tanggung jawab sosial perusahaan tesebut perlu disikapi secara positif oleh seluruh perusahaan untuk menjaga keberlanjutan usahanya. Dalam penerapan CSR oleh perusahaan, perlu hati-hati dan cara-cara yang benar agar tidak memperkuat kondisi relasi ketergantungan dari masyarakat akan kehadiran perusahaan. Keuntungan-keuntungan yang secara otomatis didapat dari pelaksanaan tanggung jawab sosial masyarakat di sini adalah adanya pengurangan resiko, meningkatnya good will, mengurangi biaya, membangun sumber daya manusia, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(22)

10

Desa Karyamekar Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut dan Chevron Geothermal Indonesia (CGI) menjadi lokus dari penelitian relasi antara masyarakat lokal dengan perusahaan ini. Pemilihan lokasi penelitian tersebut memenuhi kebutuhan penelitian sebagai berikut, pertama PT. CGI merupakan perusahaan ekstraktif yang menyelenggarakan program CSR, kedua di Desa Karyamekar mewakili masyarakat lokal yang hidup di sekitar lokasi perusahaan dalam hal ini yang menyelenggarakan kegiatan CSR.

B. Rumusan Masalah

Keberadaan perusaaan di tengah lingkungan masyarakat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan eksternal yaitu masyarakat. Eksistensi perusahaan berpotensi besar mengubah lingkungan masyarakat, baik ke arah negatif maupun positif. Dengan demikian perusahaan perlu mencegah timbulnya dampak negatif, karena hal tersebut dapat memicu konflik dengan masyarakat, yang selanjutnya dapat mengganggu jalannya perusahaan dan aktifitas masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setempat akibat dari keberadaan industri, pada akhirnya menuntut masyarakat setempat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jika proses penyesuaian diri masyarakat setempat mengalami hambatan sebagai akibat dari ketidakmampuan anggota-anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri, atau ketidakmampuan lingkungan sekitar menyediakan sumber yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau juga perpaduan dari keduanya; maka dapat


(23)

11

diperkirakan mereka akan mencari sumber-sumber saluran perubahan lain yang belum tentu baik dan cocok buat mereka, seterusnya akan menimbulkan masalah sosial. Peran serta industri dalam kegiatan pengembangan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan yang ditujukan pada masyarakat setempat diharapkan dapat membantu proses penyesuaian masyarakat setempat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Relasi antara perusahaan dengan komunitas di kawasan operasi perusahaan di Indonesia dapat merupakan relasi yang dinamis, artinya dapat berubah seiring perubahan kepentingan, perubahan kondisi lingkungan dan politik lokal. Kendati memiliki karakteristik yang amat jauh berbeda antara korporasi dan masyarakat lokal namun keberadaan perusahaan di antara komunitas atau masyarakat sekitar merupakan kondisi yang tidak terelakkan. Keberadaan perusahaan multinasional yang notabene (sebagian besar) merupakan perusahaan asing yang dikelola bukan oleh warga setempat kerap menimbulkan berbagai permasalahan besar yang berkaitan dengan perbedaan kepentingan yang tidak difahami oleh kedua belah pihak. Hal tersebut disebabkan keberadaan perusahaan di tengah-tengah komunitas berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam serta ekonomi masyarakat. Selanjutnya hal tersebut akan merembet pada permasalahan sosial-budaya dan politik masyarakat setempat.

Dinamika relasi antara perusahaan dengan masyarakat lokal amat tergantung pada kesadaran masyarakat lokal akan kehadiran perusahaan di tengah-tengah mereka. Demikian pula sebaliknya pandangan dan kesadaran perusahaan akan keberadaan masyarakat lokal akan menentukan cara-cara perusahaan membangun relasi dengan


(24)

12

masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana perusahaan dan masyarakat lokal membangun relasi melalui operasionalisasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan. Dari rumusan tersebut kemudian memunculkan dua isyu atau masalah utama yaitu

1) Bagaimana pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai media relasi antara masyarakat dan perusahaan.

2) Bagaimana model relasi dinamis dari upaya masyarakat lokal dan perusahaan membangun relasi melalui operasionalisasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dalam kerangka teori struktur-agen.

C. Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memahami secara lebih mendalam mengenai pola relasi yang terbangun antara perusahaan dengan masyarakat setempat melalui kegiatan (CSR) coorporate social responsibility.

Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menjawab persoalan yang muncul berkaitan dengan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan sebagai media relasi perusahaan dengan masyarakat setempat. Beberapa tujuan penelitian yang ingin diperoleh antara lain:

1) Tergambarkannya pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai media relasi antara masyarakat dan perusahaan.


(25)

13

2) Tergambarkannya model relasi dinamis dari upaya masyarakat lokal dan perusahaan membangun relasi melalui operasionalisasi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dalam kerangka teori struktur-agen.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

1) Diharapkan memperkaya penggunaan teori sosiologi kontemporer khususnya teori struktur-agen Giddens yang dapat menjelaskan hubungan struktur tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dengan agen masyarakat lokal dan perusahaan dalam konteks Indonesia.

2) Diharapkan dapat memunculkan model relasi yang terjadi antara struktur-agen, dan antar agen dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan industri ekstraktif.

3) Diharapkan akan memunculkan model kegiatan corporate social responsibility (CSR) yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat setempat

2. Manfaat Praktis

1) Bagi Masyarakat

Kajian ini diharapkan bermanfaat bagi peningkatan pemahaman masyarakat akan keberadaan industri ektraktif berikut dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat membangun hubungan yang harmonis (serasi) diantara kedua pihak. Sehingga lebih


(26)

14

jauh lagi masyarakat setempat dapat berperan serta dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya pada kegiatan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat setempat

2) Bagi Perusahaan

Kajian ini akan bermanfaat untuk keberlanjutan perusahaan; menjadi acuan dan informasi dalam mengembangkan program-program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

3) Bagi Pemerintah

Terdapat peningkatan pemahaman akan pentingnya keberadaan industri besar ekstraktif sebagai mitra pembangunan baik pusat maupun di daerah. Sejalan peningkatkan pemahaman tersebut, diharapkan akan tercipta koordinasi yang baik dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dengan kegiatan pembangunan masyarakat.

Pemerintah pusat dan daerah dapat memanfaatkan kajian ini sebagai acuan data dan informasi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu proyek pembangunan yang lebih sinergis, sehingga tidak saling tumpang tindih tetapi saling menguatkan. Pemerintah dapat menfasilitasi peran serta perusahaan dan masyarakat, khususnya masyarakat setempat (sekitar industri), pada kegiatan pembangunan agar tercipta kegiatan pembangunan yang berkesinambungan dan sesuai dengan potensi serta kebutuhan masyarakat.


(27)

15 E. Metode Penelitian

1. Metode yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, merujuk pada penjelasan Creswell (2002:4) tentang asumsi pendekatan kualitatif dengan mempertimbangkan realitas subyektif yang dianut oleh obyek penelitian, dalam hal ini relasi yang terjadi antara korporasi dengan masyarakat lokal. Pemilihan pendekatan kualitatif digunakan untuk mencari informasi yang mendalam tentang kesadaran masyarakat lokal akan keberadaan perusahaan dan upaya membangun hubungan dengan perusahaan, serta kesadaran perusahaan akan keberadaan masyarakat lokal dan kegiatan tangggung jawab sosial perusahaan dalam membangun relasi dengan masyarakat sekitar.

Metode studi kasus yang digunakan peneliti, dalam rangka mendalami unit-unit sosial terkecil seperti organisasi dan berbagai bentuk unit sosial lainnya secara komprehensif, intens, rinci dan mendalam. Studi kasus digunakan dalam penelitian ini untuk menggali fenomena relasi industri yaitu PT. Chevron Geothermal Indonesia dengan masyarakat sekitar melalui kegiatan corporate social responsibility-nya sebagai sebuah kasus, dengan mengumpulkan informasi rinci dan mendalam dengan menggunakan prosedur pengumpulan data.

Obyek penelitian ini adalah relasi perusahaan dengan masyarakat sekitar yang dipilah menjadi 2 (dua) bagian. Pertama, upaya masyarakat lokal membangun relasi dengan perusahaan untuk melihat bagaimana kesadaran masyarakat lokal lingkungannya melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam membangun


(28)

16

relasi dengan masyarakat sekitar, kedua kesadaran masyarakat setempat dalam melihat dan merespon keberadaan perusahaan agar diperoleh informasi mengenai cara-cara masyarakat lokal dalam membangun relasi dengan perusahaan, dan ketiga informasi lainnya dari pihak pemerintah setempat dan lembaga swadaya masyarakat dalam melihat relasi industri dengan masyarakat setempat, agar diperoleh informasi mengenai pandangan lain akan relasi tersebut.

Unit analisisnya adalah masyarakat setempat (komunitas) dan perusahaan untuk melihat relasi dinamis yang muncul antara perusahaan dengan masyaakat setempat.

2. Sumber Data dan Penentuan Informan

Data yang dibutuhkan meliputi data tentang upaya-upaya perusahaan dan masyarakat setempat dalam membangun relasi, serta pola relasi yang terbentuk antara perusahaan dengan masyarakat setempat.

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh melalui wawancara dengan informan dan hasil pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan berupa catatan-catatan tertulis, gambar, grafik, kliping koran dan rekaman, demikian pula dengan media elektronik.

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2008:76). Pemilihan dan jumlah informan yang dibutuhkan didasarkan pada kesesuaian informan yang diteliti atau


(29)

17

dimintai keterangan dengan masalah yang diteliti dan kecukupan informasi yang sudah diperoleh dan tidak ada informasi baru lagi (Sarwono, 2006:6). Oleh karena itu, seleksi sampel dalam penelitian kualitatif tidak statis, melainkan bersifat dinamis, dari fase ke fase, berurut (sequential), berkembang (developmental), dan kontekstual (Alwasilah, 2002:148). Dalam penelitian ini informan diambil dengan cara purposeful sampling yaitu pengambilan sampel dengan maksud tertentu dari penyeleksian kasus yang kaya informasi untuk dikaji dengan mendalam (Patton, 1991:81).

Pemilihan informan bukan bergantung pada jumlah informan yang diambil, namun lebih pada sejauhmana data dan informasi tentang relasi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang diperoleh mampu menjawab permasalahan. Sifat sampling ini disebut juga

criterion based selection (Goetz dan Comte dikutip Moleong, 1999:22) Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, maka data dari informan yang mengetahui secara mendalam tentang pola relasi yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Untuk itu pada penelitian ini informan dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Informan kunci

Informan kunci yaitu informan yang mengetahui secara mendalam mengenai permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh-tokoh masyarakat setempat baik formal, serta pihak perusahaan. 2. Informan biasa

Informan biasa yaitu anggota masyarakat setempat lainnya yang mengetahui fenomena relasi yang terjadi antara masyarakat setempat (lokal) dengan perusahaan, khususnya kegiatan


(30)

18

tanggung jawab sosial PT. Geothermal kepada masyarakat lokal.

3. Informan pendukung

Informan-informan lainnya baik formal maupun informal baik pemerintah daerah setempat atau organisasi masyarakat lainnya yang mengetahui tentang pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat setempat.

Informan-informan dalam penelitian ini terdiri dari warga masyarakat lokal yang merupakan penduduk asli masyarakat Desa Karyamekar, yang terdiri dari orang dewasa, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, para ibu. Kemudian terdapat pula informan dari aparat pemerintah, baik dari desa, dan dua kecamatan; kemudian dari pihak perusahaan dan LSM mitra perusahaan.

Tabel 1 Kategori Infoman

Kategori informan Jumlah (orang) Pihak Perusahaan (PP) 2

Pemerintah Desa (PD) 2 Pemerintah Kecamatan (PK) 3

LSM (LS) 2

Tokoh Masyarakat (TM) 4 Tokoh Pemuda (TP) 4 Warga Masyarakat (WM) 8 Jumlah Total 25


(31)

19 Tabel 2 Fokus dan Aspek Kajian

Fokus Penelitian Aspek-aspek

Upaya perusahaan membangun relasi dengan masyarakat lokal

Kesadaran perusahaan terhadap masyarakat lokal

Kesadaran perusahaan tentang upaya/ program membangun hubungan harmonis dengan masyarakat lokal

Jenis dan cara perusahaan membangun hubungan dengan masyarakat lokal

Upaya komunitas lokal (membangun relasi) interaksi dengan perusahaan

Kesadaran perusahaan terhadap masyarakat lokal

Kesadaran perusahaan tentang upaya/ program membangun hubungan harmonis dengan masyarakat lokal

Jenis dan cara perusahaan membangun hubungan dengan masyarakat lokal

Apakah program CSR telah mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal

(Manfaat, Kesesuaian, Keberlanjutan, Dampak, Organisasi)

Proses kegiatan

Kebutuhan sosial, ekonomi dan kemasyarakatan

Kebutuhan infrastruktur, dan lingkungan fisik

3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk menjelaskan penelitian ini dikumpulkan dari dua sumber utama, yaitu sumber data primer (melalui wawancara dan observasi) dan data sekunder (dokumen-dokumen). Untuk mengetahui upaya perusahaan membangun relasi dengan masyarakat setempat melalui program tanggung jawab sosial (CSR)


(32)

20

dari pihak perusahaan dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi, untuk menelaah upaya masyarakat membangun relasi dengan perusahaan dengan wawancara. Sedangkan untuk mengetahui bagaimana program tanggung jawab sosial perusahaan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat dapat menggunakan teknik wawancara dan pengamatan. Sebagaimana menurut Koentjaraningrat (1979:130), pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui pengamatan dan wawancara serta studi dokumentasi.

Untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini, peneliti dapat memperolehnya dari:

1. Pengamatan (observasi)

Cara ini digunakan untuk mengetahui hubungan (struktur sosial) antara masyarakat sekitar dengan korporasi melalui tindakan dan hasil dari tindakan relasi tersebut.

2. Wawancara mendalam

Merujuk pada penjelasan Moleong (1999:135), peneliti melakukan wawancara mendalam, dengan maksud untuk mengumpulkan data secara akurat. Tema pokok yang ditanyakan dalam wawancara, diantaranya menyangkut beberapa hal sebagai berikut:

a) Upaya perusahaan membangun relasi dengan masyarakat setempat melalui program tanggung jawab sosial (CSR).

b) Upaya masyarakat membangun relasi dengan perusahaan.


(33)

21

c) Bagaimana program tanggung jawab sosial perusahaan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. d) Pola relasi yang terjadi antara perusahaan dengan

masyarakat setempat. 3. Studi dokumentasi

Untuk memperoleh data sekunder, dapat diperoleh dari pihak pemerintah daerah yang terkait erat dengan isyu tanggung jawab sosial perusahaan, serta pemerintah desa dan kecamatan yang berkait dengan bukti-bukti dari relasi dinamis. Kemudian pihak perusahaan, yaitu berkaitan dengan dokumen tanggung jawab sosial perusahaan. .

4. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian mengenai relasi antara perusahaan dengan masyarakat lokal khususnya mengenai pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial PT. Chevron kepada masyarakat sekitar ini dipergunakan sejumlah alat (instrumen) pengumpulan data, yaitu:

a. Pedoman wawancara (guide interview) disusun berdasarkan kategori informasi yang telah ditentukan sebelumnya, agar proses wawancara dapat menggali informasi sesuai tujuan penelitian. b. Pedoman Observasi, merupakan panduan bagi peneliti terhadap

objek penelitian agar data yang terkumpul sesuai dengan tujuan penelitian.

c. Catatan lapangan, yaitu catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian.


(34)

22

Alat bantu yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain tape recorder dan mp3. Perekaman dengan menggunakan tape recorder dan mp3 sangat penting karena dapat digunakan untuk menilai/ memperkirakan asumsi-asumsi dan kemungkinan-kemungkinan tujuan yang ingin dicapai. Dengan rekaman maka peneliti dapat menemukan hal hal yang mungkin luput dari perhatian peneliti atau mungkin mengingatkan hal-hal yang terlupakan.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Prosedur analisis data kualitatif dalam penelitian tentang operasionalisasi kegiatan tanggung jawab sosial PT. Geothermal ini dilakukan, setelah data diperoleh melalui proses wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang dikumpulkan dari lapangan. Selanjutnya, data dianalisa supaya dengan segera menemukan proposisi untuk mengarahkan peneliti pada pengumpulan data selanjutnya. Data terkumpul selanjutnya diproses seiring berjalannya proses penelitian, sehingga apabila mendapatkan kekurangan dalam menggali data maka dapat langsung ditanyakan kembali pada informan untuk melengkapi kekurangannya. Data yang diperoleh dapat dianalisis melalui tahapan sebagai berikut:

a) Kategorisasi dan mereduksi data, yaitu data yang diperoleh berupa informasi penting terkait penelitian, selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan topik permasalahan yang dibahas;

b) Pengelompokkan data, yaitu data yang telah dikelompokkan disusun dalam bentuk narasi. Data dikelompokkan pada objek


(35)

23

penelitian tentang relasi dinamis antara perusahaan dengan masyarakat setempat, yang dikelompokkan dalam masalah penelitian sebagai berikut:

1. Upaya perusahaan membangun relasi dengan masyarakat setempat melalui program tanggung jawab sosial (CSR).

2. Upaya masyarakat membangun relasi dengan perusahaan.

3. Bagaimana program tanggung jawab sosial perusahaan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. 4. Pola relasi yang terjadi antara perusahaan dengan

masyarakat setempat.

c) Verifikasi data yaitu data yang telah diinterpretasi dicek kembali pada informan untuk menghindari kesalahan interpretasi dari hasil wawancara dengan sejumlah informan penelitian.

d) Interpretasi data yaitu dengan menganalisis data yang telah dikelompokkan sesuai dengan obyek penelitian.

e) Penarikan kesimpulan, yaitu berdasarkan proposisi yang dibangun dari interpretasi data, sehingga dijadikan jawaban atas masalah penelitian.

Untuk keabsahan data yang didapatkan dari lapangan, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi data dan metode. Triangulasi

data dilakukan dengan jalan membandingkan data yang diperoleh dari berbagai informan, melalui cara:


(36)

24

a) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi

b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.

Sementara itu, triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan berbagai teknik pengumpulan data yaitu wawancara langsung, observasi non partisipasi dan studi dokumentasi:

a) Membandingkan apa yang dikatakan informan dengan hasil pengamatan peneliti di lapangan.

b) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

6. Lokasi, dan Waktu Penelitian

Alasan pemilihan lokasi penelitian 1) Perusahaan yang menyelenggarakan program CSR, dalam hal ini PT. Chevron Geothermal Indonesia, 2) Masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan CSR, yaitu desa-desa yang berdekatan dengan lokasi perusahaan; dan 3) Pemerintah Daerah Kabupaten Garut. Dengan waktu penelitian selama 10 bulan

Penelitian secara terencana dilakukan pada beberapa tahap sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

Tahap ini peneliti mempelajari berbagai fenomena relasi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang diteliti, hingga menemukan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Dalam tahap persiapan ini juga termasuk penyusunan Usulan


(37)

25

Penelitian, Seminar Usulan Penelitian, dan dilanjutan dengan perbaikan usulan penelitian berikut isntrumen pengumpulan data.

b. Tahap pengumpulan data

Dalam tahap ini pengumpulan data utama mengenai relasi perusahaan dengan masyarakat lokal dilakukan melalui wawancara dan pengamatan. Demikian pula dengan data sekunder yang mendukung data utama dan sesuai dengan kebutuhan penelitian dikumpulkan.

c. Tahap pengolahan data d. Tahap penulisan laporan e. Proses konsultasi


(38)

(39)

27 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

A. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Batasan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau

Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman masing-masing mengenai CSR. Namun demikian perlu dikemukakan beberapa definisi, sebagai koridor dan memagari kajian mengenai CSR. Berikut definisi CSRyang dikemukakan oleh Pemerintah Inggris,

“The voluntary actions that business can take, over and above compliance with minimum requirements, to address both its

own competitive interest and interests of wider society”

(www.csr.gov.uk UK Government)

Lebih lanjut World Business Council and Sustainability Development (WBCSD), memberikan pengertian tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut:

“The continuing commitment by business to behave ethically

and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of

the local community and society at large”(WBCSD, 1999,

Business Association)

Pendapat tanggung jawab sosial lainnya dikemukakan dalam www.csr-asia.com , sebagai berikut:


(40)

28

“A company’s commitment to operating in an economically, socially, and environmentally sustainable manner while

balancing the interests of the diverse stakeholders”( www.csr-asia.com, social enterprise)

Definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya keragaman dalam mengartikan dan mengimplementasikan CSR, sehingga, hingga saat ini tidak ada terdapat kesepakatan mengenai batasan tanggung jawab sosial perusahaan (McWilliams, et.al., dalam Radyati, M.R. & Nindita. 2008). Namun demikian terdapat suatu pemahaman yang sama di masyarakat Eropa mengenai CSR, sebagaimana pernyataan berikut:

There is broad agreement in Europe on the definition of CSR as a concept whereby companies integrate social and environmental concerns – on a voluntary basis- into their business operations as well as their interactions with

stakeholders”.(European Communities 2007)

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik inti bahwa CSR merupakan konsep sebagai berikut:

1. Perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan lingkungannya

2. Berdasarkan prinsip sukarela

3. Kegiatan bisnis dan interaksi dengan pemangku kepentingan harus memperhatikan persoalan sosial dan lingkungan

Setidaknya ada 2 (dua) landasan berkenaan dengan corporate social responsibility (CSR) yaitu berasal dari etika bisnis (bisa berdasarkan agama, budaya atau etika kebaikan lainnya) dan dimensi sosial dari aktivitas bisnis. CSR atau sering diartikan sebagai “being socially responsible” jelas merupakan suatu cara-cara yang berbeda


(41)

29

untuk orang yang berbeda dalam negara yang berbeda pula. Artinya penerapan CSR di masing-masing negara harus disesuaikan dengan konteks sosial dan lingkungannya. Sehingga perlu kehati-hatian dalam menerapkan konsep CSR dari negara-negara maju di negara-negara yang sedang berkembang (Frynas, 2009).

Blowfield dan Frynas (2005) mengibaratkan CSR sebagai sebuah ‘payung’ bagi beragam teori dan praktek yang mengakui dan memahami persoalan-persoalan berikut:

(a) Bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan alam, yang terkadang lebih jauh lagi sekedar memenuhi aspek legal dan pertanggungjawaban individual.

(b) Bahwa perusahaan memiliki suatu tanggung jawab untuk berperilaku dengan siapa mereka melakukan bisnis.

(c) Bahwa bisnis harus (perlu) mengelola hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, dengan alasan komersial atau untuk nilai tambah terhadap masyarakat.

Sebagai konsep ‘payung’ maka menjadi hal yang lumrah ketika melihat banyak dan beragamnya pengertian dan pemahaman mengenai CSR, memunculkan banyak interpretasi mengenai CSR sebagaimana yang dikemukakan oleh Ameshi and Adi, 2007 dan dikutip oleh Frynas, 2009:5, yaitu:

1. Etika dan moralitas bisnis 2. Akuntabilitas perusahaan


(42)

30 4. Bantuan dan pilantropi perusahaan 5. Perusahaan hijau dan pemasaran hijau 6. Manajemen keragaman

7. Tanggungjawab lingkungan 8. Hak asasi manusia

9. Rantai manajemen pembelian dan penyediaan yang bertanggungjawab

10. Investasi sosial yang bertanggung jawab 11. Perjanjian (kesepakatan) stakeholder 12. Keberlanjutan

Sementara itu, Garriga & Mele (2004: 51-71) mencoba memetakan konsep-konsep CSR ke dalam empat kelompok besar, sebagai berikut:

1. Kelompok pertama yang berasumsi bahwa perusahaan adalah instrumen untuk menciptakan kesejahteraan dan bahwa ini merupakan satu-satunya tanggung jawab sosial. Hanya aspek ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat yang dipertimbangkan. Jadi sekiranya terdapat aktivitas sosial yang diterima, jika dan hanya jika hal tersebut konsisten dengan penciptaan kesejahteraan. Kelompok teori ini dapat disebut

instrumental theories karena mereka memahami CSR sebagai alat belaka untuk memperoleh keuntungan.

2. Kelompok kedua yang melihat kekuatan sosial dari perusahaan yang menjadi tekanan, khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan tanggung jawabnya dalam arena politis berkaitan dengan kekuatan ini. Hal tersebut mengarahkan


(43)

31

perusahaan untuk menerima tugas-tugas dan hak-hak sosial atau berpartisipasi dalam kerjasama sosial tertentu. Kita dapat menyebut kelompok ini dengan political theories.

3. Kelompok ketiga termasuk teori-teori yang mempertimbangkan bisnis seharusnya to integrate tuntutan sosial. Biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada masyarakat untuk kelanjutan dan pertumbuhannya, bahkan untuk keberadaan bisnisnya sendiri. Kelompok ini adalah integrative theories. 4. Kelompok keempat teori dari pemahaman hubungan antara

bisnis dan masyarakat adalah penanaman nilai-nilai etis. Hal tersebut mengarahkan visi CSR dari suatu perspektif etis dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus menerima tanggung jawab sosial sebagai sebuah kewajiban etis di atas pertimbangan lainnya. kelompok ini disebut dengan ethical theories

1. Instrumental CSR

Kelompok pertama, kelompok instrumental theories, menganggap bahwa CSR atau kegiatan sosial adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan ekonomi yang pada akhirnya adalah menghasilkan kekayaan. Pendekatan instrumental theories ini didukung oleh pandangan yang diungkapkan oleh Friedman (1970) bahwa satu-satunya tanggung jawab bisnis kepada masyarakat adalah memaksimalkan profit untuk para pemegang saham, sesuai dengan kerangka hukum dan kebiasaan etika dari negara tempat bisnis tersebut berada. Kelompok teori ini kemudian banyak diakui dan diterima oleh perusahaan, bahkan banyak perusahaan yang melakukan program CSR


(44)

32

dengan menggunakan dasar teori ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Windsor (2001: hal. 226) bahwa “a leit-motiv of wealth creation progressively dominates the managerial conception of responsibility”.

Ada tiga tujuan ekonomi yang kemudian dapat diidentifikasi dari kelompok instrumental theories ini menurut Garriga & Mele (2004: 53) yaitu maximization of shareholder value; the strategic goal of achieving competitive advantages; dan cause-related marketing. Dalam tujuan maximization of shareholder value, Garriga & Mele (2004) menjelasan bahwa investasi untuk menjawab tuntutan sosial yang akan meningkatkan nilai para investor dimata masyarakat harus dilakukan, sedangkan jika tuntutan sosial tersebut mengakibatkan kerugian bagi perusahaan, maka investasi tersebut seharusnya ditolak. Konsep ini memuat tujuan untuk pencarian nilai atau value-seeking

atau long-term values maximization sebagai tujuan utamanya dan pada saat yang bersamaan, tujuan ini digunakan sebagai kriteria dalam transaksi penting diantara para pemangku kepentingan (Jensen, 2000; Garriga & Mele, 2004).

Dalam tujuan the strategic goal of achieving competitive advantages, perusahaan fokus kepada bagaimana mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan sosial jangka panjang dan menciptakan keuntungan yang kompetitif. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Husted & Allen, 2000, yang dikutip oleh Garriga & Mele (2004:54) “…focused on how to allocate resources in order to achieve long-term social objectives and create competitive advantage”.

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan tersebut, yaitu social investments in a competitive context melalui


(45)

33

dynamic capabilities melalui unique interplay of human, organizational and physical resources over time; dan strategies for the bottom of the economic pyramid melalui disruptive innovations (Garriga & Mele, 2004; Porter & Kramer, 2002; Christensen, et al., 2001; Christensen & Overdorf, 2000; Barney, 1991; Wernerfelt, 1984).

Cause-related marketing, merupakan sebuah proses kegiatan pemasaran perusahaan yang menghasilkan keuntungan melalui adanya pertukaran yang menguntungkan yang sesuai dengan tujuan perusahaan dan juga individual. Misalnya dengan menjual produk dengan label bebas pestisida atau non-animal tested. Varadjan & Menon (1988:60) mendefinisikan cause-related marketing sebagai

The process of formulating and implementing marketing activities that are characterized by an offer from the firm to contribute a specified amount to a designated cause when costumers engage in a revenue-providing exchange that satisfy organizational and invididual objectives.

Tujuan dari cause-related marketing dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan adalah meningkatkan pendapatan perusahaan dan penjualan atau hubungan konsumen dengan membangun merk perusahaan melalui akuisisi dan asosiasi dengan dimensi etika atau dimensi tanggung jawab sosial, sehingga menghasilkan situasi yang saling menguntungkan, dalam konteks perusahaan dan sosial (Gerriga & Mele, 2004; Murray & Montanari, 1986; Varadarajan & Menon, 1988).


(46)

34 2. Politik CSR

Kelompok teori kedua yang dipetakan oleh Garriga & Mele (2004) adalah kelompok political theories. Kelompok teori ini memusatkan perhatiannya pada bagaimana menggunakan tanggung jawab dari kekuatan bisnis dalam arena politik. Yang dimaksud dengan political theories, menurut Garriga & Mele (2004:55) adalah “a group of CSR theories and approaches focus on interactions and connections between business and society and on the power and position of business and its inherent responsibility”. (sekelompok teori-teori dan pendekatan CSR yang memusatkan perhatiannya pada interaksi dan koneksi antara bisnis dan masyarakat dan pada kekuasaan dan posisi bisnis dan tanggung jawab yang melekat pada bisnis tersebut). Ada tiga teori utama yang diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004), yaitu

Corporate Constitutionalism, Integrative Social Contract Theory dan

Corporate Citizenship.

Teori Corporate Constitutionalism pertama kali dikemukakan oleh Davis (1960). Ia adalah orang pertama yang berpendapat bahwa bisnis adalah institusi sosial dan sehingga bisnis harus menggunakan kekuasaannya secara bertanggung jawab. Garriga & Mele (2004:55) mengungkapkan bahwa Davis (1960) “was one of the first to explore the role of power that business has in society and the social impact of this power”. Kemudian Davis (1960) memperkenalkan kekuatan bisnis

sebagai sebuah elemen baru dalam debat mengenai CSR. Davis (1960) menekankan pada pendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis tergantung pada kekuasaan sosial yang dimiliki bisnis tersebut. Hal ini kemudian diperkuat dengan yang diungkapkan oleh Davis (1967:48)


(47)

35

social responsibilities of businessmen arise from the amount of social power that they have ….the equation of social power responsibility has to be understood through the functional role of business and

managers”. Ini berarti bahwa tanggung jawab sosial kekuasaan dimanifestasikan melalui peran fungsional bisnis dan manager dalam masyarakat.

Teori integrative social contract theory yang diungkapkan oleh Donaldson & Dunfee (1994, 1999) berawal dari pertimbangan bahwa ada hubungan antara bisnis dan masyarakat berdasarkan pada tradisi kontrak sosial. Kontrak sosial ini kemudian berimplikasi kepada beberapa kewajiban tidak langsung dari bisnis untuk masyarakat (Garriga & Mele, 2004; Prayogo, 2011). Lebih lanjut, teori ini mengungkapkan sebuah proses yang memberikan legitimasi kepada kontrak yang terjadi diantara sistem industri, departemen, dan ekonomi (Garriga & Mele, 2004). Sementara itu, Prayogo (2011:74) mengungkapkan bahwa

kontrak sosial merupakan kesepakatan yang bersifat “implicit

masyarakat memberikan legitimasi sosial (the right to exist) atas kehadiran korporasi dan sebaliknya manfaat ekonomi yang dihasilkan bisnis harus terdistribusi pula kepada masyarakat (in return for certain benefits).

Sementara itu, teori corporate citizenship lebih memusatkan perhatiannya pada hak-hak, tanggung jawab dan kemungkinan

partnership dari bisnis dalam masyarakat. Sebelumnya, corporate citizenship selalu dikaitkan dengan “a sense of belonging to a community” atau rasa kepemilikan kepada sebuah masyarakat (Matten,

et al., 2003; Wood & Lodgson, 2002), sehingga sudah menjadi hal yang biasa diantara para manager dan pengelola bisnis untuk melihat bahwa


(48)

36

bisnis perlu memperhatikan masyarakat tempat bisnis itu beroperasi. Oleh karena itu, menurut teori ini, bisnis dipahami sebagai seperti warga dengan keterlibatan tertentu dalam masyarakat.

3. Integratif CSR

Kelompok teori ketiga yang diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004) adalah kelompok integrative theories. Kelompok ini berpendapat bahwa bisnis sangat tergantung pada masyarakat untuk menjaga keberadaan, keberlanjutan dan perkembangan bisnis tersebut.

Integrative theories memandang pada bagaimana bisnis mengintegrasikan tuntutan sosial dan biasanya fokus kepada mendeteksi, mencari dan memberikan respon kepada tuntutan sosial untuk mencapai legitimasi sosial, penerimaan sosial yang lebih tinggi dan prestige (Garriga & Mele, 2004). Pendekatan yang diurai dalam kelompok teori ini adalah issues management, the principle of public responsibility, stakeholder management dan corporate social performance (Garriga & Mele, 2004:58-59).

Issues management menurut Wartick & Rude (1986:124) diartikan sebagai “the processes by which the corporation can identify, evaluate and respond to those social and political issues which may impact significantly upon it”. Issues management merupakan pelebaran dari konsep social responsiveness yang muncul di tahun 1970-an (Sethi, 1975). Konsep social responsiveness ini menekankan pada pentingnya untuk menutupi gap diantara apa yang diharapkan oleh masyarakat kepada perusahaan dan apa yang perusahaan lakukan secara aktual. Gap ini biasanya ada dalam zona yang disebut Ackerman


(49)

37

(1973:92) sebagai “zone of discretion (neither regulated nor illegal nor sanctioned) where the company receives some unclear signals from the environment”. Ini berarti bahwa issues management menekankan pada proses memberikan respon dari pihak perusahaan terhadap masalah-masalah sosial dan bahwa issues management berfungsi sebagai peringatan dini atas potensi munculnya ancaman-ancaman lingkungan dan juga kesempatan-kesempatan, sehingga dapat meminimalisir kejutan dari adanya perubahan sosial dan politik (Garriga & Mele, 2004).

Pendekatan the principle of public responsibility pertama kali diungkapkan oleh Preston & Post (1975, 1981). Mereka menekankan pada kegunaan kata “public” daripada “social”, untuk menunjukkan pada pentingnya proses publik dalam mendefinisikan scope dari tanggung jawab, daripada pandangan personal-morality atau berdasarkan minat kelompok tertentu saja (Garriga & Mele, 2004:58). Preston & Post dalam Garriga & Mele (2004) berpendapat bahwa aturan yang sesuai untuk melegitimasi perilaku manajerial dapat ditemukan dalam kerangka kebijakan publik yang relevan dan bahwa kebijakan publik tidak hanya berisi aturan-autran dan perundang-undangan tetapi juga mengandung pola yang sangat luas dari arah sosial yang terefleksikan dalam opini publik, isu-isu yang muncul, kebutuhan akan hukum formal dan praktik-praktik dukungan atau implementasi.

Pendekatan berikutnya adalah pendekatan stakeholder management. Pendekatan ini berorientasi kepada para stakeholders atau pihak-pihak atau orang-orang yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan dan praktik sebuah perusahaan. Pendekatan


(50)

38

Stakeholder management baru berkembang secara akademik di akhir tahun 1970-an. Di tahun 1978, Emshoff & Freeman (Garriga & Mele, 2004: 59) mempresentasikan dua prinsip dasar yang memperkuat pendekatan ini, yaitu achieving maximum cooperation between entire system of stakeholder groups and the objectives of the corporation; and efforts in dealing with issues affecting multiple stakeholders. Pendekatan ini mencoba mengintegrasikan kelompok-kelompok dengan kepentingan-kepentingan perusahaan ke dalam pembuatan keputusan managerial (Garriga & Mele, 2004). Di masa awal munculnya pendekatan ini, banyak korporasi yang ditekan oleh NGO, aktifis, masyarakat, pemerintah, media dan kelompok-kelompok lainnya untuk melakukan kegiatan yang disebut sebagai responsible corporate practices (Garriga & Mele, 2004:59). Namun sekarang, berbagai perusahaan berusaha mencari jawaban dari berbagai tuntutan sosial melalui dialog dengan beragam stakeholders. Dialog antar stakeholder membantu menjawab pertanyaan mengenai responsiveness

dari perusahaan dalam menerima sinyal yang kurang jelas dari lingkungan. Kaptein & Van Tulder (2003:208) menambahkan “this

dialogue not only enhances a company’s sensitivity to its environment

but also increases the environments understanding of the dilemmas facing the organization”.

Pendekatan corporate social performance juga merupakan sebuah pendekatan yang mencari legitimasi sosial. Carroll (1979) yang memperkenalkan pendekatan ini yang terdiri dari 3 elemen, yaitu definisi dasar dari tanggung jawab sosial, daftar isu yang memunculkan tanggung jawab sosial, dan filosofi dari respon terhadap isu-isu sosial (Garriga & Mele, 2004). Sementara itu, Wartich & Cochran (1985)


(51)

39

menambahkan pendekatan Carroll dengan menyarankan bahwa

corporate social involvement mengandung prinsip-prinsip social responsibility, the process of social responsiveness and the policy of issues management (Garriga & Mele, 2004:60). Perkembangan terkini dari pendekatan ini kemudian diungkapkan oleh Wood (1991) yang menyebutkan bahwa corporate social performance terdiri dari prinsip-prinsip CSR, proses dari corporate social responsivenesss dan hasil dari perilaku perusahaan.

4. Etik CSR

Kelompok teori terakhir untuk memetakan konsep-konsep CSR adalah ethical theories. Teori-teori yang tercakup dalam kelompok ini berperan sebagai perekat hubungan diantara perusahaan dan masyarakat. Teori-teori ini merupakan prinsip-prinsip yang mengungkapkan mengenai hal-hal yang benar untuk dilakukan atau hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera.

Pendekatan pertama adalah normative stakeholder theory. Teori ini menekankan pada perlunya referensi dari berbagai teori moral yang ada, seperti misalnya Kantian moral teori, konsep Libertian, prinsip-prinsip keadilan, dan masih banyak lagi. Donaldson & Preston (1995: 67) menyebutkan bahwa stakeholder theory memiliki inti normative yang berdasarkan pada dua ide utama, yaitu “(1) stakeholders are persons or groups with legitimate interests in procedural and/or substantive aspects of corporate activity and (2) the interests of all stakeholders are of intrinsic values”. Berdasarkan hal tersebut, maka


(52)

40

dalam praktik CSR dengan menggunakan pendekatan stakeholder teori, etika atau moral merupakan pusat dari praktik tersebut.

Pendekatan Universal Rights melalui Hak Asasi Manusia telah diambil sebagai dasar bagi CSR (Cassel, 2001; Garriga & Mele, 2004). Kini, banyak tanggung jawab sosial yang dijalankan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan hak asasi manusia. Selain hak asasi manusia, pendekatan ini juga mendasarkan pada hak-hak buruh dan juga perlindungan lingkungan.

Pendekatan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development dimasukkan ke dalam kelompok ethical teori karena konsep pembangunan berkelanjutan menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menjawab kebutuhan di masa kini tanpa mengancam kemampuan untuk melindungi generasi penerus untuk memenuhi kebutuhannya. Istilah sustainable development muncul pada tahun 1987 dalam “Brutland Report”. Pada awalnya, pembangunan

berkelanjutan menitikberatkan pada faktor lingkungan, namun, World Business Council for Sustainable Development (2002:2) menyebutkan bahwa “sustainable development requires the integration of social, environmental, and economic considerations to make balanced judgements for the long term”. Kaitannya dengan CSR adalah, seperti yang diungkapkan oleh Wheeler, et al. (2003:17) bahwa

Sustainability is an ideal toward which society and business can continually strive, the way we strive is by creating value, creating outcomes that are consistent with the ideal of sustainability along social environmental and economic dimensions.

Dengan demikian, secara etika, CSR perusahaan harus menggunakan pendekatan “triple bottom line”, yaitu memasukkan


(53)

41

aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, sehingga akan dapat menjamin keberlanjutan perusahaan tanpa merusak keberlanjutan lingkungan dan masyarakat.

Pendekatan terakhir dalam kelompok ethical theories adalah pendekatan common good (kebajikan umum). Pendekatan ini merupakan pendekatan klasik yang berakar pada tradisi Aristotelian yang kemudian dijadikan referensi kunci untuk etika bisnis (Smith, 1999; Alford & Naughton, 2002; Mele, 2002). Pendekatan ini menyebutkan bahwa perusahaan, sebagaimana kelompok sosial atau individual dalam masyarakat, harus berkontribusi untuk kebajikan umum, karena sudah menjadi bagian dari masyarakat. Perusahaan dapat berkontribusi untuk kebajikan umum dengan berbagai macam cara, sebagaimana yang diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004:62) “….creating wealth, providing goods and services in an efficient and

fair way, at the same time respecting the dignity and the inalienable and fundamental rights of the individual”.

Dari uraian sebelumnya, dapat ditarik benang merah bahwa banyak teori-teori CSR fokus kepada 4 aspek utama, sebagaimana yang diungkapkan oleh Garriga & Mele (2004:65) yaitu (1) meeting objectives that produce long-term profits, (2) using business power in a responsible way, (3) integrating social demands and (4) contributing to a good society by doing what is ethically correct. Dalam tabel 3 dikemukakan secara ringkas mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Garriga and Mele (2004). Tabel tersebut sekaligus merangkum penjelasan-penjelasan sebelumnya, baik teori instrumental, teori politik, teori integratif dan teori etik mengenai CSR.


