32 3.
Net Benefit Cost Ratio Net BC Menurut Nurmalina 2009, Net BC adalah nilai NPV usaha yang bernilai
positif dibandingkan dengan nilai NPV yang bernilai negatif. Dengan kata lain, Net BC
merupakan manfaat bersih yang mampu dihasilkan dari setiap satu satuan kerugian usaha. Suatu usaha dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila memiliki
nilai net BC lebih besar dari satu, yang artinya usaha tersebut mampu menghasilkan keuntungan.
4. Pay Back Period PBP
Pay back period digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi dapat
kembali dengan adanya keuntungan yang dihasilkan oleh usaha dengan satuan waktu. Kelemahan metode ini adalah sulitnya menentukan periode pengembalian
maksimum sebagai angka pembanding. Selain itu dalam metode ini nilai waktu uang dan aliran kas setelah periode pengembalian diabaikan.
3.1.3. Analisis Switching Value
Dalam analisis kelayakan finansial usaha, nilai pada masa yang akan datang diproyeksikan pada nilai kini. Hal tersebut menimbulkan ketidaktepatan
hasil proyeksi karena adanya kemungkinan perubahan-perubahan yang kerap terjadi di masa yang akan datang. Untuk mengatasinya, diperlukan suatu analisis
nilai pengganti switching value analysis. Menurut Gittinger 1986, analisis nilai pengganti mencoba melihat
perubahan-perubahan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan pada biaya dan manfaat yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi.
Kriteria minimum kelayakan investasi tersebut adalah apabila nilai NPV sama dengan nol, net BC sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan nilai discount
rate yang digunakan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Seiring meningkatnya kesejahteraan, masyarakat cenderung mengalihkan pengeluarannya untuk berbagai kebutuhan sekunder Malian dan Masdjidin,
2000. Salah satu kebutuhan sekunder yang pemanfaatannya semakin meningkat adalah krisan potong. Kenaikan permintaan ini juga dihadapi oleh petani-petani
33 bunga di salah satu sentra produksi krisan potong, Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Gapoktan Seruni Citra Resmi merupakan gabungan dari 11 kelompok tani
budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi. Total 193 petani anggota gapoktan ini memasarkan hasil produksinya ke delapan kota besar di Indonesia,
yaitu Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Bali dan Medan. Masing-masing petani memiliki skala produksi yang bervariasi, mulai dari dua
hingga 20 green house produksi. Dengan rata-rata skala produksi 1.000-2.000 m
2
yang diusahakan, produksi kebun para petani anggota masih berada di bawah permintaan pasar yang semakin tahun semakin meningkat jumlahnya.
Saat ini Kecamatan Sukaresmi, sebagai salah satu sentra budidaya krisan potong menghadapi permintaan rata-rata 40.000 ikat per minggu atau sebesar
1.920.000 ikat per tahun. Sedangkan jumlah krisan potong yang dapat dijual oleh petani-petani di kecamatan ini hanya mencapai 1.200.000 ikat per tahun atau
25.000 ikat per minggu. Ini berarti Kecamatan Sukaresmi masih memiliki peluang pasar sebesar 15.000 ikat per minggu. Selain itu data volume dan nilai ekspor
krisan potong Indonesia yang memiliki tren meningkat semakin menguatkan bahwa Kecamatan Sukaresmimemiliki peluang pasar yang cukup besar baik untuk
pasar dalam negeri maupun ekspor. Untuk dapat memenuhi permintaan tersebut muncul keinginan dari petani
krisan di wilayah tersebut untuk meningkatkan skala usaha mereka. Tidak hanya petani yang telah memulai usaha, masyarakat sekitar pun tertarik untuk ikut
mengusahakan krisan potong. Selain karena peluang pasar yang masih terbuka, Kecamatan Sukaresmi memiliki keunggulan dalam agroklimat yang sesuai dengan
syarat tumbuh krisan potong, lokasi produksi yang memudahkan dalam mengakses pasar input maupun output, dan juga masih tersedianya cukup lahan
yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya krisan potong yakni seluas 611,09 Ha. Namun keinginan petani dan masyarakat tersebut terkendala kebutuhan modal
yang besar, mengingat pengusahaan krisan potong membutuhkan lahan yang luas. Selain itu di daerah tropis seperti Indonesia khususnya Kabupaten Cianjur yang
rentan terpaan air hujan dan angin ini dibutuhkan fasilitas green house untuk
34 aktivitas budidaya krisan potong. Pembuatan green house produksi ini
memerlukan biaya investasi yang cukup tinggi. Sebagaimana permintaan bunga potong di Indonesia, krisan potong di
Kecamatan Sukaresmi juga mengalami fluktuasi permintaan. Permintaan akan krisan potong berubah-ubah berdasarkan kalender Islam. Dalam satu tahun
biasanya terjadi tiga kali penurunan jumlah permintaan. Penurunan tersebut berlangsung selama Bulan Muharram, Safar dan Ramadhan. Penurunan ini
disebabkan jarang diadakannya resepsi atau acara ritual lainnya. Selain penurunan jumlah permintaan yang menyebabkan penurunan pendapatan, ada pula waktu
tertentu dimana pendapatan petani meningkat. Keadaan tersebut biasanya terjadi pada Bulan Syawal dan Dzulhijjah pada perhitungan kalender Islam, serta ketika
menjelang Natal dan Tahun Baru. Peluang pasar yang tinggi, potensi wilayah, serta biaya investasi dan risiko kerugian yang besar menjadi pertimbangan untuk
melakukan analisis kelayakan usaha sebelum menjalankan usaha ini, baik dari aspek finansial maupun non finansial.