(54)

42 Tabel 3

Corporate social responsibilities theories and related approaches

Jenis Teori Pendekatan Penjelasan Singkat Beberapa

Referensi Kunci

1. Intrumental

theories (fokus pada pencapaian sasaran ekonomi melalui aktifitas sosial) 1. Maksimalisasi

nilai shareholder

Maksimalisasi nilai jangka panjang

Friedman (1970),

Jensen (2000)

2. Strategi untuk

keuntungan kompetitif

 Investasi sosial

dalam konteks kompetitif

Porter and Kramer (2002)  Strategi berdasarkan pandangan sumber alami dari perusahaan dan dinamika kapabilitas perusahaan

Hart (1995), Lizt (1996

 Strategi dari dasar

piramida ekonomi

Prahalad and

Hammond (2002),

Hart and

Christensen (2002), Prahalad (2003) 3. Caused-related marketing Pengakuan aktifitas sosial altruistik dimanfaatkan sebagai alat pemasaran

Varadarajan and

Menon (1986),

Murray and

Montanari (1986)

2. Political theories (fokus pada pemanfaatan tanggung jawab kekuatan bisnis dalam arena politik) 1. Konstitusiona-lisme perusahaan (Corporate constitutiona-lism)

Tanggung jawab sosial bisnis muncul dari sejumlah kekuatan sosial yang mereka

Davis (1960, 1967)

2. Teori Kontrak

Sosial Integrative

(integrative social

contract theories)

Asumsinya bahwa terdapat suatu kontrak sosial antara

perusahaan dan masyarakat

Donaldson &

Dunfee (1994,

1999)

3. Corporate (or

business) citizenship Perusahaan dipahami sebagaimana seorang warga dengan keterlibatan tertentu dalam komunitas

Wood & Lodgson (2002), Andriof &

McIntosh (2001)

Matten & Crane (in press)


(1)

Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 139 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “semua dokumen” adalah semua buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan Perseroan.

Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 140 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon dapat menentukan sikap lebih lanjut terhadap Perseroan.

Pasal 141 Ayat (1)

Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua pengadilan negeri mendasarkannya atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta ruang lingkup Perseroan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Pembebanan penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh pengadilan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan.

Pasal 142 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f

Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi” adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha perasuransian.

Ayat (2)

Berbeda dari bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak perlu diikuti dengan likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat (1) harus selalu diikuti dengan likuidasi.


(2)

- 74 -

Huruf a

Yang dimaksud dengan “likuidasi yang dilakukan oleh kurator” adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan bubar berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.

Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6)

Dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan Dewan Komisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan.

Yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan terhadapnya adalah Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.

Pasal 143 Ayat (1)

Karena Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum, Perseroan dapat dinyatakan pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator.

Pernyataan pailit tidak mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu Perseroan harus dilikuidasi.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain: a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak;

b. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;

c. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing- masing 50% (lima puluh persen) saham; atau

d. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 147 Ayat (1)

Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak tanggal: a. pembubaran oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS; atau

b. penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena Perseroan dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)


(3)

Penghitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan kepada kreditor yang paling akhir, misalnya pengumuman dalam surat kabar tanggal 1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Juli 2007, maka tanggal pengumuman yang paling akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.

Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “dalam rencana pembagian kekayaaan hasil likuidasi”, termasuk rincian besarnya utang dan rencana pembayarannya.

Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e

Yang dimaksud dengan ‘tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan”, antara lain mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “likuidator bertanggung jawab” adalah likuidator harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas likuidasi yang dilakukan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Ayat (1)


(4)

- 76 -

Pada dasarnya terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal, misalnya Perseroan Terbuka atau bursa efek berlaku ketentuan dalam undang- undang ini. Namun, mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dari Perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan adanya pengaturan khusus terhadap Perseroan tersebut.

Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan pembelian kembali saham Perseroan, dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “asas hukum Perseroan” adalah asas hukum yang berkaitan dengan hakikat Perseroan dan Organ Perseroan.

Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang- undangan” adala h Perseroan yang berstatus badan hukum yang didirikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 158

Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain tersebut harus sudah dialihkan kepada pihak lain yang tidak terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya undang-undang ini.

Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas.


(5)

Riwayat Penulis

Santoso Tri Raharjo, lahir di Bandung 5 Februari 1971 dari pasangan Mishan dan Marinah. Penulis beragama Islam, dan memiliki istri yang bernama Nurliana Cipta Apsari, dengan dikaruniai dua orang putra Arya Muhammad Rafi Raharjo dan Aslam Aulia Raharjo. Penulis beralamat di Puri Cipageran Indah I Blok A-277, RT.01/RW.26 Kelurahan Cipageran Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Alamat email: santosotriraharjo@gmail.com.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SDN Angkasa V Lanud Sulaiman Bandung lulus tahun 1984, SMPN 8 (SMPN 1) Margahayu Bandung lulus tahun tahun 1987, SMAN 4 Bandung lulus tahun 1990. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan S-1 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-Univeristas Padjadjaran, kemudian melanjutkan studi S-2 Sosiologi Kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia lulus tahun 2003, dan pada tahun 2013 menyelesaikan studi S-3 Sosiologi Universitas Padjadjaran.

Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1998 diterima menjadi staf pengajar Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Tahun 2007-2011 pernah menjabat Kepala Laboratorium Kesejahteraan Sosial, dan sejak tahun 2011 dipercaya sebagai sekretaris Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-UNPAD. Selain itu penulis juga aktif sebagai anggota Dewan Pembinan di LSM Bahana Karya Insani. Penulis pernah memperoleh penghargaan ‘Satyalencana Kesetiaan 10 tahun’ dari Presiden RI tahun 2012

Beberapa karya penulis lainnya antara lain ‘No Nganggur No Cry’, tahun 2009, Penerbit Oase Bandung; ‘Dasar-dasar Pekerjaan Sosial’, tahun 2010, Penerbit: Mitra Padjadjaran Bandung; dan ‘Social Enterprise, Social Entrepreneurship, and Corporate Social Responsibility’, tahun 2011, Penerbit Mitra Padjadjaran.


(6)

xiii

UNPAD

PRESS