Petani anggota Gapoktan seruni Citra Resmimenjalankan usahanya dengan sumber modal usaha yang berbeda-beda. Sebagian petani memperoleh sumber
modal dari pinjaman bank dan ada pula yang menggunakan modal pribadi. Oleh karena itu analisis kelayakan usaha krisan potong di Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dilakukan dalam dua skenario, yaitu: 1
Skenario I: usaha dengan modal pinjaman dari Bank 2
Skenario II: usahadengan modal pribadi Untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya krisan potong di Kecamatan
Sukaresmi maka perlu dilakukan berbagai analisis. Pada aspek pasar perlu diketahui jumlah permintaan krisan potong dari konsumen, jumlah krisan potong
yang mampu diproduksi oleh petani setempat, harga jual krisan potong, dan pemasaran krisan potong. Pada aspek teknis perlu dikaji lokasi usaha krisan
potong, luas produksi yang akan dijalankan, dan proses budidaya krisan potong yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Sukaresmi. Pada aspek manajemen
harus diketahui dengan jelas mengenai legalitas usaha dan struktur organisasi usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi. Pada aspek sosial, perlu
dianalisis mengenai dampak keberadaan usaha budidaya krisan potong di
35 Kecamatan Sukaresmi yang dilihat dari sisi sosial. Pada aspek lingkungan perlu
diketahui apakah usaha budidaya krisan potong tersebut memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan atau tidak. Kelayakan usaha yang dilihat dari
aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan lingkungan ini dianalisis secara kualitatif.
Analisis kelayakan finansial usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi dilakukan dengan dua skenario usaha yang telah disebutkan diatas.
Analisis finansial yang digunakan adalah analisis biaya manfaat, analisis laba rugi, dan analisis kelayakan finansial. Kelayakan finansial usaha tersebut
dianalisis berdasarkan empat kriteria kelayakan investasi, yaitu Net Present Value NPV, Internal Rate Return IRR, Net Benefit Cost Ratio Net BC dan Pay
Back Period PBP.
Setelah menganalisis kelayakan usaha krisan potong tersebut secara finansial dengan empat kriteria investasi, kemudian dilakukan analisis nilai
pengganti switching value analysis untuk melihat besarnya perubahan maksimal dari komponen biaya dan manfaat yang dapat membuat usaha tidak layak
diusahakan atau mencapai batas minimim kriteria investasi. Komponen biaya dan manfaat yang digunakan dalam analisis nilai pengganti switching value analysis
ini adalah biaya variabel dan harga jual krisan potong. Sejauh mana peningkatan biaya variabel dan penurunan harga jual krisan potong dapat menyebabkan usaha
krisan potong Kecamatan Sukaresmi ini menjadi tidak layak dapat dilihat dari hasil analisis ini.
Hasil analisis kelayakan ini diharapkan dapat membantu investor untuk menjalankan usaha budidaya krisan potong. Bila dari hasil analisis kelayakan
tersebut layak, maka pengusahaaan krisan potong di Kecamatan Sukaresmi tesebut layak diusahakan. Namun bila hasil analisis kelayakan menunjukkan tidak
layak, maka menjadi bahan evaluasi bagi petani dalam mengusahakan krisan potong tersebut.
Adapun alur kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi dapat dilihat pada Gambar 2.
36 Keterangan:
= dalam lingkup penelitian = di luar lingkup penelitian
Gambar 2.
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Petani krisan potong di Kecamatan Sukaresmi menghadapi kelebihan permintaan
Adanya upaya penambahan jumlah produksi green house namun terkendala biaya investasi yang tinggi dan jumlah permintaan
yang fluktuatif
Analisis kelayakan usaha
dilihat dari aspek pasar, teknis,
manajemen, sosial dan
lingkungan Analisis kelayakan usaha dilihat dari
aspek finansial
Analisis switching
value Kriteria kelayakan
investasi NPV
IRR Net BC
Pay Back Period
Layak
Evaluasi Usaha krisan potong dapat
dijalankan Tidak layak
Analisis Kelayakan Usaha
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian